Apabila pemerintah merasa seluruh mitigasi tersebut belum kuat, Dicky menyarankan untuk dilakukannya pemastian kondisi pasien lewat kunjungan rumah.
Jakarta (ANTARA) - Epidemiolog Griffith University Australia Dicky Budiman meminta pemerintah untuk lebih memasifkan mitigasi penanganan pandemi COVID-19 meski keterisian tempat tidur di rumah sakit (BOR) masih rendah.

“Yang harus diperhatikan adalah meskipun kondisi rawatan rumah sakit setengah dari Delta, tapi ingat ini juga bergantung pada mitigasi,” kata Dicky dalam pesan suara yang diterima ANTARA di Jakarta, Rabu.

Dicky memperkirakan jumlah orang yang terinfeksi sudah mencapai di atas 100.000 kasus. Namun, keterbatasan negara dalam melakukan 3T yakni testing, tracing dan treatment membuat kasus positif tidak ditemukan, sedangkan di sisi lain mayoritas orang sudah terkena COVID-19 tanpa gejala.

Ia mengatakan dengan diberlakukan kembali Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 3 kembali diterapkan di sejumlah daerah, seharusnya pemerintah dapat menjadikan momen tersebut untuk menguatkan mitigasi baik dalam hal pelacakan kasus dan vaksinasi.

Berbagai bentuk penanggulangan seperti peningkatan literasi masyarakat tentang isolasi mandiri melalui narasi strategi komunikasi yang tepat dan memperkuat layanan telemedicine juga diperlukan, guna mencegah terjadinya telat penanganan pada orang yang terinfeksi juga menghindari adanya ketimpangan jarak penanganan di setiap daerah karena kasus yang tidak terlacak dengan baik.

“Omicron tidak bisa dianggap remeh, kita harus terus kuat dan disiplin apalagi VOC ini bisa bersifat fatal. Dia tidak lemah dan tidak akan melemah. Tingkat kematiannya juga bisa melebihi Delta bila mitigasi kita tidak kuat atau karena orang banyak abai atau deteksi kurang,” tegas Dicky.

Apabila pemerintah merasa seluruh mitigasi tersebut belum kuat, Dicky menyarankan untuk dilakukannya pemastian kondisi pasien lewat kunjungan rumah.

“Menurut saya dalam konteks Indonesia, kunjungan rumah ini menjadi penting. Banyak masyarakat kita kalau sakit, tidak ke rumah sakit. Pastikan ada kunjungan rumah, kalau waktunya vaksinasi mereka tidak datang, segera didatangi. Indonesia harus proaktif, active case finding,” kata dia.

Dicky turut menuturkan potensi berlangsungnya penularan Omicron, relatif lebih singkat dibandingkan dengan varian Delta. Walaupun demikian, jika pemerintah ingin membuka kembali berbagai aktivitas seperti Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di sekolah.

Diharapkan pemerintah tidak melupakan bila berlalunya puncak kasus, tetap memiliki dampak ikutan yang cukup lama seperti angka kematian yang tinggi dan mungkin terjadi hingga akhir bulan Maret.

“Kalau lihat dalam masyarakat kematian mungkin bisa sampai pertengahan atau akhir Maret. Kalau kita berbicara kasus, sistem pelaporan dan manajemen data kita ini masih lemah. Jadi apa yang sebetulnya terjadi, belum tentu serta merta kita bisa deteksi dan itu permasalahan-permasalahan yang kerap terjadi di negara berkembang,” ujar Dicky.
Baca juga: Pakar minta mitigasi Omicron diperluas hingga riwayat penerbangan
Baca juga: Satgas: Berbagai negara terapkan mitigasi beragam cegah Omicron
Baca juga: Epidemiolog: Kesadaran Indonesia susun mitigasi pandemi masih rawan


Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2022