Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan komitmen pemerintah untuk menegakkan supremasi hukum, termasuk upaya pemberantasan korupsi, namun tidak menyinggung sama sekali kasus mantan bendahara umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.

"Prinsip supremasi hukum menegaskan bahwa hukum berdiri di atas semua lembaga dan warga negara, dan hanya kepada hukum sajalah semua pihak tunduk kepadanya. Dan, akhirnya, kesetaraan di depan hukum menegaskan bahwa semua warga negara, tanpa kecuali, memiliki kewajiban yang sama di depan hukum. Semua ini berarti bahwa menegakkan hukum dan keadilan adalah mandat konstitusional yang menjadi prioritas pemerintah," kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada pidato kenegaraan di sidang bersama DPR-DPD di Senayan, Jakarta, Selasa.

Menurut Presiden, salah satu agenda besar dalam reformasi dan pembangunan bangsa adalah makin tegaknya hukum dan keadilan. Keadilan untuk semua, dan tentu tidak ingin hukum hanya keras dan berlaku bagi yang lemah. Namun, dengan jujur harus diakui tegaknya hukum dan keadilan ini masih menjadi tantangan besar.

Presiden menjelaskan tahun ini ada sejumlah kasus hukum yang menjadi perhatian masyarakat luas, di antaranya kasus TKI di luar negeri.

Menyangkut pemberantasan korupsi, Presiden sama sekali tidak menyinggung kasus dugaan korupsi dalam pembangunan wisma atlet di Palembang yang melibatkan mantan bendara umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin. Namun dia mengakui bahwa efektivitas pemberantasan korupsi masih harus terus ditingkatkan.

Menurut Presiden, regulasi antikorupsi harus terus disempurnakan. Selain itu, lembaga-lembaga antikorupsi seperti Komisi Pemberantasan Korupsi, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan serta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, harus terus diperkuat dan didukung efektivitas kerjanya.

"Upaya untuk melemahkan KPK harus kita cegah dengan sekuat tenaga. Proses seleksi pimpinan KPK yang sekarang sedang berjalan, perlu sama-sama kita kawal agar menghasilkan Pimpinan KPK yang berintegritas dan profesional. Untuk itu, mekanisme kerja di internal KPK sendiri perlu terus disempurnakan, sehingga tetap steril dari korupsi," kata Presiden SBY.

Dalam kesempatan itu Presiden SBY memaparkan keberhasilan pemerintah dalam membebaskan hukuman mati bagi beberapa TKI di Luar negeri.

Menurut Presiden, hukuman mati terhadap seorang Warga Negara Indonesia di Arab Saudi, telah menggores perasaan masyarakat Indonesia.

Mengingat besarnya WNI yang bekerja di luar negeri, dalam berbagai jenis pekerjaan, kata SBY, memang tidak sedikit di antaranya yang terlibat dalam permasalahan hukum di negara-negara tempat mereka tinggal dan bekerja.

Pemerintah, kata Presiden SBY, tentu terus berjuang dari sisi kemanusiaan dan keadilan, untuk berikhtiar memohonkan pengampunan atau peringanan hukuman bagi mereka.

Dia mengaku secara pribadi, dan jajaran pemerintah terus aktif memintakan pengampunan dan peringanan hukuman itu, baik secara tertulis ataupun lisan, pemerintah telah membentuk sebuah Satuan Tugas, yang secara khusus melaksanakan misi diplomasi dan upaya hukum yang amat penting ini.

"Alhamdulillah, meskipun misi ini sangatlah tidak mudah, karena masing-masing negara memiliki sistem hukumnya sendiri, upaya kita mulai menunjukkan hasil. Sejumlah warga negara Indonesia yang terancam hukuman mati telah mendapatkan pengampunan dan peringanan hukuman," kata Presiden SBY.
(T.J004/H-KWR)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011