Jakarta (ANTARA) - Memasuki pertengahan 2022 ini, Platform Merdeka Mengajar yang telah diluncurkan Kemendikbudristek sudah memasuki episode ke-15 dan telah mendapat respons positif dari para pemangku pendidikan.

Di antara paket Merdeka l adalah melakukan perubahan mekanisme penyaluran dan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) menjadi bagian transformasi itu.

Pada 15–26 November 2021, lembaga penelitian dan pengembangan (litbang) salah satu media nasional dari Jakarta bekerja sama dengan Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kemendikbudristek melakukan survei menggunakan metode kuantitatif melakukan jajak pendapat melalui polling telepon atau computer assisted telephone interview.

Survei ini melibatkan kepala sekolah dan guru dengan rentang usia 25—69 tahun yang berada di 34 provinsi.

Hasil survei menunjukkan mayoritas responden (64,6 persen) menilai program Asesmen Nasional dapat mengukur kualitas pendidikan di Indonesia. Mayoritas responden (86,5 persen) juga menilai kebijakan penyaluran dana BOS langsung ke rekening sekolah lebih memudahkan pihak sekolah.

Kemudian, mayoritas responden (84,1 persen) menyetujui kebijakan BOS majemuk yang disesuaikan dengan Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) dan Indeks Peserta Didik (IPD) tiap wilayah kabupaten/kota.

Dirjen PAUD Dikdasmen Kemendikbudristek Jumeri menyampaikan perubahan mekanisme dana BOS menjadi solusi terhadap keterlambatan penyaluran dana BOS yang sebelumnya kerap terjadi, sehingga sekolah bisa menerima dana BOS secara tepat waktu lewat mekanisme baru.

Hasil survei itu juga menunjukkan respons positif mekanisme baru Permendikbud Nomor 6 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Dana BOS Reguler. Hal ini membuat penggunaan dana BOS lebih fleksibel, sesuai dengan kebutuhan dan program prioritas sekolah.

Hasil survei tersebut semestinya bisa menjadi pegangan Kemendikbudristek, yakni sebagai salah satu bahan evaluasi dalam meneruskan program rangkaian Merdeka Belajar.

Tetapi sayang, survei yang dirilis itu belum mencakup masalah tantangan yang dihadapi masing-masing unit pendidikan.

Akan lebih baik survei evaluasi Merdeka Belajar ke depan menggali beberapa masalah, seperti adanya kemungkinan “kesalahpahaman” para pemangku pendidikan jika beban mereka makin berat dengan program Merdeka Belajar, seperti proses belajar-mengajar tidak lagi dibatasi jam belajar sekolah, tapi bisa di luar jam sekolah.

Padahal proses belajar-mengajar di luar jam sekolah sebenarnya bukanlah berat, karena komunikasi biasa, seperti guru berkomunikasi dengan tetangga tentang acara kondangan atau siswa berkomunikasi dengan temannya tentang permainan yang disukainya.

Jika semua sudah berjalan, program-program Merdeka Belajar andalan sistem belajar adalah metode transfer keilmuan yang menyenangkan dan alami.

Sebagian sekolah yang sudah menjalankan Merdeka Belajar mengaku telah merasakan manfaatnya.

Menggunakan Platform Merdeka Mengajar, sebenarnya mudah sekali. Pertama-tama, para guru dan kepala sekolah dapat masuk ke platform Merdeka Mengajar dengan menggunakan akun google berdomain belajar.id (akun pembelajaran) atau madrasah.kemenag.go.id (akun madrasah).

Merdeka Mengajar dapat diakses melalui penjelajah atau browser dengan tautan guru.kemdikbud.go.id maupun lewat aplikasi di Google Play Store (android).

Beberapa produk dan fitur dalam platform pun memungkinkan untuk diakses secara luring, misalnya dengan mengunduh materi perangkat ajar ke gawai pengguna.

Kemudahan metode Merdeka Belajar itu diakui beberapa guru dan siswa yang sudah menjalankannya. Guru SD Negeri Jarit 01, Lumajang, Jawa Timur, Vivi Wahyuni, merasakan platform ini sangat bermanfaat bagi dirinya yang sibuk mengajar sekaligus mengurus rumah tangga.

Biasanya guru-guru kebanyakan waktunya sudah penuh di sekolah, sehingga saat di rumah sudah lelah, termasuk untuk membuka laptop.

Dengan Merdeka Mengajar, para guru tinggal menggunakan telepon genggam, lalu menonton video inspirasi, seperti melihat inovasi guru lain. Apabila inovasinya cocok, maka bisa langsung digunakan.

Guru memang butuh referensi untuk memahami pembelajaran yang memerdekakan. Bagaimana supaya siswa mengalami pembelajaran yang tidak tebas rata, namun berdasarkan kemampuan masing-masing siswa.

Mereka membutuhkan sesuatu yang setidaknya dalam genggaman. Platform ini sangat lengkap, ada buku untuk pedoman guru dan ada buku untuk muridnya. Para guru itu tinggal copy paste dan sedikit mengolahnya.

Para guru dapat mengambil apapun yang ada di modul-modul pada Platform Merdeka Mengajar, kemudian menyesuaikan dengan kemampuan para siswa. Jika ada materi pelajaran yang belum dimengerti bisa didiskusikan dengan guru lain.

Pendekatan pembelajaran berbasis proyek (project based learning) mendorong agar siswa lebih fokus ke praktiknya, dibandingkan dengan pendekatan ceramah.

Merdeka Belajar lebih membuat anak-anak mengerjakan proyek mandiri maupun kelompok, misalnya lewat membuat video. Ini sekaligus meningkatkan kemampuan siswa di bidang informatika.

Walaupun Merdeka Belajar cukup inovatif dari segi gagasan baru, belajar mengajar akan lebih baik terus dievaluasi, diperbaiki dan disempurnakan dengan menerima semua masukan yang konstruktif dari masyarakat, terutama pemangku pendidikan.

Seperti adanya usulan Guru SMP Muhammadiyah 2 Tepus, Yogyakarta, Susilo Windriyatno, yang mengharapkan ditambahkan fitur unggahan hasil karya siswa dan fitur unduhan sertifikat jika guru melakukan pelatihan mandiri.

Susilo menyebut sebagai guru juga menggunakan akun belajar.id, mungkin bisa ditautkan dengan Info GTK supaya semakin mudah digunakan. Dia juga berharap ada fitur unggah RPP atau modul ajar, sehingga pengajar bisa berbagi RPP buatan sesama guru, dokumentasi foto-foto siswa dan untuk bukti karya, seperti video dapat terkoneksi ke YouTube, agar bisa dilihat guru-guru lain.

Apabila hal itu dilakukan, tentu diharapkan dapat menjadi daya tarik untuk guru-guru di Tanah Air, dari Sabang hingga Merauke, supaya aktif menggunakan Platform Merdeka Mengajar.

*) M Aminudin adalah peneliti senior Institute for Strategic and Development Studies (ISDS), Pengurus Pusat Alumni UNAIR, serta pernah menjadi Staf Ahli Pusat Pengkajian MPR RI Tahun 2005, Staf Ahli DPR RI Tahun 2008 dan Tim Ahli DPD RI Tahun 2013

Copyright © ANTARA 2022