Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Surya Tjandra ingin ekonomi Sulawesi Selatan tumbuh dengan memanfaatkan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara sekaligus menjadi pintu gerbang pertumbuhan ekonomi Indonesia bagian tengah hingga timur.

"Sulawesi Selatan ini secara provinsi akan menjadi pusat pertumbuhan baru, barangkali kebutuhan dan peluangnya akan sejajar dengan DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur," kata Surya Tjandra dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Rabu.

Surya Tjandra mengungkapkan, berdasarkan tabel Inter Regional Input Output (IRIO) yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS), Provinsi Sulawesi Selatan merupakan mitra dagang Kalimantan Timur dengan nilai mencapai Rp2,4 triliun untuk mengisi berbagai kebutuhan di Kalimantan Timur.

Hal ini menunjukkan bahwa Sulawesi Selatan menjadi daerah penting bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia, baik sebelum maupun setelah pembangunan IKN.

"Kalau nanti IKN jadi, saya cuma bisa bayangkan memang Sulawesi Selatan ini harus menjadi kawasan penyangga terpenting IKN, sekaligus juga menjadi pintu gerbang pembangunan Indonesia tengah hingga timur," katanya.

Kendati demikian, Surya mengatakan pada saat yang bersamaan Sulawesi Selatan menghadapi beberapa permasalahan di antaranya tanah-tanah transmigrasi dan permasalahan tanah masyarakat yang masuk ke dalam kawasan hutan. Di sisi lain, juga terdapat ketidaksesuaian Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di tingkat provinsi dan kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan mencapai sekitar 1,316 juta hektare atau mencapai seperempat wilayah Provinsi Sulawesi Selatan.

"Saya berharap ada penyelesaian beberapa permasalahan ini, karena kalau tidak diselesaikan, ruang gerak pembangunan akan terbatas. Akan sangat disayangkan karena potensi begitu besar, masalahnya sudah diketahui dan rasanya sudah mulai bisa membenahi dari situ," kata Surya Tjandra.

Terkait penyelesaian permasalahan tata batas kawasan hutan dan non hutan, Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN mengatakan, akan memanfaatkan momentum kerja sama antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan Strategis Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang memiliki pilot project penataan batas kawasan hutan.

"Menurut Deputi Pencegahan KPK terdapat dua syarat dalam penetapan kawasan hutan, yaitu pertama tidak ada hak di dalamnya, kedua disepakati oleh masyarakat. Di sini negosiasi harus dilakukan, tidak bisa pakai pendekatan normatif," jelas Surya Tjandra.

Lebih lanjut, Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN berharap agar ke depannya tolak ukur keberhasilan suatu program tidak hanya dilihat pada keluarannya saja, tetapi lebih berorientasi kepada dampak dari program tersebut yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2022