... sudah menjadi tempat sandaran hidup kami. Orangtua hanya mewariskan usaha pengolahan garam ini kepada kami untuk melanjutkannya...
Kupang, NTT (ANTARA News) - Sebagian ruas Jalan Timor Raya, tepatnya di Desa Oebelo, sekitar 20 kilometer timur Kupang, ibu kota Provinsi NTT penuh dengan sokal garam yang diolah secara tradisional oleh penduduk desa setempat.

Petani garam Desa Oebelo hanya mampu memasarkan hasil olahannya tersebut dengan menjajakan garam dalam bentuk sokal (sejenis nyiru panjang yang bahannya terbuat dari daun lontar), di sisi kiri dan kanan jalan yang menghubungkan sisi barat Pulau Timor dengan negara tetangga, Timor Timur (atau Timor Leste), di sisi timur pulau itu.

"Kami menjual seharga Rp10.000 per sokal. Jika nasib baik dalam sehari kami bisa dapatkan Rp300.000-Rp400.000," kata Martha Feo (36), seorang penjual garam, di Desa Oebelo.  
                              

Ibu rumah tangga yang belum memperoleh keturunan itu, kemudian menunjukkan sistem pengolahan garam dengan cara memasak di satu gubuk reot beratapkan daun lontar dan berdindingkan bebak (pelepah gewang, sejenis palem hutan) yang tak jauh dari tepian Jalan Timor Raya, tempat ia menjajakan garam bersama puluhan orang lain.

Ia mengaku sudah lebih dari lima tahun menjalan usaha tersebut dengan penghasilan yang pas-pasan.

"Usaha ini sudah menjadi tempat sandaran hidup kami. Orangtua hanya mewariskan usaha pengolahan garam ini kepada kami untuk melanjutkannya," katanya menambahkan.

Seorang ibu rumah tangga lainnya, Diana Sole-Mesakh (29), juga sibuk menganyam sokal sambil berteduh di bawah rindangan pohon duri tanpa menghirau orang yang lalu lalang di depannya.

Ibu muda tiga orang anak ini terus menyelesaikan sokal yang ada di tangannya.

"Ini pekerjaan saya sehari-hari, agar garam yang ada bisa tersimpan untuk kemudian dijajakan di tepi jalan," ujarnya sambil mengarahkan pandangannya ke jalan Timor Raya tempat mereka menjajakan garam.

Hampir semua warga Desa Oebelo bergerak di bidang penjualan garam, karena usaha tersebut sudah dilakukan secara turun-temurun.

Garam tersebut diperoleh dari para petambak garam dengan harga Rp50.000/karung ukuran 50 kg, sebelum diolah lagi menjadi halus dalam bentuk garam beriodium.

Para penjual garam di Desa Oebelo, umumnya mendapatkan garam kasar dari para petambak asal Bugis yang menambak garam di tepian pantai sekitar Oebelo.

Usaha garam tradisional di Desa Oebelo itu, sempat ditinjau Presiden Susilo Yudhoyono bersama sejumlah menteri ketika dalam perjalanan darat dari Kupang menuju Atambua, ibu kota Kabupaten Belu, selepas peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2011 di Kupang pada Februari.                                            

Setelah melihat potensi garam di Desa Oebelo itu, Yudhoyono kemudian menyatakan akan menjadikan NTT sebagai salah satu produsen garam nasional untuk mendukung pemenuhan kebutuhan garam di dalam negeri.

Perhatian pemerintah pusat untuk menjadikan NTT sebagai salah satu produsen garam nasional, karena produksi garam nasional pada 2010 merosot tajam sampai pada titik produksi 30.600 ton dari rata-rata produksi setiap tahun sebanyak 1,2 juta ton.

"Kita harapkan dalam 2011 ini produksi garam nasional sudah bisa normal kembali dengan dibukanya sejumlah sentra produksi garam nasional di Indonesia, termasuk di NTT," kata Direktur Industri Kimia Hulu Kementerian Perindustrian, Tony Tanduk.

NTT difokuskan menjadi salah satu daerah sentra produksi garam nasional di Indonesia, karena memiliki musim kemarau yang relatif lebih panjang antara 7-8 bulan dalam setahun sehingga mampu meningkatkan produksi garam yang ditargetkan sampai 1,3 juta ton per tahun.    

"Kalau digenjot secara serius, produksi garam di NTT bisa mampu mengatasi kekurangan produksi garam di dalam negeri, karena musim kemaraunya relatif lebih panjang dari musim penghujan," kata Wakil Menteri Perindustrian, Alex Retraubun.

Ia menambahkan satu perusahaan Australia, Cheetam Salt, berencana menanamkan modalnya di NTT untuk membangun industri garam, karena potensinya sangat luar biasa.

Menurut Tanduk, Indonesia mengimpor garam berkisar antara 100.000-150.000 ton per bulan. Namun menurut Badan Pusat Statistik (BPS), impor garam pada Oktober 2010 sebanyak 154.782 ton senilai 7,9 juta dolar AS, sedang pada November 2010 naik menjadi 275.027 ton senilai 15,2 juta dolar AS.

BPS juga mencatat selama Januari-November 2010, impor garam sebanyak 1,8 juta ton dengan nilai 96,4 juta dolar AS yang berasal dari Australia, India, dan China.

Menurut Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan NTT, Yos Lewokeda, dalam tahun anggaran ini pemerintah pusat mengalokasikan dana sebesar Rp7,5 miliar untuk mendukung usaha pembangunan garam rakyat di Desa Wewaria, Kabupaten Ende dan Desa Totomala di Kabupaten Nagekeo, Pulau Flores.

"Untuk pengembangan garam rakyat di Kabupaten Ende seluas sekitar 200 hektare, dialokasikan dana sebesar Rp5 miliar, sedang pengembangan garam di Kabupaten Nagekeo seluas 100 hektare, dialokasikan Rp2,5 miliar guna mendukung program garam nasional," kata Lewokeda.

Ia menambahkan pemerintah pusat belum mengalokasikan anggaran untuk pengembangan usaha garam di Desa Oebelo, Kabupaten Kupang, karena masih menunggu persiapan lahan pengembangan yang selama ini hanya diolah secara tradisional oleh petani garam setempat.

PT Cheetam Salt dari Australia berencana melakukan investasi untuk pengembangan industri garam di atas lahan seluas 960 hektare di Mbay, Kabupaten Nagekeo, sedang PT Garam Indonesia berencana membangun industri garam di atas lahan seluas 6.000 hektare di Desa Oebelo, Kabupaten Kupang.

"Kedua perusahaan ini belum bisa melakukan aktivitas di lapangan, karena masih menunggu persiapan lahan oleh pemerintah di dua kabupaten tersebut," katanya seraya menambahkan jika proyek pengembangan garam tersebut berhasil, harapan pemerintah agar NTT menjadi salah satu produsen garam nasional bisa terwujud.
    

Efek negatif

Selama berpuluh-puluh tahun, para dokter telah memperingatkan pasiennya agar jangan terlalu banyak mengonsumsi garam, karena bisa berakibat buruk pada jantung.

Masalah jantung sudah sejak lama dianggap sebagai masalah orang dewasa dan seringkali orang tua tidak begitu khawatir tentang garam yang dikonsumsi anak-anak.

Tetapi penelitian terbaru menyarankan bahwa garam mulai mempengaruhi anak-anak di jantung, ginjal dan lingkar pinggang anak-anak.

Membanjirnya keripik kentang yang mengandung garam, hot dog, dan ikan tuna kaleng akhir-akhir ini juga menyebabkan banyak orang muda yang mengalami gangguan kesehatan di usia yang relatif muda.

Lawrence Apple, profesor kesehatan masyarakat pada Johns Hopkins University School of Medicine di Baltimore, AS menganjurkan kepada semua orang untuk mengurangi asupan garam.

Menurut dia, garam terbuat dari dua komponen dasar, yaitu sodium (atau natrium) dan klorin.  Ketika dilarutkan pada dalam makanan atau cairan, garam pecah menjadi unsur sodium dan klorin.

"Bagian klorin pada garam tidak begitu penting, namun unsur sodium yang bisa menimbulkan masalah. Kita membutuhkan porsi kecil dari sodium utuk menjaga otot bekerja dan saraf kita untuk mengirimkan pesan keseluruh tubuh," katanya.
 
Bahkan, kata Apple, jumlah sodium yang diperlukan tubuh sangat sedikit jumlahnya, yakni sekitar 500 mg atau kurang dari seperempat sendok garam, tetapi lama kelamaan akan berubah menjadi sebuah bukit dalam tubuh.

Ia menganjurkan agar anak-anak usia sembilan hingga 13 tahun sebaiknya mengonsumsi lebih dari 1.500 sampai 2.200 mg sodium sehari, sedang anak-anak yang lebih kecil harus mendapatkan lebih sedikit lagi.

Hal ini mengkhawatirkan para dokter karena terlalu banyak sodium bisa menyebabkan tubuh memproduksi lebih banyak darah. Untuk memompa darah yang ektra, jantung harus bekerja ekstra keras. Ini memicu meningkatnya tekanan darah, sebuah ukuran bagaimana tertekannya jantung.

"Tekanan darah tinggi atau hipertensi sering memicu penyakit jantung. Penyakit jantung adalah penyebab nomor wahid kematian di Amerika dan juga memicu penyakit lainnya. Hampir 90 persen orang dewasa Amerika mengidap hipertensi dalam hidup mereka, ini adalah masalah besar," kata Apple.
 
Studi pada 2007 menyatakan, para ilmuwan menemukan untuk pertama kalinya sebuah kaitan langsung antara garam dan penyakit jantung.    


Mereka menemukan bahwa pengurangan konsumsi garam di masa sekarang dapat menurunkan risiko seseorang dari resiko penyakit jantung 10 sampai 15 tahun mendatang.

"Level sodium yang tinggi mempengaruhi setiap orang meskipun tidak mempunyai tekanan dari tinggi (sekarang). Tetapi, dengan konsumsi garam berlebih setiap harinya, Anda sepertinya akan mengalami tekanan darah tinggi seiring usia Anda semakin lanjut," katanya.
 
Menurut studi akhir-akhir ini, para peneliti dari Inggris menganalisis 10 percobaan yang melibatkan 1.000 anak. Percobaan itu menunjukkan, penurunan asupan sodium antara 40 dan 50 persen menyebabkan penurunan yang signifikan pada tekanan darah, bahkan bagi anak balita.

Garam tak hanya berpengaruh pada jantung dan berat badan. Sebuah studi yang dipublikasikan pada Oktober 2009 menemukan angka yang terus meningkat dari anak-anak Amerika sedang menderita penyakit batu ginjal.

Kondisi mencemaskan ini biasanya sering  banyak berpengaruh pada orang-orang berumur 40 tahun atau lebih tua, tetapi sekarang anak-anak berumur lima tahun pun sudah terkena batu ginjal.

Ginjal bertanggung jawab untuk menyaring darah keluar dari aliran darah.

Jadi para peneliti berfikir bahwa anak-anak yang mengonsumsi terlalu banyak garam dan tidak cukup minum air adalah bagian yang terkena penyakit ini.

Hasil penelitian Gary Beauchamp, Direktur The Monell Chemical Senses Center di Philadelphia, menunjukkan saat seseorang diberikan lebih banyak sodium, orang-orang ingin lebih dan lebih untuk mengkonsumsinya, bahkan bayi-bayi meminum formula lebih banyak ketika ia lebih asin.
 
"Jadi, semakin banyak garam yang anda makan sekarang, lebih mungkin anda mengidamkan bahan tersebut kemudian. Hati anda mungkin lebih lemah dan kurang mampu menangani beban berat garam," katanya.

Dengan mengacu pada hasil penelitian para ahli tersebut, langkah yang diambil pemerintah Indonesia untuk meningkatkan produsen garam di dalam negeri menjadi sebuah pilihan untuk mengurangi impor garam, namun perlu pula dibarengi dengan penjelasan ilmiah tentang cara yang ideal dalam mengonsumsi garam agar tidak menimbulkan hipertensi.

Hal yang sama pula mungkin diketahui oleh para petambak garam tradisional, agar mereka tidak sebatas menjajakan jualannya sebagai penghias jalan raya seperti yang dilakukan petani garam Desa Oebelo dalam bentuk sokal. (L003)

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2011