Jakarta (ANTARA) - Ketua Pengurus Pusat Perhimpunan Alergi Imunologi Indonesia Prof. Iris Rengganis mengatakan reaksi Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (KIPI) alergi berat karena vaksinasi COVID-19 sangat sedikit, hanya dialami lima di antara 5 juta peserta di dunia.

"Dari data terbaru, 5 di antara 5 juta orang yang divaksinasi mengalami KIPI alergi berat yang disebut anafilaksis," kata Iris Rengganis dalam talk show virtual yang diikuti dari YouTube BNPB di Jakarta, Jumat.

Ia mengatakan jumlah itu sangat rendah jika dibandingkan dengan gejala buruk yang ditimbulkan oleh infeksi COVID-19 yang bisa mencapai 20 persen penderita dengan angka kematian sekitar 0,5 hingga 3 persen," katanya.

KIPI merupakan situasi yang tidak bisa dihindari dari reaksi vaksin di tubuh manusia. Gejala timbul dari sensitivitas pribadi, atau alergi. "Tapi jarang reaksi berat, biasanya reaksi lokal (di sekitar lokasi suntikan). Tapi yang menyeluruh bisa demam dan nyeri sendi," katanya.

Baca juga: RSUP M Djamil tangani warga melepuh diduga karena vaksinasi

Baca juga: Dinkes: Audit Komnas KIPI siswa Cianjur meninggal karena infeksi otak


Iris mengatakan gejala KIPI yang ditimbulkan dari alergi dapat dicegah oleh peserta vaksinasi melalui upaya rutin mengecek komorbid untuk memastikan kondisinya telah terkontrol dengan baik.

"Kuncinya kita harus pastikan sebelum divaksinasi dia sehat. Kalau punya komorbid harus sudah terkontrol dan harus konsultasi dengan dokter masing-masing," katanya.

Iris mengatakan reaksi lokal akibat vaksinasi seperti memar, bengkak, kebas, demam ringan dan lainnya berlaku umum pada semua vaksin, tidak hanya vaksin COVID-19.

Dikatakan Iris vaksin terbukti bermanfaat mencegah sakit berat dan mencegah rawat inap serta kematian. "Itu akan menurun kalau ada vaksinasi, bukan mencegah penularan," katanya.

Bahkan perlindungan vaksinasi juga masih efektif sampai saat ini di tengah gelombang Omicron, kata Iris menambahkan.*

Baca juga: Komnas KIPI: Nocebo peringkat dua efek samping vaksin COVID-19

Baca juga: Komnas KIPI: Penyakit serius usai imunisasi bukan karena vaksinasi

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022