Jakarta (ANTARA) - Sejumlah kalangan di Indonesia seketika membahas mesin-mesin perang canggih milik Rusia atau pengaruh Presiden Vladimir Putin dalam peta politik global begitu Rusia menginvasi Ukraina, Kamis lalu.

Sebagian bahkan terlihat membahasnya dengan kagum. Mereka lupa, aksi Putin di Ukraina tak bisa dibenarkan, dan sebaliknya bisa menimbulkan preseden buruk yang mungkin ditiru negara-negara besar lain terhadap wilayah-wilayah sengketa atau entitas-entitas nasional yang bertentangan dengan mereka.

Mereka lupa ada persoalan fundamental yang tak bisa dikompromikan oleh alasan apa pun, bahwa invasi Rusia itu pelanggaran berat terhadap integritas teritorial dan kedaulatan nasional sebuah negara merdeka. Invasi itu juga bahkan bisa menjadi dari awal pendudukan atau mungkin penjajahan negara lain.

Semua terminologi itu dengan tegas diberi garis merah oleh tak saja hukum internasional, tapi juga hukum nasional di mana pun, termasuk Indonesia.

Pasal 1, Bab 1, Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa yang ditandatangani di San Francisco, Amerika Serikat, pada 1945, menyebutkan "Dalam hubungan internasionalnya, semua anggota harus menahan diri untuk tidak mengancam atau menggunakan kekerasan terhadap integritas teritorial atau kemerdekaan politik negara mana pun, atau dengan cara lain apa pun yang tidak sesuai dengan Tujuan Perserikatan Bangsa-Bangsa."

Konstitusi Indonesia sendiri menjunjung kedaulatan dan kemerdekaan seperti disebut Pembukaan Undang-undang Dasar 1945, "Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan."

Jadi, tak ada yang bisa membenarkan invasi Rusia yang bukan kali ini dilakukan Vladimir Putin tersebut.

Baca juga: Putin izinkan operasi militer khusus di wilayah Donbass Ukraina

Di luar aksi kerasnya terhadap Chechnya, Ingushetia dan Dagestan dalam wilayah Federasi Rusia sampai pecah perang pada 1994-1996 dan 1999-2000 yang merupakan urusan dalam negeri Moskow, Rusia juga pernah memerangi Georgia pada 2008 dengan alasan sama dengan alasan invasinya ke Ukraina.

Rusia juga pernah terlibat konflik Azerbaijan-Armenia di Nagorno Karabakh. Hanya karena ada Turki yang "kawan sekaligus musuh" dan juga Iran, aksi Rusia di Nagorno Karabakh menjadi sangat terbatas.

Rusia di bawah Putin juga menganeksasi Semenanjung Krimea dari Ukraina pada 2014, selain turut menekan gerakan demokrasi di Belarus dan juga turut memicu pemisahan Transnistria dari Moldova.

Alasan Putin bahwa Ukraina bagian Rusia sekalipun kemerdekaan Ukraina diakui dunia begitu Soviet bubar pada 1991, adalah menggelikan kendati sebelum itu Ukraina memang dikuasai Rusia baik pada era Tsar maupun Soviet.

Tetapi alasan itu sama artinya dengan membenarkan negara-negara eks penjajah mengusik dan menduduki negara bekas jajahannya.

Padahal dunia telah mengakui kemerdekaan Ukraina yang sudah menjadi anggota PBB, bahkan saat masih bernama Republik Sosialis Soviet Ukraina, negeri ini adalah salah satu pendiri PBB.

Baca juga: Putin bahas isu Ukraina dengan pemimpin sejumlah negara

Selanjutnya: sakit kehilangan imperium

Copyright © ANTARA 2022