Jakarta (ANTARA News) - Tiga debitur yang menerima Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), masing-masing dengan nilai pinjaman Rp615 miliar, Rp190 miliar dan Rp123 miliar, serta menantu Atang Latif, datang ke Kantor Presiden untuk bertemu dengan para menteri terkait untuk membicarakan pengembalian kredit yang telah mereka terima. "Mereka datang karena melihat seperti Atang Latif (Komisaris Bank Bira yang ingin mengembalikan BLBI) sehingga mereka ingin menyelesaikan seperti Atang Latif," kata Kapolri Jenderal Pol Sutanto, usai bersama Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh, Ketua Timtas Tipikor Hendarman Supandji dan Ketua KPK Taufiqurahman Ruki, Menko Perekonomian Boediono dan Menkeu Sri Mulyani, bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Kantor Presiden, Jakarta, Senin malam. Sebelumnya, Lukman Astanto, menantu debitor Atang Latief bersama tiga orang debitor lainnya datang ke Kantor Presiden, didampingi Waka Bareskrim Irjen Pol Gorries Mere dan penyidik Benny Mamoto. Lukman yang mengenakan kemeja warna pink beserta dua orang debitor lainnya yang tidak dikenal, berada sekitar 45 menit di kantor Presiden, namun Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak bisa menemui mereka karena sedang ada pertemuan. Tidak diketahui, siapa yang menemui ketiga debitor tersebut di kantor Presiden. Saat keluar dari kantor Presiden, para debitor tersebut tidak mengeluarkan sepatah kata pun ketika ditanya wartawan tujuan mereka ke Kantor Presiden, atau ketika ditanya apakah kedatangan mereka tersebut ada hubungannya dengan penyelesaian kredit macet BLBI. Gorries Mere dan Benny Mamoto pun juga memilih bungkam. Dua rekan Lukman yang sudah berusia di atas 60 tahun tampak gugup ketika dikerubuti wartawan untuk dimintai komentar mereka. Meski sudah dikuntit mulai dari pintu masuk kantor Presiden sampai pintu pagar penjagaan Paspampres yang berjarak sekitar 100 meter lebih, tetap tidak keluar satu pun komentar dari mereka. Salah satu dari mereka yang tampak sudah sepuh tersebut, bahkan berusaha berlari sambil melambai-lambaikan tangan memberikan isyarat agar wartawan tidak lagi mengajukan pertanyaan atau mengarahkan kamera. Sementara itu Kapolri Jenderal (Pol) Sutanto mengatakan, empat orang tersebut ke tidak bertemu dengan Presiden di Kantor Presiden. Mereka ke Kantor Presiden karena ada menteri-menteri terkait sehingga bisa menghemat waktu untuk bertemu. Mengenai tiga nama yang akan mengembalikan BLBI tersebut, Sutanto tidak dapat menyebutkannya secara lengkap dan hanya menyebutkan dua nama yakni Bursa dan James. "Tentu kita harapkan yang lain menyusul," katanya. Sutanto mengatakan, mereka ingin mengembalikan kredit yang diterimanya namun karena Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) sudah tutup maka tidak ada lagi yang menangani kredit tersebut. Teknis pengembalian kredit tersebut, katanya, diproses oleh departemen terkait. "Sehingga mereka mengajukan niat untuk menyelesaikan kewajiban mereka. Mudah-mudahan ini itikad yang baik untuk bisa menyelesaikan semua," katanya. Selanjutnya mereka diberi penjelasan bahwa mereka dapat menyelesaikan kewajiban mereka, kata Sutanto. Mengenai proses hukum terhadap mereka, Sutanto hanya menjelaskan bahwa ada beberapa klasifikasi kinerja perbankan seperti bank sehat dan kurang sehat atau tidak sehat. Bank yang kurang sehat atau tidak sehat, katanya, mungkin ada salah manajemen atau penyimpangan. Namun bank yang sehat atau cukup sehat berarti sudah sesuai dengan aturan yang ada, namun pada saat krisis terjadi rush (pernarikan dana besar-besaran) sehingga terpaksa mereka meminjam sehingga tidak ada unsur penyimpangan peminjaman kredit. Sementara itu Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang ditemui sebelumnya mengatakan bahwa pemerintah sedang membahas mekanisme menyelesaikan utang para debitor. "Petunjuk dari Presiden adalah untuk menjalankan proses hukum secara baik, akutabel dan kredibel," kata Sri Mulyani. Lebih jauh Sri Mulyani menegaskan bahwa penyelesaikan utang para debitur tersebut akan dikoordinasikan dengan antar instansi, antara lain dengan kejaksaan dan kepolisian di bawah koordinasi Menko Perekenomian.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006