Sanaa (ANTARA News) - Ledakan di dekat kompleks pemerintah yang dikuasai gerilyawan Syiah Zaidi di Yaman utara menewaskan dua orang, kata gerilyawan, Senin.

"Sebuah bom mobil meledak" di dekat pusat medis di kota Al-Matamma di provinsi Al-Jawf, sebelah timurlaut Sanaa, ibu kota Yaman, menewaskan dua orang dan mencederai seorang, kata gerilyawan dalam sebuah pernyataan mengenai serangan Minggu malam itu, lapor AFP.

Gerilyawan menuduh agen-agen intelijen AS merencanakan "serangan kriminal terhadap pemberontak Yaman" dan ledakan itu dimaksudkan untuk "menyulut perpecahan sektarian antara orang-orang Yaman".

Mereka mengatakan, serangan itu bertujuan "membantu mempertahankan rejim tidak adil" Presiden Ali Abdullah Saleh yang selama enam bulan ini menghadapi protes menentang pemerintahnya.

Ledakan itu terjadi ketika para pemimpin gerilyawan Syiah mengadakan pertemuan di kompleks perkantoran pemerintah di dekat pusat medis di Al-Matamma, kata beberapa saksi.

Kompleks itu terbakar dan suara ledakan terdengar di sejumlah pedesaan sekitarnya, kata saksi dan sumber suku.

Ledakan itu terjadi dua hari setelah penandatanganan gencatan senjata oleh gerilyawan Syiah dan partai Islamis Al-Islah, dalam upaya menghentikan pertempuran yang terjadi sejak Maret di daerah dekat perbatasan dengan Arab Saudi itu.

Saleh, yang telah berkuasa selama 33 tahun, menghadapi protes sejak Januari untuk menuntut pengunduran dirinya, yang disambut dengan tindakan keras aparat keamanan.

Demonstrasi di Yaman sejak akhir Januari yang menuntut pengunduran diri Saleh telah menewaskan lebih dari 300 orang.

Dengan jumlah kematian yang terus meningkat, Saleh, sekutu lama Washington dalam perang melawan Al-Qaeda, kehilangan dukungan AS.

Pemerintah AS mengambil bagian dalam upaya-upaya untuk merundingkan pengunduran diri Saleh dan penyerahan kekuasaan sementara, menurut sebuah laporan di New York Times.

Para pejabat AS menganggap posisi Saleh tidak bisa lagi dipertahankan karena protes yang meluas dan ia harus meninggalkan kursi presiden, kata laporan itu.

Meski demikian, Washington memperingatkan bahwa jatuhnya Saleh selaku sekutu utama AS dalam perang melawan Al-Qaeda akan menimbulkan "ancaman nyata" bagi AS.

Yaman adalah negara leluhur almarhum pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden dan hingga kini masih menghadapi kekerasan separatis di wilayah utara dan selatan.

Yaman Utara dan Yaman Selatan secara resmi bersatu membentuk Republik Yaman pada 1990 namun banyak pihak di wilayah selatan, yang menjadi tempat sebagian besar minyak Yaman, mengatakan bahwa orang utara menggunakan penyatuan itu untuk menguasai sumber-sumber alam dan mendiskriminasi mereka.

Negara-negara Barat, khususnya AS, semakin khawatir atas ancaman ekstrimisme di Yaman, termasuk kegiatan Al-Qaeda di Semenanjung Arab (AQAP).

Negara-negara Barat dan Arab Saudi, tetangga Yaman, khawatir negara itu akan gagal dan Al-Qaeda memanfaatkan kekacauan yang terjadi untuk memperkuat cengkeraman mereka di negara Arab miskin itu dan mengubahnya menjadi tempat peluncuran untuk serangan-serangan lebih lanjut.

Yaman menjadi sorotan dunia ketika sayap regional Al-Qaeda AQAP menyatakan mendalangi serangan bom gagal terhadap pesawat penumpang AS pada Hari Natal.

AQAP menyatakan pada akhir Desember 2009, mereka memberi tersangka warga Nigeria "alat yang secara teknis canggih" dan mengatakan kepada orang-orang AS bahwa serangan lebih lanjut akan dilakukan.

Para analis khawatir bahwa Yaman akan runtuh akibat pemberontakan Syiah di wilayah utara, gerakan separatis di wilayah selatan dan serangan-serangan Al-Qaeda. Negara miskin itu berbatasan dengan Arab Saudi, negara pengekspor minyak terbesar dunia.

Selain separatisme, Yaman juga dilanda penculikan warga asing dalam beberapa tahun ini. (M014/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011