Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah menyusun pola kebijakan stimulus fiskal mengikuti kelaziman program-prgram serupa yang disusun negara lain sehingga dapat dibandingkan satu sama lain. "Kami membuat definisi yang setara dengan negara lain supaya kita bisa membandingkan volume stimulus satu negara dengan negara lain," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal Depkeu (BKF) Anggito Abimanyu di Jakarta, Selasa. Ia menyebutkan, stimulus fiskal merupakan kebijakan yang sifatnya ad hoc (sementara) dan terefleksi dalam APBN apakah menyangkut penerimaan maupun belanja kepada masyarakat atau dunia usaha. Sebelumnya pada Selasa siang pemerintah menyampaikan program mengatasi dampak krisis global melalui stimulus fiskal APBN 2009 kepada DPR. Total stimulus fiskal pada APBN 2009 dalam rangka antisipasi dan penanganan dampak krisis global akan mencapai jumlah Rp71,3 triliun atau sekitar 1,4 persen dari PDB. Jumlah stimulus fiskal itu terdiri dari penghematan pembayaran pajak (tax saving) sebesar Rp43 triliun atau 0,8 persen dari PDB. Stimulus lain berupa subsidi pajak dan bea masuk ditanggung pemerintah (PPNDTP dan BMDTP) yaitu untuk eksplorasi migas dan migor sebesar Rp3,5 triliun (0,07 persen dari PDB), BMDTP bahan baku dan barang modal Rp2,5 triliun (0,05 persen dari PDB), PPh karyawan Rp6,5 triliun (0,12 persen dari PDB), dan PPh panas bumi Rp0,8 triliun (0,02 persen). Selain itu juga terdapat subsidi dan belanja kepada dunia usaha dan pencipataan lapangan kerja, yang terdiri dari penurunan harga solar (subsidi solar) Rp2,8 triliun (0,05 persen), diskon beban puncak listrik industri Rp1,4 triliun (0,03 persen), tambahan belanja infrastruktur Rp10 triliun (0,2 persen), dan perluasan program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM) sebesar Rp0,6 triliun atau 0,01 persen dari PDB. Pemerintah mencatat, pemerintah Malaysia paling besar memberikan stimulus fiskal yaitu hingga mencapai 4,4 persen dari PDB. Sementara negara lain AS 1,2 persen, Inggris 1,1 persen, China 0,6 persen, Jepang 1,0 persen, Korea 0,9 persen. Negara lainnya seperti Australia 1,5 persen, India 0,9 persen, Singapura 1,1 persen, dan Thailand 1,8 persen. Sementara itu mengenai stimulus fiskal sebesar Rp12,5 triliun kemudian ditambah Rp15 triliun sehingga menjadi Rp27,5 triliun, Anggito menjelaskan, jumlah itu sudah termasuk dalam Rp71,3 triliun. "Jadi kita tidak lagi menghitung yang Rp12,5 triliun kemudian Rp15 triliun, meskipun itu ada dalam Rp71,3 triliun. Inilah yang bisa dipertanggungjawabkan secara teknis dan dapat dibandingkan dengan negara lain," jelasnya.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009