Sejauh ini, terdapat lima perusahaan asal luar negeri yang menyandang status warna merah. Sedangkan perusahaan BUMN, seperti industri kelapa sawit masih ada 30 persen yang berstatus warna hitam dan merah.
Jepara (ANTARA News) - Pemerintah pusat menargetkan beban pencemaran lingkungan bisa dikurangi hingga 50 persen pada tahun 2014, kata Menteri Lingkungan Hidup Gusti Muhammad Hatta.

"Untuk merealisasikan target tersebut, perusahaan besar yang punya uang dan modal diwajibkan memenuhi tiga ketentuan, seperti pembuangan limbah cair harus memenuhi persyaratan, demikian pula limbah udara dan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan," ujarnya usai penanaman pohon sengon dan kopi di Desa Tempur, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara, di Jepara, Senin.

Apabila tidak memenuhi salah satu dari tiga persyaratan tersebut, perusahaan akan mendapatkan peringatan status warna merah bagi perusahaan yang melakukan pelanggaran tidak terlalu berat.

Sedangkan perusahaan yang menyandang status warna merah masih tetap melakukan pelanggaran maka akan masuk kategori warna hitam pertama, namun bila perusahaan tetap membandel akan dimasukkan ke kategori warna hitam dua.

Perusahaan yang menyandang status warna hitam hingga dua kali, katanya, akan diajukan ke pengadilan karena dianggap melakukan pelanggaran undang-undang pengolahan limbah.

"Sanksi pembekuan bisa dijatuhkan kepada perusahaan tersebut. Tetapi, hal ini akan disesuaikan dengan tingkat kesalahan dan keputusan pengadilan negeri," ujarnya.

Selama tahun 2011, tujuh perusahaan yang tersebar di beberapa daerah diajukan ke pengadilan negeri oleh Kementerian Lingkungan Hidup karena diduga melanggar pengolahan limbah industri sehingga mencemari lingkungan.

Ia menegaskan, tindakan tegas tidak hanya berlaku bagi perusahaan swasta dari dalam negeri, bahkan perusahaan swasta dari luar negeri dan BUMN juga dikenakan sanksi serupa.

"Sejauh ini, terdapat lima perusahaan asal luar negeri yang menyandang status warna merah. Sedangkan perusahaan BUMN, seperti industri kelapa sawit masih ada 30 persen yang berstatus warna hitam dan merah," ujarnya.

Perusahaan yang terbukti melakukan pelanggaran, katanya, akan dibina terlebih dahulu sebelum diberikan sanksi, termasuk meneliti akar permasalahannya karena ada perusahaan yang tidak sanggup membeli alat pengolah limbah karena membutuhkan investasi yang telalu mahal.

Terkadang, lanjut dia, perusahaan bersedia mengikuti ketentuan, tetapi secara bertahap karena terkait dengan kemampuan dana perusahaan dalam mendatangkan alat pengolah limbah yang membutuhkan investasi besar.

Untuk industri rumah tangga yang tidak memiliki modal cukup akan dibantu proses pengolahannya menjadi biogas, seperti industri pengolahan ikan di daerah tertentu dibantu pembuatan instalasi pengolahan air limbah.

Dengan adanya ipal, diharapkan pemilik industri pengolahan ikan tidak harus membuang limbahnya ke laut, karena mempengaruhi produksi perikanan hingga 50-an persen.

Awalnya, lanjut dia, tingkat produksi ikan di laut mencapai 66.000 ton, kini turun menjadi setengahnya karena dugaan pencemaran limbah tersebut.

Demikian pula untuk industri pengolah tahu dan tempe, akan mendapat bantuan serupa karena limbahnya mencemari lingkungan, terutama menimbulkan bau tidak sedap dan jika dibiarkan akan menimbulkan efek gas rumah kaca. (KR-AN)

Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2011