Yogyakarta (ANTARA News) - Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menilai, pernyataan tersangka kasus dugaan suap pembangunan wisma atlet SEA Games 2011 M Nazaruddin untuk membarter hukuman, jelas tidak dapat dilakukan.

"Jika istrinya sudah menjadi tersangka, maka Nazaruddin tidak bisa melakukan barter hukuman," kata Mahfud MD usai menjadi pembicara pada kuliah pembuka Program Pascasarjana Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Sabtu.

Menurut dia, istri M Nazaruddin, Neneng Sri Wahyuni yang kini berstatus tersangka harus segera ditangkap dan menjalani hukuman sesuai dengan tindakan kriminal yang telah dilakukannya.

"Jadi, kalau Nazaruddin mengatakan, siap menerima hukuman berapapun asalkan istri dibebaskan, maka itu tidak bisa dilakukan," katanya.

Saat ini, Neneng Sri Wahyuni telah ditetapkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka pada kasus dukaan korupsi pengadaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) pada 2008.

Ia menambahkan, surat yang dikirim Nazaruddin ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk bisa memberikan perlindungan kepada istri dan anaknya hanya merupakan sensasi.

"Kalau anaknya boleh dilindungi karena memang masih kecil. Tetapi, kalau istrinya harus ditangkap," katanya.

Ia menambahkan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak dapat memberikan perlindungan kepada istri tersangka kasus dugaan suap pembangunan wisma atlet tersebut karena kasus tersebut sudah ditangani oleh KPK.

"Biarkan kasus ini berjalan sesuai prosedur di KPK. Saya yakin, akan diperoleh hasil yang maksimal," katanya.

Mahfud juga menegaskan, penangkapan Nazaruddin tersebut sudah sesuai dengan prosedur yang benar dan tidak ada yang aneh dalam penangkapan tersebut.

Ia bahkan menyebutkan adanya "kegenitan" pengamat yang seakan-akan menyalahkan penangkanan Nazaruddin dengan mengatakan ada rekayasa dibalik penangkapan tersebut.

"Menurut saya, tidak ada rekayasa. Penangkapan itu sudah sesuai dengan prosedur hukum," katanya.

Ia mengingatkan, saat tersangka tersebut lari dari Indonesia, muncul berbagai komentar sinis dari pengamat yang menyatakan, Nazaruddin tidak akan ditangkap karena dilindungi.

Namun, ia menambahkan, pemerintah benar-benar melakukan penangkapan terhadap tersangka tersebut sehingga analisa dan kecurigaan dari pengamat tersebut tidak benar.

"Sekarang, muncul pernyataan bahwa penangkapan itu rekayasa atau ada pelanggaran hak asasi manusia dalam penangkapannya," katanya.

Ia berharap, bangsa Indonesia tidak selalu menyalahkan langkah yang sudah dilakukan dalam penangkapan Nazaruddin karena sudah benar.

"KPK pun tidak mungkin melakukan rekayasa pada kasus ini," tegasnya. 
(*)

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2011