Kami terus-menerus dibombardir dengan sedikit jeda. Mereka mengebom rumah-rumah sipil secara acak untuk menimbulkan ketakutan,
Jakarta (ANTARA) - Rumah-rumah warga sipil di kota Kharkiv, Ukraina, terus-menerus dibombardir dan  terkena dampak dari serangan misil yang dilancarkan Rusia ke kota tersebut.

"Kami terus-menerus dibombardir dengan sedikit jeda. Mereka mengebom rumah-rumah sipil secara acak untuk menimbulkan ketakutan," kata Volodymyr Yuriyovych Yurchenko (24 tahun) kepada ANTARA melalui aplikasi Telegram.

Yurchenko adalah seorang mahasiswa di Institut Politeknik Kharkiv yang juga tinggal di kota Kharkiv, yang pada Selasa (1/3) mendapat serangan misil dari Rusia.

Menurut Yurchenko, para warga Ukraina di Kharkiv didorong untuk tinggal di tempat-tempat penampungan. Selain itu, seluruh sistem kereta bawah tanah di kota itu juga beralih fungsi sebagai tempat perlindungan di mana orang-orang membawa semua barang yang dibutuhkan, tetapi banyak stasiun dalam kondisi kapasitas penuh.

"Saya, ibu saya, saudara laki-laki saya, dan orang-orang dari apartemen kami duduk di ruang bawah tanah. Di sini dingin tapi kami masih bisa bertahan ... kami menyeret balok kayu dari jalan, kursi, dan segala yang kami bisa untuk membuat tempat ini nyaman. Kami sudah tahu akan ada perang sehingga kami memiliki cukup makanan untuk saat ini," ujarnya.

Baca juga: Grup perlawanan siber Ukraina targetkan jaringan listrik & KA Rusia

"Sampai pagi ini, apartemen saya mati listrik dan internet menjadi tidak stabil. Ini adalah masalah lokal yang mempengaruhi beberapa lingkungan," ungkap Yurchenko.

Dia mengungkapkan bahwa kondisi itu membuat sejumlah orang menjadi gugup dan paranoid namun tetap berupaya untuk menghibur diri.

"Kami mulai terbiasa dengan perang dan kami berharap kami akan segera memenangkan perdamaian," ucapnya.
Warga sipil di Kota Kharkiv, Ukraina memanfaatkan ruang bawah tanah sebagai tempat perlindungan pada Senin (28/2/2022). Jaringan listrik mati, serta koneksi internet tidak stabil, dan fasilitas sekolah ditutup. (ANTARA/HO-Volodymyr Yuriyovych Yurchenko)


Yurchenko juga menyebutkan bahwa sekolah-sekolah di Kharkiv ditutup dan rumah sakit pindah di tempat-tempat penampungan, serta ada antrean di bank darah karena orang-orang ingin menyumbang darah. Toko-toko sebagian besar tutup, tetapi mengumumkan kapan mereka akan buka.

"Selalu ada masalah kekurangan makanan dan obat-obatan, dan hal ini mungkin menjadi masalah besar jika perang terus berlanjut. Makanan dikirim ke kereta bawah tanah, rumah sakit, tempat penampungan, dan tentara ... beberapa restoran membantu dengan memberikan makanan secara gratis," kata mahasiswa Institut Politeknik Kharkiv itu.

"Jika seseorang membutuhkan sesuatu, itu diumumkan dan orang-orang mencoba memberikan apa yang dibutuhkan. Saya menyumbangkan beberapa obat kepada pasangan yang mempunyai anak penderita epilepsi," ujar Yurchenko.

Komunikasi Antara dengan Yurchenko terjalin melalui mahasiswa Kalbis Institute, Fariz Apriliawan, yang mengenalnya sejak 2019.

Menurut badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Selasa (1/3), sedikitnya 136 warga sipil tewas, termasuk 13 anak, dan 400 orang lainnya terluka sejak Rusia menggempur Ukraina pekan lalu.

"Jumlah korban tewas yang sebenarnya kemungkinan jauh lebih tinggi," kata juru bicara Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk HAM (OHCHR) Liz Throssell saat konferensi pers, seperti dikutip dari Reuters.

Baca juga: Rusia untuk sementara larang orang asing menjual asetnya

Throssell juga mengatakan bahwa 253 korban berada di wilayah Donetsk dan Lugansk di Ukraina timur.

Program Pangan Dunia PBB (WFP) meningkatkan aktivitasnya di Ukraina sehingga pihaknya dapat membantu hingga 3,1 juta orang, kata juru bicara WFP Tomson Phiri.

"Persediaan makanan kini menipis," katanya, menambahkan.

Sementara itu, Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) melaporkan bahwa lebih dari 660.000 orang, yang mayoritas anak-anak dan perempuan, telah meninggalkan Ukraina dan mengungsi ke negara-negara tetangga dalam enam hari terakhir sejak invasi dimulai.

Juru bicara UNHCR Shabia Mantoo saat konferensi pers di Jenewa mengatakan terdapat laporan bahwa orang-orang menunggu hingga 60 jam untuk bisa sampai di Polandia.

Sementara itu, antrean di perbatasan Romania mengular hingga 20 kilometer.

Baca juga: Menkeu AS: G7 akan berusaha rebut aset elit penting Rusia
Baca juga: Ukraina minta dukungan Indonesia

Pewarta: Yuni Arisandy Sinaga
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2022