Gempa merusak rata-rata 10 kali, dan dua tahun sekali terjadi gempa besar berpotensi tsunami
Jakarta (ANTARA) - Koordinator Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Daryono mengatakan wilayah Indonesia mengalami kejadian gempa sekitar 5.818 kali per tahun.

Daryono dalam webinar sosialisasi mitigasi gempa bumi dan tsunami untuk daerah berisiko secara daring diikuti di Jakarta, Rabu, mengatakan data tersebut diambil sejak tahun 2008.

Dia mengatakan gempa signifikan dengan magnitudo (M) 5,0 ke atas terjadi 350 kali per tahun.

Baca juga: BMKG: Episenter gempa Jabar M 5,3 dekat dengan sumber gempa merusak

"Gempa merusak rata-rata 10 kali dan dua tahun sekali terjadi gempa besar berpotensi tsunami," ujar Daryono.

Adapun Indonesia memiliki sejumlah zona megathrust sebanyak 13 segmen yang ada di Sumatera, selatan Jawa, Sulawesi, laut Maluku dan tanah Papua, yang mana ada lempeng samudra yang menghujam ke bawah lempeng benua.

Menurutnya, hal ini berimplikasi kepada banyaknya aktivitas gempa di bidang kontak zona tersebut. Saat dua lempeng ini bertemu dan saling menekan, terdapat akumulasi tegangan tektonik yang sangat besar sehingga bisa mengeluarkan gempa besar.

Baca juga: BMKG catat gempa 5,5 M dirasakan di Sukabumi hingga Jakarta

Di Indonesia, telah terjadi gempa dengan magnitudo di atas 8 lebih dari 20 kali sejak tahun 1600, dan 90 persen lebih terjadi tsunami yang cukup dahsyat sehingga zona kekosongan gempa besar harus diwaspadai.

Selain itu, Indonesia memiliki lebih dari 295 segmen sesar aktif, dan masih banyak yang belum teridentifikasi. Sesar aktif dibentuk dari bagian lempeng yang mengalami rekahan, karena tekanan dan bagian-bagian lemah itu mengalami pergeseran.

Baca juga: Gempa dangkal dirasakan di Ciparay Bandung jelang Rabu tengah malam

"Di Indonesia, gempa semacam ini yang mematikan sudah 46 kali terjadi akibat sesar aktif. Indonesia adalah wilayah yang terancam dengan zona megathrust, subduksi termasuk gempa kerak dangkal akibat patahan aktif," kata dia.

Daryono mengingatkan bahwa gempa sebenarnya tidak membunuh. Sayangnya, di Indonesia bangunan tahan gempa itu masih jarang sehingga saat terjadi gempa ada risiko terjadi kerusakan bahkan memakan korban.

Baca juga: Nias Selatan sembilan kali diguncang gempa susulan, terakhir M 5,1

Ia mengatakan apabila terjadi gempa kuat, namun struktur bangunan lemah dan kondisi tanah lunak, akan memicu kerusakan.

"Setiap kejadian gempa di Indonesia diikuti jatuhnya korban jiwa, dan ini harus kita antisipasi. Solusi terkait bahaya gempa, dengan bangunan tahan gempa," ujar dia.

Baca juga: BMKG: Sudah 16 gempa merusak di Segmen Mentawai






 

Pewarta: Devi Nindy Sari Ramadhan
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2022