Jakarta (ANTARA) - Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM Beka Ulung Hapsara menegaskan tidak semua opini atau ekspresi ketidaksukaan dapat dimaknai sebagai ujaran kebencian, karena harus melihat konteks, pengujar, intensi, isi, jangkauan ujaran, dan potensi implikasi.

“Ujaran kebencian itu penentuannya sangat ketat. Membutuhkan tolok ukur atau standar ambang batas yang tinggi,” kata Beka ketika memberi pengantar dalam Forum Literasi Hukum dan HAM Digital di kanal YouTube Ditjen IKP Kominfo, dipantau dari Jakarta, Senin.

Beka mendefinisikan ujaran kebencian sebagai pernyataan lisan yang menyatakan kebencian, mendorong kekerasan kepada seseorang atau kelompok berdasarkan pada latar belakang tertentu, seperti ras, agama, jenis kelamin, atau orientasi seksual.

Baca juga: FKPT Jabar: Ujaran kebencian bukan kebebasan demokrasi

Dampak dari ujaran kebencian adalah mendorong intoleransi dan kebencian, merendahkan, dan memecah belah bangsa. Oleh karena itu, guna mencegah buruknya dampak dari ujaran kebencian, terdapat pembatasan dalam kebebasan berpendapat.

“HAM juga mengenal pembatasan,” ucap dia.

Terdapat dua jenis pembatasan kebebasan berpendapat. Pembatasan pertama adalah pendapat tidak boleh merendahkan harkat dan martabat orang lain.

“Misalkan, ketika kita berbeda pendapat dengan seseorang, tiba-tiba kita mengekspresikan ketidaksukaan dengan merendahkan orang lain seperti menyamakan orang lain dengan binatang,” tuturnya.

Baca juga: Akademisi: Pahami persepsi toleransi untuk hindari ujaran kebencian

Pembatasan kedua adalah pendapat tidak boleh membahayakan keamanan nasional atau negara. Mekanisme dalam melakukan kedua jenis pembatasan tersebut harus diatur dengan hukum, diperlukan dalam masyarakat demokratis, bertujuan untuk melindungi ketertiban umum dan kesehatan publik.

“Misalnya, hoaks tentang COVID-19 dan tentang vaksin, itu harus ada aturannya. Kalau dibiarkan sebebas-bebasnya, tentu saja ketika ada masyarakat yang akses informasi dan pengetahuannya terbatas akan sangat berbahaya ketika diberi hoaks,” kata Beka menjelaskan.

Selain itu, pembatasan juga perlu dilakukan untuk melindungi moral publik, keamanan nasional, keselamatan publik, dan melindungi hak kebebasan milik orang lain.

Baca juga: Rektor UIN Palu: Masyarakat jangan terpengaruh dengan ujaran kebencian

Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2022