Jakarta (ANTARA News) - Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) meminta, agar Rancangan Undang-Undang (RUU) Anti-Pornoaksi dan Anti-Pornografi tidak terburu-buru disahkan, karena harus dibahas terlebih dulu dengan masyarakat hingga tingkat provinsi dan kecamatan kota. "RUU Antipornografi dan Anti-Pornoaksi seharusnya tidak hanya dibahas di tingkat pusat, tetapi juga oleh seluruh masyarakat," kata Sekretaris Jendral KPI, Masruchah, di Jakarta, Senin. Masruchah mengatakan, RUU Antipornoaksi dan Pornografi harus dibahas di tingkat pusat hingga tingkat provinsi dan kabupaten kota yang harus mengetahui dan memahami RUU sebelum disahkan. Lebih lanjut, dia mengatakan setelah RUU Anti-Pornoaksi dan Anti-Pornografi disahkan menjadi Undang-Undang (UU), maka penerapannya juga berlaku hingga tingkat daerah, karenanya juga harus dibahas di tingkat daerah. "Jika buru-buru disahkan, maka bagaimana ada waktu RUU Antipornoaksi dan Aksi-Pornografi bisa disosialisaikan kepada masyarakat hingga tingkat bawah," katanya. Masruchah juga mengatakan dalam RUU tersebut banyak istilah yang belum disepakati dan masih dipermasalahkan, seperti arti pornoaksi dan pornograafi. "Dalam kacamata umum, pornografi dan pornoaksi lebih banyak dikontrol yang mengarah ke persoalan tubuh perempuan. Tubuh perempuan selalu dinilai yang memicu hasrat," katanya. Padahal, menurut Masruchah, bukan hanya tubuh perempuan saja yang menimbulkan hasrat, tapi juga tubuh laki-laki yang dilihat oleh perempuan. "Jika hanya perempuan yang selalu dinilai penimbul hasrat, itu salah. Karena itu pengertian atau istilah dalam RUU Antipornoaksi dan Anti-Pornografi tersebut harus dicari kesamaan, tidak langsung disahkan," katanya. Masruchah mencontohkan goyangan Inul Daratista. Sebagian orang menilai goyangan itu merupakan seni, dan sebaliknya ada yang menilai pornoaksi. Sementara itu, waktu penetapan RUU menjadi UU Antipornografi dan Anti-Pornoaksi, wacana yang mulai berkembang di internal KPI bermuara pada usul sebaiknya disahkan tahun depan setelah melewati pembahasan dan sosialisasi kepada masyarakat hingga tingkat provinsi dan kabupaten/kota. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006