Jakarta (ANTARA News) - Pergamat politik dari Indobarometer Dr M Qodari berpendapat, fatwa haram terhadap keputusan memilih untuk tidak memilih (golongan putih/golput) membingunkan masyarakat.

"Membingungkan karena seseorang bersikap golput itu karena dua sebab, yaitu persoalan administrasi dan persoalan poltik," katanya di Jakarta, Selasa menanggapi keputusan MUI mengenai haram mengambil sikap golput pada pemilihan umum.

Qodari mengemukakan, sampai saat ini KPU masih bekerja keras membenahi administrasi pemilih. Asipirasi atau temuan mengenai belum semua pemilih terdaftar dalam Daftar pemilih Tetap (DPT) juga sering mencuat di publik.

"Kalau tidak terdaftar sebagai pemilih pada Pemilu padahal sebenarnya memilih hak untuk memilih bagaimana mau menggunakan hak pilih. Jadi, fatwa haram golput ini terbentur dengan hal-hal administrasi pemilu," katanya.

Masyarakat yang sampai sekarang belum terdaftar sebagai pemilih dalam DPT merasa bingung. "Mau menggunakan hak pilih tetapi tidak terdaftar, kalau tidak menggunakan hak pilih ada fatwa haram dari MUI," katanya.

Sedangkan persoalan politik, Qodari menjelaskan, sikap itu sudah dipahami publik sebagai keputusan untuk tidak memilih atau menggunakan hak pilih karena kekecewaan kepada kinerja pemerintah.

Selain membingungkan, Qodari memperkirakan, fatwa haram untuk golput itu tidak akan banyak dipatuhi karena masyarakat sudah memahami bahwa menggunakan hak pilih adalah hak pribadi dan tidak ada pemaksaan.


Berlebihan

Keputusan Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa haram terhadap rokok dan bersikap tidak memilih (golongan putih/golput) dinilai Ketua Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) DPR Effendy Choirie berlebihan sehingga fatwa itu diperkirakan tidak akan efektif.

"Putusan itu tidak berdasarkan sebab-sebab hukum (illat) secara komprehensif, melainkan sepotong-sepotong," kata Effendy Choirie di Gedung DPR/MPR Jakarta, Selasa.

Politisi asal Gresik yang biasa disapa Gus Choi ini mengemukakan, fatwa itu juga kurang didasarkan pada pertimbangan yang lebih luas. Rokok, misalnya, apakah MUI tidak berpikir petani tembakau, karyawan pabrik rokok dan penjual rokok asongan di jalanan yang jumlahnya jutaan orang.

"Golput dalam Pemilu 2009 juga demikian. Karena saya sebagai warga NU, saya mengikuti fatwa NU yang memutuskan tidak sampai haram. Tapi, hanya tidak bertanggungjawab terhadap kelangsungan berbangsa dan bernegara ini," katanya.


MUI mencampuri urusan politik

Ketua DPR RI Agung Laksono juga mengemukakan, fatwa haram Golput bukan langkah yang efektif menghadapi Pemilu. Golput merupakan persoalan politik, bukan masalah agama. "Ini wilayah politik, memilih bukan masalah agama tapi masalah politik," kata Agung

Seharusnya MUI mempunyai cara lain yang lebih tepat selain mengeluarkan fatwa dalam menumbuhkan motivasi pemilih.

"MUI sebagai lembaga yang bersinggungan dengan agama, sebaiknya jangan melampaui masalah politik. Tidak perlu ada fatwa seperti itu," kata Agung.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009