Jakarta (ANTARA News) - Indonesia menyatakan masih melihat harapan bahwa krisis nuklir Iran dapat diatasi secara damai kendati Iran telah memutuskan menghentikan kerjasama dengan Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) dan hasil sidang khusus dewan gubernur IAEA di Austria yang menyatakan akan melaporkan Iran ke Dewan Keamanan PBB. Menurut Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda, di Jakarta, Senin, kendati reaksi keras diambil oleh Iran, Indonesia tetap merasa optimis karena Iran masih berkeinginan untuk berunding dengan Rusia tentang tawaran Moskow untuk memproses pengayaan uranium Iran di Rusia. "Kita juga punya harapan yang positif terhadap perkembangan itu," kata Hassan di halaman Istana Merdeka, Jakarta, usai mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerima surat-surat kepercayaan dari Duta Besar Australia William John Farmer, Dubes Azerbaijan Ibrahim Assad Oglu Hajiyev, dan Dubes Yaman Abdulrahman Mohamed Alhothi. Iran telah memutuskan untuk menghentikan semua kerjasama dengan IAEA yang telah berlangsung sekitar tiga tahun terakhir. Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad memerintahkan pemutusan tersebut sebagai reaksi terhadap hasil sidang khusus dewan gubernur IAEA di Wina, Austria, baru-baru ini yang dalam voting mereka menyatakan kasus Iran akan dibawa ke DK PBB. Di saat yang sama, Iran telah membuka diri untuk melakukan perundingan dengan Moskow tentang rencana untuk memperkaya uraniumnya di Rusia. Voting di Wina diikuti 35 negara anggota --termasuk Indonesia-- dengan komposisi voting 27 menerima resolusi tentang nuklir Iran untuk dibawa ke PBB, 3 menentang dan 5 abstain. Indonesia sendiri dalam pemungutan suara tersebut mengambil sikap abstain. Resolusi tersebut memuat dua hal, yaitu pertama, langkah-langkah yang perlu dilakukan Iran untuk menghapuskan kecurigaan adanya pengembangan nuklir Iran untuk senjata; dan kedua, bahwa masalah nuklir Iran akan dilaporkan ke Dewan Keamanan PBB. Indonesia, kata Menlu, setuju terhadap poin pertama, namun tidak setuju terhadap poin kedua. "Yang sensitif adalah pelaporan ke Dewan Keamanan. Karena itu kita mengambil sikap abstain," ujar Hassan. Sejak semula, katanya, Indonesia menganggap belum waktunya bagi IAEA untuk membawa masalah nuklir Iran ke Dewan Keamanan PBB melalui sidang khusus dewan gubernur di Wina, karena pada pertengahan Maret nanti IAEA akan mengadakan sidang regulernya. Indonesia sejak awal juga telah mengkhawatirkan bahwa jika masalah nuklir Iran dibawa ke PBB akan memunculkan reaksi keras dan negatif Iran terhadap IAEA dan dapat memicu krisis yang lebih luas di kawasan Timur Tengah.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006