Surabaya (ANTARA News) - Produsen BlackBerry menilai iklim investasi di Indonesia kalah dengan Malaysia karena kondisi politik di Tanah Air masih memiliki beragam permasalahan bagi perkembangan dunia bisnis.

"Akibatnya, produsen telepon berteknologi canggih tersebut merasa atmosfer investasi di Indonesia kurang aman," kata Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik, Sofyano Zakaria, saat dihubungi dari Surabaya, Kamis malam.

Menurut dia, alasan lain Malaysia menjadi pilihan produsen BlackBerry, Research in Motion (RIM), untuk lokasi pembangunan pabriknya dipicu adanya jaminan keamanan dan kenyamanan dari Pemerintah Malaysia kepada kalangan pebisnis.

"Jika Pemerintah Indonesia bisa melakukan hal serupa, kami yakin negeri ini memiliki peluang sebagai bidikan produsen telepon pintar tersebut untuk dijadikan tempat pendirian pabriknya," ujarnya.

Apalagi, ia mengemukakan, dari sisi produksi besaran pasar BlackBerry di Indonesia lebih besar dibandingkan di Negeri Jiran.

"Selain itu, sampai sekarang angka penjualan produk itu di Malaysia hanya sekitar 400 ribu unit," katanya.

Sementara, prediksi dia, pada tahun 2012 penjualan produk dengan teknologi canggih tersebut di Indonesia dapat menyentuh angka 4 juta unit.

"Untuk itu, bila pendirian pabriknya tetap berlangsung di Malaysia, maka kami sangat mendukung upaya pemerintah menaikkan pajak impor BlackBerry," katanya.

Agar pemerintah tidak kehilangan investor asing lain, dia menyarankan perlu segera merancang formula baru seperti menyederhanakan pengurusan perizinan investasi di Indonesia.

"Hal terpenting lain, menjamin stabilitas politik di Tanah Air agar kondusif sehingga siapa pun penanam modal baik asing maupun domestik bisa memilih Indonesia sebagai titik pengembangan bisnisnya," katanya.

Di samping itu, ia berharap pemerintah terus berbenah diri untuk menata iklim investasi nasional menjadi lebih baik ke depan. Salah satunya, meningkatkan pembangunan dan ketersediaan infrastruktur di sejumlah wilayah di penjuru Nusantara.

"Apalagi, selama ini yang banyak dipertanyakan penanam modal yang mau investasi di suatu negara, yakni bagaimana kondisi infrastruktur. Bahkan, stabilitas politik negara itu," katanya.

(ANT-071/A027)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011