Jakarta (ANTARA News) - Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Hermawan Sulistio menilai pemerintah telah berbuat tidak arif dalam penayangan iklan hidup aman di bawah Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET). "Pemerintah sudah tidak fair lagi dengan menghambur-hamburkan uang rakyat untuk membentuk opini publik lewat media cetak dan elektronik. Padahal selama ini warga yang tinggal di bawah SUTET mengalami penderitaan yang berkepanjangan," kata pengamat yang akrab disapa Kiki saat meninjau anak-anak korban SUTET di posko Selamatkan Rakyat Indonesia (SRI) di Jalan Diponegoro 58, Jakarta, Minggu. Menurut dia, sebenarnya tidak sulit bagi pemerintah untuk menyelesaikan masalah tersebut. Apalagi belum lama ini PLN telah membagi-bagikan bonus. "Dana untuk mengganti rugi lahan dan memindahkan warga di bawah SUTET tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan dana yang dikorupsi PLN dan bagi-bagi bonus," ujarnya. Ia sangat menyayangkan sikap pemerintah yang kontra produktif dalam menyelesaikan masalah SUTET yang telah berlangsung sejak beberapa tahun yang lalu. "Kasihan masyarakat yang hidup di bawah SUTET, mereka tidak punya dana besar untuk mengimbangi iklan yang dibuat pemerintah," kata Kiki. Sementara itu, Koordinator Advokasi Solidaritas Korban SUTET, Mustar Bona Ventura dalam kesempatan tersebut mengatakan bahwa pemerintah telah melakukan kebohongan publik dengan ditayangkannya iklan SUTET. "Lokasi penayangan iklan itu berada di bawah tower SUTT (Saluran Udara Tegangan Tinggi), bukan SUTET," kata Mustar. Menurut dia, tegangan listrik SUTT lebih rendah, yakni hanya 75-150 KV, dibandingkan SUTET yang tegangannya mencapai 500 KV. Karenanya, menurut Mustar, tinggal di bawah SUTT relatif lebih aman. Demikian halnya dengan anak-anak yang ditayangkan dalam iklan tersebut, menurut Mustar, bukan anak-anak yang sehari-harinya tinggal di bawah SUTET. "Kami sudah menurunkan beberapa orang saksi ke lokasi sehingga jelas apa yang ditayangkan dalam iklan, sarat dengan kebohongan publik," ujarnya. Sementara sejak Minggu siang sekitar pukul 11.30 WIB puluhan anak-anak korban SUTET yang mengalami catat fisik dan catat mental mendatangi Posko SRI yang berada di halaman depan eks kantor DPP PDIP dengan didampingi masing-masing orang tuanya. Salah satu dari korban SUTET adalah seorang balita bernama Sri (3), warga Desa Rumpin, Kecamatan Parung Panjang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, yang sebagian kaki dan tangannya buntung serta mengalami gangguan mental. Berdasar perhitungan Lembaga Perlindungan Anak, sampai saat ini terdapat sekitar 300 orang anak yang tinggal dibawah SUTET mengalami cacat fisik dan mental.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006