Bandung (ANTARA) - Pemberian gelar pahlawan nasional menjadi agenda tahunan dilakukan pemerintah Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan.

Di dalam ini diatur sejumlah syarat yang wajib dipenuhi untuk setiap pengajuan nama calon pahlawan nasional.

Apabila merujuk UU tersebut, yang terklasifikasi sebagai syarat umum bagi seorang tokoh layak menjadi calon pahlawan merupakan warga negara Indonesia atau orang yang berjuang di wilayah yang saat ini menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Setiap tahun, hampir seluruh daerah di Indonesia mengajukan sejumlah nama tokoh ke pemerintah pusat untuk jadi atau mendapatkan gelar pahlawan nasional.

Hal demikian seperti dilakukan Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

Provinsi yang dipimpin Ridwan Kamil ini terus memproses pengusulan Prof Dr Mochtar Kusumaatmadja agar ditetapkan sebagai salah satu pahlawan nasional pada 2022.

Upaya meyakinkan pemerintah pusat terus dilakukan, salah satunya menamai Jalan Layang Nasional Pasupati di Kota Bandung menjadi Jalan Mochtar Kusumaatmadja.

Pemprov Jawa Barat juga mendukung civitas academica Universitas Padjadjaran Bandung sebagai inisiator mengusung penggagas wawasan nusantara sebagai pahlawan nasional.

Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Daerah (TP2GD) Jawa Barat terus mengumpulkan berkas persyaratan lainnya guna menguatkan pengajuan, sebelum dikirim ke Kementerian Sosial pada Maret 2022.

Mochtar Kusumaatmadja dengan peran berharganya memperluas wilayah Indonesia tanpa senjata dan darah.

Guru Besar Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Unpad yang juga anggota Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Daerah (TP2GD) Jawa Barat Prof Dr Reiza D. Dienaputra mengatakan masih ada beberapa dokumen yang harus dilengkapi, termasuk melaporkan bangunan monumental yang dinamakan Mochtar Kusumaatmadja.

Saat ini, baru Universitas Padjadjaran yang menamakan perpustakaan mereka dengan sebutan Perpustakaan Mochtar Kusumaatmadja.

Baca juga: Mantan Menteri Luar Negeri Mochtar Kusumaatmadja wafat

Di Kota Bandung, upaya TP2GD dan inisiasi Gubernur Ridwan Kamil telah membuahkan hasil dengan persetujuan pemerintah pusat untuk Jalan Layang Nasional Pasupati menjadi Jalan Mochtar Kusumaatmadja.

Semula, di Bandung dipilih Jalan Merdeka, namun karena banyak administrasi kependudukan yang terkait maka diputuskan Jalan Layang Nasional Pasupati karena administrasi kependudukan tidak sekompleks di Jalan Merdeka.

Gubernur M. Ridwan Kamil menuturkan Mochtar Kusumaatmadja memiliki jasa besar bagi nasional dan internasional yang secara tidak langsung mengharumkan nama Kota Bandung karena sosoknya berkhidmat di Universitas Padjadjaran Kota Bandung.

Mochtar Kusumaatmadja tidak lain orang yang membuat pemikiran wawasan nusantara akhirnya diakui dunia internasional.

Wawasan nusantara merujuk pada cara pandang bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya sebagai negara kepulauan dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan wilayah.

Wawasan nusantara tercetus dari gagasan batas teritorial laut Indonesia melalui Deklarasi Djuanda pada 1957. Pada 1982 konsep wawasan nusantara diakui sebagai konstitusi internasional di tingkat Persatuan Bangsa Bangsa berkat perjuangan Mochtar Kusumaatmadja.

Hingga saat ini wawasan nusantara menjadi landasan Indonesia dalam menentukan batas teritorial wilayah sebagai upaya merajut semangat kebangsaan.

Ada beberapa alasan untuk sosok itu diusulkan sebagai pahlawan nasional dari Sunda. Mochtar Kusumaatmadja asli orang Sunda, ayah dan ibunya orang Sunda secara genetiologis.

Jika diperhatikan jejak-jejak selanjutnya, Mochtar Kusumaatmadja adalah Sunda secara sosial budaya. Kurang lebih 41 tahun mengabdi sebagai dosen Universitas Padjadjaran (Unpad) atau sejak 1958 hingga 1 Maret 1999.

Setelah berhenti dari dosen, Mochtar menjadi dosen purnabakti Unpad selama kurang lebih 22 tahun, sejak 1 Maret 1999 hingga wafat pada 6 Juni 2021.

Sebagai bentuk penghargaan atas pengabdian yang luar biasa Mochtar Kusumaatmadja pada 2 Januari 2009, Rektor Unpad Ganjar Kurnia meresmikan Gedung Perpustakaan Hukum dengan nama Mochtar Kusumaatmadja.

Sebagai akademisi, kontribusi Prof Mochtar juga dibuktikan dengan ratusan karya ilmiah yang dibuat, baik pada kesempatan pertemuan-pertemuan nasional maupun internasional, yang akan disampaikan dalam proses pengusulan pahlawan nasional.

Baca juga: Jabar usulkan Mochtar Kusumaatmadja sebagai pahlawan nasional

Prof Mochtar Kusumaatmadja juga dikenal sebagai budayawan, pencinta, praktisi, dan pemikir kebudayaan daerah serta nasional.

Mochtar juga penggagas diplomasi melalui kebudayaan yang dinilai luar biasa melakukan internasionalisasi kebudayaan daerah melalui Pameran Kebudayaan Indonesia Amerika Serikat (KIAS).

Selain menghadirkan sosok Mochtar, dalam berbagai artefak penting di Indonesia, tokoh Jabar ini diakui dunia internasional dan hingga saat ini jejak perjuangannya tercatat apik dalam sejarah bangsa Indonesia.

Bukan tanpa alasan Mochtar Kusumaatmadja diusulkan menjadi pahlawan nasional.

Sejarah menceritakan bahwa Mochtar telah berjuang selama 25 tahun melalui jalan diplomasi untuk menegakkan kedaulatan Indonesia melalui konsep negara kepulauan (Archipelagic State) yang pada 1957 telah mendapat legalitas di Deklarasi Djuanda.

Konsep yang dicetuskan Mochtar berusaha mendobrak peraturan ordonansi Belanda 1939 yang mengatur batas laut internasional, dianggap sebagai penghambat perwujudan Indonesia sebagai negara kepulauan.

Melalui konsep itu, ia berprinsip bahwa wilayah lautan menjadi alat pemersatu bangsa, bukan malah sebaliknya sebagai pemisah. Inilah yang kemudian diperjuangkan Indonesia dalam beberapa kali konvensi hukum laut internasional, di mana Mochtar Kusumaatmadja terlibat aktif sebagai delegasi.

Kontribusi Mochtar Kusumaatmadja sudah terlihat sejak menjadi Wakil Delegasi Indonesia di Konvensi Hukum Laut ke-1 pada 1958 di Jenewa, Swiss.

Pada kesempatan inilah dunia pertama kali mendengar konsep negara kepulauan yang kemudian mendapat penolakan dari negara maritim besar, seperti Inggris dan Amerika Serikat.

Amerika Serikat bahkan mengirim pesan diplomasi kepada Menteri Luar Negeri Indonesia pada masa itu, yang berisi protes terhadap perluasan daerah perairan Indonesia hingga 12 mil limit yang memang ditetapkan dalam Deklarasi Djuanda. Menyusul kemudian protes Australia, Belanda, Prancis, dan Selandia Baru.

Baca juga: Jabar sematkan nama Mochtar Kusumaatmadja pada Jalan Layang Pasupati

Langkah Indonesia di dunia internasional pun terhambat. Dalam Konvensi Hukum Laut ke-2 pada 1960 di Jenewa, Swiss, konsep itu kembali ditentang banyak negara.

Namun spirit Deklarasi Djuanda di dalam negeri tak surut. Bahkan pemerintah Indonesia saat itu mengeluarkan Undang-Undang Nomor 4/ PP Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia.

Pada 1969, Indonesia memperkenalkan konsep landas kontinental yang masih bernafas konsep negara kepulauan. Kali ini konsep yang ditawarkan Indonesia tidak mendapat tentangan seperti sebelumnya.

Pada 17 Februari 1969, landas kontinental ini langsung ditindaklanjuti dengan pembentukan Tim Teknis Landas Kontinen dengan ketua Mochtar Kusumaatmadja.

Tugasnya melakukan diplomasi mencapai kesepakatan garis batas wilayah, baik itu garis batas kontinen maupun garis batas wilayah laut lainnya.

Dalam kepemimpinan Mochtar, tim teknis berhasil menemukan kesepakatan dengan berbagai negara tetangga.

Memasuki 1970-an, kesadaran arti penting Konferensi Hukum Laut muncul dari negara-negara baru merdeka. Muncul desakan agar diadakan Konferensi Hukum Laut PBB Ke-3 pada 1973.

Pada tahun yang sama wawasan nusantara ditetapkan sebagai pokok pelaksanaan GBHN dengan ketetapan MPR Nomor 4 Tahun 1973.

Pada Konferensi Hukum Laut ke-3, Mochtar menjadi Wakil Ketua Delegasi Indonesia. Pada 1982, ia dipercaya menjadi ketua delegasi pada Konvensi Hukum Laut ke-3 di Montego Bay, Jamaika. Pada 10 Desember 1982, konsepsi negara kepulauan disetujui dunia internasional.

Mochtar Kusumaatmadja berhasil menyelesaikan tugas diplomasi selama 25 tahun dan baru pada 16 November 1994, Konvensi 1982 mulai berlaku secara efektif.

Berkat perjuangan tanpa lelah, wilayah perairan Indonesia secara resmi bertambah tiga juta kilometer persegi, sehingga total wilayah kedaulatan RI menjadi delapan juta kilometer persegi.

Perjuangan Mochtar Kusumaatmadja selama 1957-1982 akan selalu tercatat dalam sejarah Indonesia.

Kelihaian dan kesabarannya berunding dengan negara lain, terutama dalam penetapan batas laut teritorial, batas darat, dan batas kontinen, menjadi kontribusi nyata Mochtar Kusumaatmadja.

Baca juga: Wamenlu: pengabdian Mochtar Kusumaatmadja jadi teladan bagi Indonesia
Baca juga: Kemlu kenang pengabdian Mochtar Kusumaatmadja
Baca juga: Menilik sejarah Indonesia melalui Mochtar Kusumaatmadja


Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2022