Inilah yang saya sebut sebagai hikmah di balik datangnya musibah.
Jakarta (ANTARA) - Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Syarifuddin mengatakan pihaknya sepanjang 2021 telah menyelesaikan sebanyak 129.575 perkara pidana melalui sistem persidangan elektronik.

"Gambaran tersebut menunjukkan bahwa sistem peradilan elektronik telah berjalan secara efektif," kata Syarifuddin ketika menyampaikan Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI Tahun 2021 yang disiarkan di kanal YouTube Mahkamah Agung Republik Indonesia, dipantau dari Jakarta, Selasa.

Ia mengatakan bahwa capaian tersebut merupakan catatan dari Mahkamah Agung terkait dengan penyelesaian perkara pidana di luar perkara pelanggaran lalu lintas, perkara pidana militer, serta perkara jinayat setelah berlakunya Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 4 Tahun 2020 tentang Administrasi dan Persidangan Perkara Pidana Secara Elektronik.

Lebih lanjut, Syarifuddin juga mengungkapkan bahwa, pada tahun 2021 jumlah perkara perdata, perkara perdata agama, dan perkara tata usaha negara yang didaftarkan melalui aplikasi e-Court di pengadilan tingkat mencapai 225.072 perkara. Dari jumlah tersebut, sebanyak 11.817 perkara telah disidangkan secara e-Litigation.

"Meningkat sebesar 20,37 persen dibandingkan tahun 2020," ucapnya.

Sementara itu, pada pengadilan tingkat banding, jumlah perkara banding yang telah didaftarkan dengan menggunakan aplikasi e-Court pada tahun 2021 sebanyak 1.876 perkara. Dari jumlah tersebut, sebanyak 1.712 perkara telah selesai diputus.

Tidak terbatas pada gambaran jumlah perkara, Syarifuddin menyebutkan jumlah pengguna terdaftar dan pengguna lainnya yang menggunakan layanan e-Court.

Sampai dengan 31 Desember 2021, tercatat 208.851 pengguna, yang terdiri atas 48.002 pengguna terdaftar dari kalangan advokat, dan 160.849 pengguna lainnya dari kalangan perorangan, pemerintah, badan hukum, dan kuasa insidental.

"Tidak dapat dipungkiri bahwa percepatan pemberlakuan sistem peradilan elektronik dipengaruhi oleh situasi darurat akibat munculnya pandemi COVID-19," kata Syarifuddin.

Pandemi COVID-19 yang mengakibatkan pembatasan pertemuan secara fisik di ruang sidang telah mempercepat implementasi dari rencana kerja yang termuat dalam Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010—2035.

"Inilah yang saya sebut sebagai hikmah di balik datangnya musibah," tuturnya.

Baca juga: Ketua MA sebut pandemi bawa hikmah untuk persidangan

Baca juga: Penerapan permanen sidang perkara pidana secara daring

Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2022