Jakarta (ANTARA News) - Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar menjamin tidak ada tekanan terhadap Nazaruddin, tersangka kasus suap pembangunan wisma Atlet SEA Games di Palembang, dan jika ada upaya menekan atau mengarahkan Nazaruddin pasti akan berbicara secara terbuka.

"Jadi tidak mungkin, tidak ada (tekanan terhadap Nazaruddin tersebut," ujar Patrialis menjawab pers sesaat sebelum menghadiri peringatan Hari Konstitusi di Gedung MPR/DPR RI di Jakarta, Kamis.

Dalam acara peringatan Hari Konstitusi yang digagas MPR itu, hadir pula Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wapres Boediono serta jajaran menteri anggota kabinet Indonesia bersatu II.

Menurut Menkum dan HAM, pihaknya juga tidak yakin ada pihak-pihak yang mencoba mempengaruhi mantan bendahara umum DPP Partai Demokrat itu mengingat faktor risiko Nazaruddin akan kembali berbicara secara terbuka kepada masyarakat luas.

"Siapa yang mau menekan gini hari, karena nanti pasti Nazaruddin ngomong lagi," ujarnya.

Remisi

Sementara itu ketika ditanya soal remisi untuk koruptor, Patrialis mengatakan bahwa sebagai wacana silahkan saja hal tersebut dikemukakan. Namun untuk pemberian remisi itu harus pula dilihat kualifikasi-kualifikasi yang ada.

Ditegaskannya bahwa jangan pula semua koruptor disama-ratakan. "Kalau bebas itu, dia dapat remisi dan sudah saatnya harus bebas," ujarnya.

Jadi, ia menambahkan, remisi itu hanya untuk mendorong saja dan sebelum remisi diberikan juga ada kualifikasinya tertentu yang harus dibicarakan.

Sejumlah hal yang menjadi pertimbangan dalam pemberian remisi itu misalnya korupsi yang bagaimana, berapa jumlahnya dan lain sebagainya.

"Sekarang ini orang tidak bisa membuktikan keuangan negara 50 juta saja sudah dianggap korupsi. 25 juta dianggap korupsi. Ini bukan berarti pemaafan tapi memang harus ada kualifikasi," ujarnya.

Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa apabila korupsi diatas Rp1 miliar, maka aturan untuk pemberian remisi atau hal-hal lainnya memang lebih kaku aturannya.

"Tapi kalau dibawah Rp1 miliar, artinya tidak ada uang pengganti. Misalnya gratifikasi. Gratifikasi itu kan korupsi juga, tapi tidak ada uang pengganti ke negara," demikian Patrialis Akbar.

(D011/A011)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011