Benghazi, Libya (ANTARA News) - Pemberontak Libya memberikan batas waktu sampai Sabtu kepada pasukan yang setia kepada Muamar Gaddafi untuk menyerah atau menghadapi "perang yang menentukan" dari pemberontakan lebih enam bulan terhadap rezim itu.

Ketua Dewan Transisi Nasional (NTC) negara yang dilanda konflik itu, Mustafa Abdel Jalil, mengatakan ultimatum itu diberikan untuk merayakan Idul Fitri.

Perundingan-perundingan sedang dilakukan dengan para pemimpin masyarakat dan sipil di sejumlah kota termasuk tempat kelahiran Gaddafi,Sirte tempat ia kemungkinan bersembunyi, dalam usaha menghindari pertumpahan darah, tetapi pertempuran kemungkinan akan segera berkobar kembali.

"Dari Sabtu, jika tidak ada penyelesaian damai di lapangan, kami akan menggunakan kekuatan militer," kata Abdel Jalil, memperingatkan bahwa Gaddafi "belum takluk."

NATO juga mengatakan pengaruh Gaddafi tetap kuat kendatipun dia lari.

"Ia sedang menunjukkan kemampuan untuk mengatur beberapa tingkat komando dan pengawasan," kata Kolonel Roland Lavole, juru bicara militer misi udara NATO di Libya dalam jumpa pers melalui jaringan video dari markas besarnya di Napoli.

Kendatipun pemberontak berusaha meminta pasukan Gaddafi menyerah di Sirte, pangkalan penting terakhir mereka,serangan-serangan udara NATO kini dipusatkan sekitar kota itu.

"Pasukan Gaddafi kami lihat brantakan, mereka mundur dengan teratur, dan pergi ke posisi terbaik kedua di mana mereka dapat melanjutkan perang mereka," tambah Lavoie.

Juru bicara militer pemberontak Kolonel Ahmed Omar Bani dalam satu jumpa wartawan, Selasa mengatakan pasukannya "siap bagi pertempuran militer terakhir," menyebut Sabtu sebagai "Saat yang menentukan."

"Kami tidak melihat ada indikasi penyerahan yang damai... Kami terus mengusahakan satu penyelesaian damai, tetapi pada Sabtu kami akan menggunakan berbagai cara terhadap para penjahat ini," katanya.

Sementara itu ibu kota Tripoli merayakan Idul Fitri Selasa dengan ledakan-ledakan peluru bercahaya ke langit sebagai penganti kembang api dan penduduk berkumpul di Taman Syuhada, dulu dikenal sebagai Taman Hijau.

"Ini adalah pertama kali saya merasa santai dalam 42 tahun," kata Amari Abdulla, 24 tahun kepada AFP.

Kantor berita Italia ANSA,yang mengutip "sumber-sumber diplomatik Libya," Senin melaporkan bahwa Gaddafi dan dua putranya -- Saadi dan Seif al Islam -- bersembunyi di Bani Walid, satu kota di tenggara Tripoli.

Juru bicara militer pemberontak itu mengatakan bahwa kepala intelijen Gaddafi, Abdullah al Senussi , yang dicari Pengadilan Kejahatan Internasional (ICC), mungkin tewas ketika ia berusaha mencapai Bani Walid.

Para petempur pemberontak menghancurkan dua kendaraan lapis baja di jalan dari kota Tarhuna lebih dekat ke ibu kota itu dan para pendukung Gaddafi yang ditangkap mengemukakan kepada mereka bahwa salah seorang dari para penumpang itu adalah Senussi, kata Bani.

Televisi pemerintah Libya membantah pernyataan pemberontak bahwa seorang putara Gaddafi lainnya, Khamis tewas ketika ia beruaha mencapai Bani Walid.

Pemberontak juga mengulangi kembali imbauan-imbauan mereka kepada Aljazair agar menyerahkan istri Gaddafi dan tiga anaknya yang memasuki Aljazair Senin.

Juru bicara kementerian luar negeri Aljazair Amar Belani mengemukakan kepada AFP keputusan untuk mengizinkan istri Gaddafi Safiya, putrinya Aisha dan putra-putranya Mohammed dan Hannibal untuk memasuki negara itu semata-mata didasarkan alasan-alasan kemanusiaan.

Hanya beberapa jam setelah memasuk perbatasan itu, Aisha melahirkan seorang bayi perempuan, kata seorang pejabat pemerintah, yang tidak bersedia namanya disebutkan.

"Aisha melahirkan pagi ini. Ia melahirkan seorang bayi perempuan. Ibu dan putrinya sehat."
(*)

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2011