Jakarta (ANTARA News) - Mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM), Yusril Ihza Mehendra, kembali mengenakan toga sebagai pengacara saat sidang Pengujian Undang-undang nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) di Mahkamah Konstitusi (MK).

"Dulu waktu saya menjadi Menteri Kehakiman saya suspend, tetapi sudah selesai saya hidupkan kembali, saya anggota Peradi, saya memang jarang ke pengadilan, tetapi MK agak serius, maka saya maju sendiri, saya aktif lagi," kata Yusril, usai sidang di MK, Jakarta, Jumat.

Yusril mengungkapkan, dirinya kembali aktif menjadi pengacara sudah sejak satu tahun ini. "Kemarin waktu sidang di MK kan saya sebagai pemohon jadi tidak mengenakan toga," ujarnya.

Dalam menjalankan praktik pengacara, Yusril mendirikan dan tergabung dalam Ihza & Ihza Law Firm yang beralamat di Gedung Citra Graha Jalan Jenderal Gatot Subroto Kavling 35-36 Lantai 10, Jakarta Selatan.

Ketika ditanya tentang pembelaannya kepada Gubernur Bengkulu non-aktif, Agusrin Najamuddin, yang tersangkut kasus dugaan korupsi dana Pajak Bumi Bangunan atau Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (DBH-PBB/BPHTB), Yusril mengemukakan bahwa masalah KUHAP adalah masalah semua orang.

"Sebenarnya kan ini menyangkut masalah banyak orang termasuk Prita dan lain-lain. Saya menganggap yurisprudensi KUHAP harus clear di MK, dan kebetulan Agusrin minta saya untuk jadi pengacaranya menguji pasal 67 dan 244 KUHAP," kata Yusril.

Dia mengakui bahwa permohonan yang diajukan ke MK hal yang baru, karena Undang-Undang Dasar (UUD) hanya mengatakan MK itu berwenang menguji UU terhadap UUD, dan tidak disebutka menguji permohonan yurisprudensi.

"Maka, hakimnya sampai kaget, sehingga menganggap permohonan ini tidak lazim," kata Yusril.

Namun, dia menegaskan bahwa permohonan ini diajukan karena yurispudensi dalam praktiknya telah menggeser UU, dan bahkan meniadakan UU.

"Biasanya, MK diminta untuk membatalakan UU, sementara saya meminta untuk mengukuhkan UU. Saya minta MK menyatakan sah tidaknya UU, jika sah berarti yurispudensinya tidak sah, nah itu yang baru sama sekali," katanya.

Yusril menyebut bahwa kasus Agusrin dan Prita Mulyasari yang sudah dinyatakan bebas oleh pengadilan kembali harus berurusan dengan hukum karena jaksa mengajukan kasasi yang seharusnya dalam KUHAP tidak diperbolehkan.

"Agusrin dan Prita, misalnya, dia kan sudah tenang-tenang bebas, tapi tiba-tiba diajaukan kasasi dan tidak ada yang bisa mengakihiri hal ini untuk dibiarkan terus," katanya.

MK, menurut dia, adalah penjaga konstitusi yang harusnya berani mengambil keputusan terhadap masalah yang tidak lazim seperti kasus Agusrin dan Prita Mulyasari. Prita terjerat hukum terkait surat elektroniknya berkaitan dengan pelayanan kesehatan yang dialaminya dari Rumah Sakit Omni Internasional.

Yusril juga mengungkapkan bahwa di Jerman bila permohonan yang diajukan ini termasuk constitutional complain. "Di Korea, MK di sana pernah memeriksa putusan dari MA," katanya menambahkan. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2011