Medan (ANTARA News) - Ibadah puasa Ramadhan bukan sekadar tradisi rutinitas religius semata, tetapi proses memperbaiki diri guna menjadi manusia lebih bertaqwa kepada Allah SWT dan semakin bermanfaat bagi manusia.

"Tanpa kegiatan seperti itu, ibadah puasa seseorang berarti tidak akan memberikan manfaat apa pun," kata sosiolog keagamaan dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sumatera Utara Ansari Yamamah, MA di Medan, Senin.

Secara sekilas, kata Ansari menjelaskan, ibadah puasa Ramadhan memang rutin diwajibkan setiap tahun terhadap seluruh umat Islam di belahan dunia.

Namun, ibadah puasa yang berlangsng selama satu bulan penuh tersebut memiliki dimensi vertikal dan horizontal dalam pembentukan karakter umat Islam.

Dalam dimensi vertikal, umat Islam dilatih untuk selalu memiliki pengorbanan dan ketaatan terhadap agama, seperti menahan lapar dan hawa nafsu seperti diperintahkan Allah SWT.

Dengan berbagai larangan yang dapat membatalkan ibadah puasa, Ramadhan juga melatih seluruh umat Islam agar dapat menyadari bahwa segala perbuatannya akan diketahui Allah SWT.

Latihan religius itu memberikan pengaruh terhadap dimensi horizontal dengan tujuan agar seluruh umat Islam dapat memiliki kepedulian sosial dan tidak melakukan segala perbuatan yang diharamkan agama.

Ia mencontohkan perintah menahan lapar dan haus yang diyakini cukup memberikan penderitaan secara pisik karena kurangnya asupan tubuh selama seharian penuh.

Seharusnya, umat Islam yang memiliki kemampuan ekonomi layak bersyukur karena penderitaan pisik tersebut hanya sebentar disebabkan telah diperbolehkan lagi menikmati makanan dan minuman ketika tiba masa berbuka puasa.

Umat Islam harus menyadari bahwa penderitaan pisik itu justru dialami kaum fakir miskin sepanjang hidupnya karena memiliki keterbatasan ekonomi untuk membeli makanan dan minuman yang dibutuhkan.

Melalui latihan dengan merasakan langsung penderitaan kaum fakir miskin itu melalui ibadah puasa, seharusnya umat Islam yang mempunyai kemampuan ekonomi dapat memiliki kepedulian sosial.

Kemudian, efek horizontol dari puasa Ramadhan lainnya adalah ketidak beranian setiap umat Islam untuk melakukan perbuatan yang dilarang agama meski tidak diketahui orang lain.

Dalam Ramadhan, umat Islam dituntut kejujurannya karena tidak ada satu pun manusia yang dapat menilai secara pisik tentang kriteria orang-orang yang berpuasa.

Seseorang dapat mengelabui orang lain dengan mengaku masih berpuasa meski secara sembunyi-sembunyi telah melakukan perbuatan yang membatalkan seperti makan dan minum.

Dalam aspek sosial, seseorang yang melaksanakan puasa dengan penuh keimanan, tidak akan pernah mau melakukan perbuatan tercela seperti mencuri, korupsi dan tindakan lain yang dilarang agama meski tidak diketahui manusia lainnya.

"Jika perilaku seorang muslim tidak mencerminkan semua itu, berarti puasa tidak lebih dari sekadar tradisi rutinitas religius semata," kata Ansari.  (I023)

Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2011