Jakarta (ANTARA News) - Mantan Jaksa Agung Muda Intelijen, Syamsu Djalal mengingatkan, rencana sejumlah debitor untuk mengembalikan hutang-hutangnya kepada pemerintah Indonesia dengan jaminan mendapatkan keadilan hukum janganlah dipolitisasi. Namun demikian, pemerintah perlu transparan menyampaikannya kepada rakyat jika kebijakan seperti itu yang hendak diambil dalam penyelesaian masalah BLBI, kata pensiunan jenderal berbintang dua itu, menanggapi pertanyaan wartawan, di Jakarta, Rabu. "Landasannya tentu adalah kepentingan negara, dan itu yang harus dilihat para elit politik, namun pemerintah harus transparan juga," katanya. Disebutkannya, pemerintah mungkin mengambil keputusan yang dinilai terbaik untuk kondisi Indonesia saat ini yang membutuhkan dana segar, yakni para debitor mengembalikan hutangnya dengan mendapatkan keadilan hukum. "Daripada menempuh jalur hukum dalam menyelesaikan kasus kredit BLBI, biayanya sangat mahal dan prosesnya sangat panjang, dan belum tentu berhasil sebagaimana direncanakan, tentunya lebih baik ditempuh jalan yang lebih sederhana, namun dananya kembali ke Indonesia," kata mantan Komandan Pusat Polisi Militer itu. Berkaitan itu, ia mengharapkan elit politik Indonesia melihat lebih cermat atas rencana para debitor mengembalikan hutangnya kepada pemerintah Indonesia. "Harus kepentingan yang lebih besar, yakni kepentingan negara, yang dijadikan landasannya, bukan kepentingan politik praktis. Meski demikian, harus dicermati juga apakah memang ada niat nyata para debitor itu mengembalikan hutang- hutangnya," katanya. Ia sendiri menyambut baik atas rencana debitor mengembalikan hutang-hutangnya, namun terhadap mereka harus juga diberikan keadilan hukum. "Namun perlu lebih dulu diberikan sosialisasi jika pemerintah hendak menempuh keputusan berupa pemberian pengampunan kepada para debitor asalkan kewajibannya diselesaikan. Jangan tiba- tiba para debitor muncul di Istana sebagaimana diberitakan, karena akan menimbulkan tanda tanya di masyarakat," katanya. Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memerintahkan supaya para debitor yang ingin menyelesaikan kewajibannya diberikan hak-haknya sesuai dengan hukum yang berlaku karena mereka juga menginginkan kepastian hukum. Tiga debitur yang menerima kredit Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), masing-masing dengan nilai pinjaman Rp615 miliar, Rp190 miliar dan Rp123 miliar, serta menantu Atang Latif (mantan Dirut Bank Bira), datang ke Kantor Presiden untuk bertemu dengan para menteri terkait untuk membicarakan pengembalian kredit yang telah mereka terima. Para debitor itu datang ditemani perwira polisi, yakni Wakil Kabareskim Mabes Polri, Irjen Gorries Mere dan Direktur H Reserse Ekonomi Mabes Polri, Kombes Benny Marnoto. Para debitor itu adalah pemilik Bank Lautan Berlian, Bank Namura, dan Bank Bira. Presiden juga menegaskan agar proses hukum terhadap para debitur yang kembali ke tanah air dilakukan secara adil sesuai dengan koridor hukum yang berlaku. Dari total 12 debitur BLBI yang melarikan diri ke luar negeri, termasuk David dan Atang yang sudah kembali ke tanah air, rata-rata mempunyai utang BLBI dengan bernilai ratusan miliar, bahkan David Nusa Wijaya memiliki utang sebesar Rp1,29 triliun. Menurut Kapolri, Jenderal Sutanto, para debitur yang telah menyerahkan diri, kemungkinan tidak akan diproses secara hukum karena menurut aparat penegak hukum, mereka tidak terindikasi melanggar hukum kendati selama ini mereka tidak memiliki surat keterangan lunas (SKL). Menurut dia, Departemen Keuangan yang akan menyusun skema penyelesaian kewajiban para debitur yang telah menyatakan akan menyelesaikan utang mereka. (*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006