Jakarta (ANTARA News) - Keluarga besar dan penggemar sastrawan Pramoedya Ananta Toer, akan menggelar sepekan peringatan 1.000 hari kepergian penulis tetralogi Pulau Buru itu di tanah kelahirannya Blora, Jawa Tengah, pada 1 hingga 7 Februari mendatang.

Kegiatan yang dinamai "Seribu Wajah Pram dalam Kata dan Sketsa" itu diselenggarakan oleh Komunitas Pasang Surut Blora.

Menurut Titik A Toer, putri Pram, puncak peringatakan akan mengambil momentum hari kelahiran Pramoedya, 6 Februari, dengan memamerkan sketsa dan poster berjudul "Seribu Wajah Pram" serta peluncuran buku.

Kegiatan itu akan berlangsung di Jalan Sumbawa 40 Jetis, Blora, di Jawa Tengah dengan aneka kegiatan, yaitu pameran foto dan lukisan, instalasi sampah, performance art, teater, diskusi, pemutaran film, pertunjukan wayang kulit, dan festival musik.

"Seribu Wajah Pram dalam Kata dan Sketsa" diselenggarakan untuk mengungkap pergulatan batin dan pemikiran Pram melalui media foto, lukisan, puisi, dan seni instalasi dengan memakai berbagai media .

Pameran tersebut juga dimaksudkan untuk menggulirkan berbagai pemikiran dan pengalaman Pram yang belum pernah terungkap ke permukaan, misalnya tentang kedekatan adik-adik dan teman Pram, puisi-puisi yang diciptakan oleh sejumlah penyair, dan esai-esai sejumlah penulis pengagum Pram.

Melalui gelaran "Seribu Wajah Pram dalam Kata dan Sketsa" ini Komunitas Pasang Surut ingin mengajak setiap orang merenungkan kembali tentang bumi dan manusia dengan beragam persoalannya.

Mengawali kegiatan pada 1 Februari tampil Performance Art "Tierra Humana-Bumi Manusia" dan dilanjutkan dengan penanaman 1.000 bibit jati di pinggir hutan kota dan taman Tirtonadi Blora serta pameran foto, lukisan, poster, instalasi seni dan sampul buku karya Pramoedya yang diterjemahkan ke berbagai bahasa.

Pada Kamis, 5 Februari 2009, akan diselenggarakan diskusi antar komunitas peduli lingkungan dari Porong Sidoarjo, Kulon Progo Yogyakarta, Juwana, Rembang, Pati, Randublatung, dan Blora, Jawa Tengah.

Jumat, 6 Februari akan digelar Festival Musik "Sahabat-Sahabat Pram" yang antara lain dimainkan oleh Marjinal (Jakarta), Dendang Kampungan (Jogja), Anak Seribu Pulau (Blora), Gagego, Lesbumi (Pati), serta Aditya (cucu Pram) berjudul "Anak Tumpah Darah" karya Pramoedya Ananta Toer dan "Lagu buat Pram" karya Eros Jarot.

Pada malam hari yang sama dilakukan pemutaran film-film dokumenter, seperti "Interview dengan Pram" serta srawung antar komunitas.

Pada Sabtu, 7 Februari 2009 akan memeriahkan acara itu adalah Reog dari Desa Sumber kecamatan Kradenan, Blora, Teatrikal Sangkur Timur (Semarang) dengan judul P.A.T, Performance Komunitas Arek Musium Surabaya berjudul "Abandoned", Drama dari SMA N 1 Randublatung berjudul "Perlawanan Rakyat Tepi Hutan", pelukis kondang Joko Pekik yang akan mendemontrasikan atraksi "Melukis 1000 Wajah Pram", selain itu juga ada Pentas karawitan anak-anak "Sekar Arum" dari Desa Pelem Doplang.

Pram tidak akan dipisahkan dari buku, maka untuk mengenang Pram, adik-adiknya, Koesalah dan Soesilo akan meluncurkan buku "Bersama Mas Pram" yang diterbitan oleh penerbit KPG.

Ada pula acara ngobrol bareng dengan tema "Kisah dan Pemikiran Sastrawan Tierra Humana" dengan moderator Soesilo Toer, mengundang pembicara Koesalah Soebagyo Toer, Taufiq Ismail, Ayip Rosidi, Jusuf Soewadji, dimungkinkan Joko Pekik, Tristuti dan Sindhunata.

Serangkaian kegiatan ditutup dengan Pagelaran Wayang Kulit oleh dalang Tristuti Rahmadi dengan lakon "Begawan Ciptaning".

"Dukungan mengalir untuk kegiatan ini termasuk oleh masyarakat di sekitar lokasi yang akan siap menerima ribuan penggemar Pram," kata Titik yang sejauh ini belum bisa memperkirakan berapa orang yang akan hadir dan mengikuti acara tersebut.

Para penggemar dari Jakarta dan Jogyakarta sudah menyewa sejumlah bus untuk menuju Blora, dan mereka mengetahui kegiatan ini melalui situs yang dibuat oleh panitia, katanya.

Pram, 1925-2006

Pramoedya Ananta Toer yang lahir di Blora, Jawa Tengah, 6 Februari 1925, adalah putra sulung dari M. Toer, seorang kepala sekolah Institut Boedi Oetomo.

Ia pernah menjadi guru mengikuti jejak orang tuanya, lalu bekerja sebagai juru ketik dan korektor di kantor berita Domei (Kantor Berita ANTARA yang oleh pemerintah pendudukan Jepang diubah menjadi Domei Indonesia).

Pram kemudian memantapkan pilihan sebagai penulis yang melahirkan banyak karya besar yang sarat kritik sosial sehingga ia harus keluar-masuk penjara dan meninggal pada 30 April 2006 di Jakarta setelah sakit beberapa lama.

Dalam karirnya sebagai penulis, Pramoedya melahirkan artikel, puisi, Cerpen maupun novel yang melambungkan namanya sekelas dengan para sastrawan dunia seperti Gunter Grass (Jerman), Albert Camus, Jean-Paul Satre (Perancis), Multatuli (Belanda), John Steinbeck (Amerika), Rabindranath Tagore (India), Gao Xinjian (Cina), Gabriel Garcia Marquez (Kolombia), maupun Jose Saramago (Portugis).

Karya besar Pram antara lain Tetralogi Pulau Buru : Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah dan Rumah Kaca, terbit antara 1980 hingga 1988 namun kemudian Kejaksaan Agung RI melarang peredarannya selama beberapa tahun masa pemerintahan Orde Baru.

Novel-novelnya yang lain seperti Gadis Pantai yang berkisah tentang neneknya, Panggil Aku Kartini, Cerita Dari Blora, Nyanyi Sunyi Seorang Bisu dan masih banyak lagi, telah diterjemahkan ke banyak bahasa di dunia.

Berbagai penghargaan pernah diberikan pada Pram, beberapa di antaranya adalah dari UNESCO, The Wertheim Foundation (Belanda), Ramon Magsaysay Award Foundation (Filipina), University of Michigan, University of California (AS), Le Ministre de la Culture et de la Communication Republique Francaise (Perancis) hingga Fukuoka Cultural Grand Prize (Jepang).
(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009