Belum selesai masalah kenaikan dan kelangkaan minyak goreng dan kedelai, sekarang harga daging sapi mulai naik. Belum lagi gas elpiji nonsubsidi yang juga naik
Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi VI DPR RI Nevi Zuairina mengusulkan agar pemerintah perlu membentuk tim khusus pengendalian harga berbagai komoditas dalam rangka mengatasi tingkat harga yang kerap naik setiap tahunnya menjelang masuknya bulan puasa hingga Lebaran.

"Saya menyarankan kepada pemerintah agar membentuk tim khusus yang dapat menangani persoalan pangan dan energi ini sehingga pengendalian harga jelang puasa dan Lebaran dapat dilakukan," kata Nevi dalam keterangan di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, elemen dari tim khusus pengendalian tersebut dapat terdiri atas berbagai institusi kementerian yang berada di bawah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Hal itu dinilai penting mengingat adanya fenomena kenaikan harga sejumlah komoditas yang vital dalam menunjang keberlangsungan rumah-tangga masyarakat Indonesia sehingga pemerintah dapat menyelesaikan persoalan ini dalam jangka pendek.

Ia berpendapat bahwa kenyataan di lapangan berbanding terbalik dengan janji kementerian perdagangan yang selalu menjanjikan harga normal dan stok aman menjelang puasa dan Lebaran seperti minyak goreng.

"Belum selesai masalah kenaikan dan kelangkaan minyak goreng dan kedelai, sekarang harga daging sapi mulai naik. Belum lagi gas elpiji nonsubsidi yang juga naik," paparnya.

Nevi mengingatkan dampak pandemi yang terus berlangsung, serta pecahnya Perang Rusia-Ukraina, juga berpotensi untuk membuat tingkat inflasi menjadi melambung ke depannya.

Untuk itu, ujar Nevi Zuairina, pemerintah harus mengawasi distribusi kebutuhan bahan pokok seperti minyak goreng, sehingga tidak terjadi penimbunan yang bisa mengakibatkan lonjakan harga.

"Pada jangka panjang, alternatif sumber pangan lokal harus mulai dibangun dengan mengupayakan substitusi. Sebab, Indonesia memiliki keanekaragaman komoditas pangan yang sejatinya bisa dimanfaatkan," ucap Nevi Zuairina.

Sebelumnya, Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas menuturkan gejolak kenaikan harga sejumlah komoditas saat ini lebih banyak akibat perdagangan global dan makin terasa karena Indonesia sangat mengandalkan pasokan impor.

Menurut data Asosiasi Bank Benih Tani Indonesia (AB2TI), gandum dan bawang putih hampir 100 persen impor, kedelai 97 persen impor, gula 70 persen impor, daging lebih dari 50 persen impor. "Ketika harga pangan dunia naik setelah pandemi, maka pasti kita akan kena imbas,” ujar Ketua AB2TI itu.

Idealnya, kata Dwi, kebutuhan pangan dalam negeri bisa dipenuhi oleh petani dalam negeri. Namun dinilai sangat sulit terjadi karena tingginya disparitas harga pangan produksi dalam negeri dengan produk impor.

Baca juga: Ketua MPR dorong intervensi pemerintah kendalikan harga pangan
Baca juga: Harga Pertalite tidak naik, jadi termurah dibandingkan BBM sejenis
Baca juga: Kemenperin siapkan konsep baru terkait relaksasi harga gas industri

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2022