Jakarta (ANTARA) - Perusahaan minuman Multi Bintang Indonesia memulai “Food Upcycling for the Future”, sebuah proyek kolaborasi inovatif yang bertujuan untuk mengolah limbah pangan dari proses pembuatan bir menjadi produk makanan bergizi tinggi.

Di proyek ini, Multi Bintang bermitra dengan perusahaan daur ulang makanan (food upcycling) pertama di Republik Korea, RE:harvest, dan ASEM SMEs Eco-Innovation Center (ASEIC).

Proyek ini didanai oleh Partnering for Green Growth and the Global Goals 2030 (P4G) sebagai bagian dari inisiatif lembaga tersebut untuk mendukung negara-negara berkembang dalam mencapai lima bidang Sustainable Development Goals (SDGs).

"Sebagai bagian dari The Heineken Company, kami menaruh keberlanjutan sebagai inti dari bisnis kami, dan kami selalu terbuka terhadap peluang untuk berinovasi secara terus-menerus agar dapat menciptakan dampak positif yang lebih besar," ujar Direktur Corporate Affairs Multi Bintang Indonesia Ika Noviera dalam keterangannya diterima Kamis.

Baca juga: Heineken Christmas Garden obati kerinduan suasana akhir tahun

Baca juga: Nikmati karya seni immersive hingga resep taco ala Chef WillGoz


Di Indonesia, ada sekitar 48 juta ton makanan terbuang setiap tahunnya, dan di Jakarta saja, 4.050 ton limbah pangan dihasilkan dalam satu hari. Sebagai peracik bir terbesar di Indonesia, Multi Bintang Indonesia, melalui kemitraan dengan RE:harvest dan ASEIC, berambisi untuk berkontribusi memberikan solusi alternatif dengan memasok sisa biji-bijian dari proses pembuatan bir yang sebenarnya masih memiliki nilai, atau dikenal sebagai brewer's spent grain (BSG).

BSG ini digunakan sebagai bahan baku untuk didaur ulang menjadi tepung bergizi tinggi yang nantinya dapat digunakan untuk membuat produk makanan seperti granola bar, roti, dan mi.

Proyek rintisan ini berpotensi untuk berkontribusi pada target Pemerintah Indonesia untuk mencapai 30 persen pengurangan limbah pada 2025, karena produksi satu kilogram tepung dari BSG diharapkan dapat menyerap tiga kilogram limbah pangan.

"Kami sangat senang akhirnya dapat memulai kolaborasi yang telah lama ditunggu-tunggu ini untuk mencari solusi inovatif untuk mengolah produk sampingan atau limbah produksi kami menjadi sesuatu yang lebih berharga," kata Ika.

Proses pengolahan

Bir terbuat dari empat bahan alami: air, barley, hop, dan ragi. Pada langkah awal proses pembuatan bir, campuran biji-bijian malted barley dan air dipanaskan. Di sini terjadi konversi pati dalam biji-bijian menjadi gula, menciptakan cairan manis dari hasil ekstraksi biji-bijian, yang disebut dengan wort.

Biji-bijian tersebut lalu dipisahkan dari wort, dan wort akan diproses lebih lanjut dan didinginkan sebelum difermentasi oleh ragi untuk menghasilkan alkohol. Biji-bijian yang dipisahkan ini dikenal sebagai BSG, dan merupakan produk sampingan utama dari proses
pembuatan bir, yang mencakup 85 persen dari limbah produksi bir.

BSG biasanya kaya akan protein dan serat, menjadikannya bahan makanan alternatif bernutrisi tinggi yang menjanjikan sebagai pengganti bahan makanan rendah serat. Namun, meskipun selama ini telah digunakan untuk menjadi pakan ternak, BSG dari Multi Bintang Indonesia belum pernah digunakan untuk bahan makanan konsumsi manusia.

“Kami sangat antusias untuk bergabung dalam kemitraan ini, di mana kami menghadirkan teknologi food upcycling terdepan dari Korea. Melalui solusi yang kami tawarkan, kami berharap dapat mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan secara signifikan melalui daur ulang produk sampingan yang saat ini dibuang atau digunakan sebagai produk bernilai rendah,” kata Alex Min, CEO RE:harvest.

RE:harvest sendiri memiliki spesialiasi dalam bidang food upcycling dan sudah terdaftar di Asia oleh Upcycled Food Association (UFA).

Sebelum memulai kemitraan dengan Multi Bintang, RE:harvest telah bekerja sama dengan produsen bir terbesar di Korea dengan menggunakan produk sampingan dari bir dan sikhye, minuman tradisional Korea.

Dalam kerjasama tersebut, RE:harvest telah berhasil mengembangkan RE:nergy Flour, tepung alternatif dengan kandungan kalori 30 persen lebih rendah, namun dua kali lipat protein dan lebih dari 20 kali lipat serat pangan dibandingkan dengan tepung terigu biasa.

Baca juga: Sociolla - Sukin luncurkan inisiatif Waste Down Kindness Up

Baca juga: Sociolla dorong pengurangan limbah industri kecantikan

Baca juga: Tiga langkah sederhana sayangi bumi untuk pencinta "skincare"

Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2022