banyak pengelola usaha yang menjadikan aplikasi PeduliLindungi hanya sebagai formalitas
Jakarta (ANTARA) - Sebuah unggahan di media sosial baru-baru ini menjadi pembicaraan dunia maya saat seorang warganet menceritakan dirinya gagal berwisata ke Bali karena terdeteksi positif COVID-19 kemudian malah mengalihkan liburan ke kawasan Malang, Jawa Timur.

Unggahan melalui platform Facebook tersebut langsung ramai mendapat tanggapan warganet. Mereka menyayangkan sikap orang tersebut karena dianggap tidak memiliki kepedulian terhadap keselamatan orang lain karena bisa jadi sudah banyak terpapar virus corona yang dibawanya.

Bersamaan dengan ramainya kasus orang positif COVID-19 yang berwisata, jagad medsos TikTok dihangatkan dengan unggahan seorang pemengaruh perempuan yang masih sempat makan di sebuah kafe, saat suaminya diketahui positif COVID-19.

Ramainya tanggapan para warganet segera mendapat klarifikasi dari pemengaruh tersebut kalau telah terjadi ketidaktepatan urutan unggahan sehingga timbul tudingan yang tidak benar terhadap pasangan suami istri itu terkait penyebaran virus corona.

Upaya mencegah penularan COVID-19 agar tidak kembali meningkat masih terganjal oleh rendahnya kesadaran dan kepedulian masyarakat untuk tidak kendor dalam melaksanakan disiplin protokol kesehatan.

Contoh masih adanya sekelompok orang yang mengabaikan protokol kesehatan menjadi cermin bagaimana sulitnya memutus rantai penularan virus mematikan tersebut.

Di satu sisi, pemerintah berupaya keras melakukan perbaikan berkelanjutan demi menekan penularan virus di komunitas. Di sisi lain, masih ada kelompok orang yang mengedepankan ego tanpa memikirkan orang lain.

Baca juga: Kemenkes umumkan "Top 10" mall tak patuh gunakan PeduliLindungi

Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito menyayangkan adanya seorang warga yang gagal berwisata ke Bali karena positif COVID-19, tetapi malah mengalihkan liburan ke Malang, Jawa Timur.

"Melihat kondisi ini kami amat prihatin karena masih saja ada orang yang menyepelekan penularan COVID-19 bahkan sedang tinggi dalam dua minggu terakhir ini," kata dia dikutip melalui laman YouTube Sekretariat Presiden, Rabu (9/2).

Kejadian tersebut, kata dia, seharusnya bisa menjadi pelajaran bagi masyarakat tentang perlunya mengesampingkan ego demi keselamatan bersama.

Selain kesadaran yang harus tinggi dari masyarakat, pemerintah daerah, termasuk penyelenggara wisata sebagai penanggung jawab fasilitas publik, untuk ketat dalam melakukan penapisan kesehatan untuk mencegah penularan tinggi di tengah kondisi alamiah fasilitas publik yang cenderung padat.

"Untuk pemerintah daerah juga harus memberikan sanksi yang memberikan efek jera pada masyarakat, karena pandemi sudah dua tahun berjalan," tambah Wiku.

Ketidakpedulian sebagian warga dalam mematuhi protokol kesehatan, 3M (memakai masker, mencuci tangan pakai sabun di air mengalir, dan menjaga jarak), membuat angka kasus COVID-19 di Indonesia kembali mengalami peningkatan.

Kenaikan kasus COVID-19 di awal 2022 dipicu oleh infeksi virus corona tipe SARS-CoV-2 varian Omicron dengan sifat penularan lebih tinggi bila dibandingkan dengan kasus infeksi akibat virus varian Delta.

Baca juga: Menkes instruksikan koneksi daring untuk pemutakhiran PeduliLindungi

Temuan kasus pertama COVID-19 varian Omicron di Indonesia terdeteksi pada seorang petugas kebersihan berinisial N, pekerja di RSDC Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta pada 16 Desember 2021. Padahal, penularan COVID-19 varian Delta menjelang akhir 2021 telah mereda bahkan Indonesia mendapat pujian di mata dunia untuk keberhasilan menurunkan angka kasus dengan cepat.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin usai menghadiri pertemuan para Menteri Kesehatan G20 di Roma Italia, 5-6 September 2021, mengatakan pujian dari koleganya itu karena melihat perkembangan COVID-19 di Indonesia terus membaik seiring dengan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berlevel.

Berdasarkan data harian per 6 September 2021, angka kasus konfirmasi COVID-19 Indonesia turun 39 persen dan angka kematian turun 25 persen. Selanjutnya, angka keterisian tempat tidur (Bed Occupancy Rate/BOR) di seluruh RS Rujukan COVID-19 nasional menjadi 22 persen, turun 26 persen dari rata-rata tujuh hari terakhir pada September 2021.

Berkeliaran

Perilaku abai sebagian masyarakat yang sudah terdeteksi positif COVID-19 bukan kali pertama terjadi. Pada Oktober 2021, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengumumkan ada 9.855 warga terkonfirmasi positif virus corona yang masih berkeliaran di sejumlah tempat publik yang bergerak di sektor perdagangan, transportasi, pariwisata, perkantoran, keagamaan, pendidikan, olahraga, dan lainnya.

Hal itu, diketahui dari hasil pemantauan aplikasi PeduliLindungi di mana status warga yang hasil pemeriksaan terkonfirmasi COVID-19 akan secara otomatis menjadi hitam.

"Kita lihat untuk setiap aktivitas ini, berapa sih yang ternyata hitam itu. Kita kaget juga ternyata ada orang yang sakit masih nyelonong, masih masuk mal, toko, masih masuk kerja, pabrik, itu industri pergudangan ada 1.000 orang," kata Budi dalam acara daring yang disiarkan melalui kanal YouTube Sespimlemdiklatpolri Polri.

Baca juga: Epidemiolog: Butuh kesadaran semua pihak untuk tetap disiplin prokes

Hasil penelusuran data melalui PeduliLindungi yang mendeteksi ribuan orang terpapar COVID-19 masih keluar masuk ruang publik merupakan sesuatu yang ironi sekaligus mencerminkan perilaku acuh tak acuh sekelompok masyarakat di kala pemerintah sedang berjuang keras menekan penyebaran virus corona.

Aplikasi PeduliLindungi saat ini sudah menjadi bagian yang melekat dalam aktivitas masyarakat. Setiap individu "dipaksa" untuk mengunduh aplikasi tersebut pada telepon selulernya agar dapat masuk ke ruang publik, baik pusat-pusat perekonomian, sekolah, kampus, instansi pemerintah, rumah ibadah, maupun menggunakan transportasi umum.

Aplikasi ini dikembangkan untuk membantu instansi pemerintah melakukan pelacakan untuk menghentikan penyebaran COVID-19.

Saat ini, hampir semua ruang publik mensyaratkan scan QR code bagi setiap pengunjung tanpa kecuali. Tetapi fakta di lapangan tidak seperti yang diharapkan karena syarat scan QR code tersebut cenderung formalitas semata.

Para pengelola ruang publik memang telah mematuhi aturan dari pemerintah untuk mewajibkan setiap pengunjung melakukan scan QR code PeduliLindungi.

Namun, fakta di lapangan mayoritas petugas pemeriksa di pintu masuk hanya melakukan cek suhu tanpa memeriksa hasil scan. Petugas seharusnya bisa segera bertindak jika ditemukan pengunjung dengan hasil scan warna hitam dengan melarang masuk ke area publik.

Pemerintah agaknya menyadari masih banyak pengelola usaha yang menjadikan aplikasi PeduliLindungi hanya sebagai formalitas sehingga dapat terlacak orang positif COVID-19 melenggang di area publik.

Untuk memberikan efek jera bagi pengelola usaha yang masih "membandel" menerapkan disiplin PeduliLindungi, baru-baru ini Kementerian Kesehatan mengumumkan 10 besar atau Top 10 pusat perbelanjaan mal hingga restoran yang dianggap tidak patuh pada penggunaan aplikasi PeduliLindungi selama kurun 23 Januari hingga 6 Februari 2022.

Laporan ini berdasarkan data pemantauan yang dihimpun Kemenkes dari aktivitas penggunaan aplikasi PeduliLindungi di mal, hotel, restoran, dan tempat wisata. Dalam laporan tersebut, Kemenkes mengumumkan 10 besar fasilitas publik dalam skala nasional dengan penggunaan aplikasi PeduliLindungi rata-rata satu pengunjung per hari dalam kurun dua pekan.

Kemenkes juga telah memberikan teguran terhadap pelaku usaha yang dinilai tidak patuh pada pemanfaatan aplikasi PeduliLindungi sebab berpotensi besar memicu klaster penularan COVID-19.

Sejatinya, setiap orang dalam masa pandemi harus memiliki kesadaran tinggi terhadap aktivitasnya.

Di masa penularan kasus yang kembali meningkat tinggi, masyarakat agar lebih mempertimbangkan terjadinya risiko penularan sebelum beraktivitas.

Baca juga: Kemenkes tingkatkan layanan telemedisin untuk pasien isoman
Baca juga: Kemenkes: Vaksinasi penting kurangi risiko fatal infeksi COVID-19
Baca juga: Satgas ingatkan masyarakat dan sektor pariwisata selalu taat prokes

Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2022