Terintegrasinya perekonomian dunia khususnya sektor pasar keuangan antar negara telah membuat mobilitas modal hampir tanpa hambatan. Hal ini meskipun membantu kelancaran perdagangan internasional tetapi juga membantu mempercepat proses terjangkitnya
Jakarta (ANTARA News) - Indonesia harus segera melakukan manajemen antisipasi krisis yg fokus dan terukur, terkait dengan kemungkinan menularnya krisis keuangan yang terjadi di Amerika dan Eropa.

Krisis kali ini jelas berbeda dengan krisis 2008 yang dipicu oleh bangkrutnya lembaga-lembaga jasa keuangan. Kali ini krisis lebih parah karena datangnya akibat membengkaknya utang publik dan pemerintah.

Apabila kemudian krisis utang ini diikuti juga oleh krisis di industri jasa keuangan (perbankan, perusahaan investasi dsb), maka keadaan akan semakin buruk. Karena pemerintah negara tersebut hampir tidak lagi memiliki kemampuan untuk memberikan bantuan likuiditas kepada industri keuangan yang membutuhkan pertolongan. Pemerintah dan swasta berada dalam jurang kebangkrutan yang sama.

Terintegrasinya perekonomian dunia khususnya sektor pasar keuangan antar negara telah membuat mobilitas modal hampir tanpa hambatan. Hal ini meskipun membantu kelancaran perdagangan internasional tetapi juga membantu mempercepat proses terjangkitnya banyak negara terhadap krisis yang terjadi di sebuah negara. Apalagi Amerika yang mata uangnya banyak dijadikan alat transaksi perdagangan internasional termasuk perdagangan migas.

Aliran modal yang belakangan masuk cukup deras ke dalam negeri boleh jadi menjadi mesin penghancur perekonomian yang sangat efektif jika tidak dijaga dan dimanfaatkan dengan baik.

Kemungkinan buruk tentang terjadinya capital outflow akibat krisis likuiditas negara-negara investor nantinya akan berimplikasi pada banyak hal di Indonesia, mulai dari terdepresiasinya nilai tukar rupiah, terdorongnya tingkat inflasi, hingga krisis likuditas di pasar keuangan dalam negeri harus di antisipasi sejak saat ini.

Perlu diingat belum adanya standar prosedur penanganan krisis yang jelas dan memadai dapat menjadi sumber utama kepanikan pelaku pasar di Indonesia.

Penanganan krisis secara ad hoc seperti meminta BUMN menjadi pembeli siaga SUN dan penyiapan dana talangan yang tidak ada hubungannya dengan stimulasi kesehatan sistem keuangan justru dapat menimbulkan sinyal negatif kepada pasar.

Saatnya pemerintah mendengarkan seluruh masukan dari berbagai pihak, mencari solusi terbaik untuk meminimalisir dampak krisis AS dan Eropa tersebut.

Sambil mempercepat hadirnya prosedur penanganan krisis yang memadai dan implementatif serta sesuai dengan hukum dan teori-teori ekonomi yang cocok bagi Indonesia.

Yang perlu diingat apapun kemudian keputusan yang diambil, yang kita selamatkan bukanlah pasar tetapi masa depan dari 230 juta rakyat Indonesia.


Dr.Arif Budimanta
(Anggota DPR RI, Komisi Keuangan Perbankan FPDI Perjuangan dan Koordinator Kaukus Ekonomi Pancasila DPR RI))

Oleh Dr. Arif Budimanta
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2011