Investasinya cukup besar tetapi apabila sampah tidak dikelola, maka dampak eksternal akan jauh lebih mahal
Jakarta (ANTARA) - Pemerintah terus berupaya mengurangi masalah sampah melalui berbagai langkah strategis salah satunya dengan membangun pembangkit listrik tenaga sampah atau PLTSa di sejumlah kota besar di Indonesia.

 Asisten Deputi Pengelolaan Sampah dan Limbah KemenkoMarves Rofi Alhanif dalam sebuah diskusi daring yang dipantau di Jakarta, Rabu menyatakan meskipun pembangunan PLTSa memerlukan investasi yang terbilang besar dibandingkan pembangkit listrik lainnya, namun teknologi ini efektif untuk mengurangi jumlah sampah.

"Investasinya cukup besar tetapi apabila sampah tidak dikelola, maka dampak eksternal akan jauh lebih mahal," katanya.

Rofi menyampaikan bahwa dampak eksternal sampah berupa kesehatan, lingkungan, estetika, kemacetan, perluasan lahan yang terus menerus untuk menampung sampah hingga pembengkakan biaya operasional untuk pengangkutan sampah.

Karena itu, pembangunan PLTSa menjadi opsi pemerintah dalam mengurangi volume sampah sekaligus meningkatkan sumber daya listrik yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat hingga industri.

"Opsi teknologi PLTSa bisa membantu mengurangi sampah atau mentransformasikan biaya-biaya eksternalitas agar menjadi lebih fokus," ujarnya.


Baca juga: Menteri Arifin: PLTSa Putri Cempo akan beroperasi April 2022

Lebih lanjut ia mengklaim teknologi PLTSa tidak menghasilkan dioksin dan furan karena proses pembakaran sampah pada suhu di atas 1.000 derajat Celcius. Zat beracun dioksin dan furan akan muncul apabila pembakaran sampah dilakukan pada suhu di bawah 600 derajat Celcius.

"PLTSa dipakai di berbagai negara bukan Indonesia saja, seperti Singapura, negara-negara maju di Eropa hingga Amerika," kata Rofi.

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2018 tentang percepatan pembangunan instalasi pengolahan sampah menjadi energi listrik berbasis teknologi ramah lingkungan. Regulasi ini diterbitkan agar pemerintah daerah tidak ragu untuk mengelola sampah menjadi listrik.

Fungsional Ahli Madya Pedal Direktorat Penangan Sampah KLHK Edward Nixon Pakpahan mengatakan pemerintah akan menghadirkan PLTSa di 12 kota dengan potensi menyerap 18.000 ton sampah per hari, menghasilkan listrik sebesar 180-200 megawatt, dan mereduksi gas rumah kaca sebesar 4,36 juta ton pada 2030.

"PLTSa Surabaya sudah jalan, kemudian tahun ini sudah ada kesepakatan kerja sama untuk Kota Palembang dan Tangerang," kata Nixon.

Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran Martha Fani Cahyandito mengatakan penerapan ekonomi sirkular akan mengurangi 20 persen sampah, namun jika melakukan ekonomi sirkular dapat menyebabkan peningkatan timbunan sampah 82 persen pada 2030.


Baca juga: Menteri ESDM sebut PLTSa mampu ciptakan lingkungan yang lebih sehat

Ekonomi sirkular akan memberikan manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan yang signifikan. Secara global, Accenture memperkirakan model bisnis berbasis ekonomi sirkular akan memberikan manfaat sebesar 4,5 triliun dolar AS pada 2030.

Tak hanya itu, ekonomi sirkular juga akan menghemat penggunaan bahan baku utama berupa material energi, dan air; pemanfaatan alternatif bahan lain dan mereduksi limbah, penurunan emisi karbon dioksida, dan potensi menciptakan lapangan pekerjaan baru dengan sumber daya manusia yang kompeten.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, konsep ekonomi sirkular menjadi bagian dari strategi pembangunan rendah karbon untuk mencapai target pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 29 sampai 41 persen pada 2030.


Baca juga: Pemda perlu merealisasikan pembangkit listrik tenaga sampah
Baca juga: UI-Paiton Energy hadirkan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah 234 kWh
Baca juga: PLTSa Bantar Gebang hasilkan listrik 783,63 MWh pada 2020

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2022