Jakarta (ANTARA) - Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Ittifaq di Bandung, Jawa Barat, menjadi role model (teladan) pembentukan koperasi pondok pesantren (kopontren) untuk mewujudkan program korporatisasi petani.

“Program ini menjadi bukti konkret pembentukan model bisnis dan ekosistem yang memungkinkan sistem produksi pertanian menjadi lebih produktif dan efisien,” ujar dia di Bandung, Jawa Barat, dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa.

Melalui korporatisasi petani, lanjutnya, petani-petani kecil perorangan dapat berkonsolidasi dalam bentuk koperasi.

Dengan itu, ekosistem pertanian dinilai akan menjadi lebih efektif dan efisien mulai dari pembiayaan, proses produksi, dan pemasaran yang terintegrasi sehingga saling menguntungkan berbagai pihak.

Lebih lanjut, dikatakan bahwa korporatisasi petani mampu dijalankan mulai dari hulu hingga hilir.

Baca juga: Ancaman krisis pangan, Menkop perkuat korporatisasi petani-nelayan

“Pembiayaan para petani dapat dilakukan oleh koperasi, penyerapan hasil produksi juga dilakukan koperasi sebagai offtaker, dan memasarkan hasil pertanian juga dilakukan oleh koperasi yang bekerja sama dengan berbagai pihak,” ungkapnya.

Kopontren Al-Ittifaq yang menjadi proyek percobaan program korporatisasi petani ini disebut juga menjadi salah satu langkah mendukung ekosistem halal value chain (rantai nilai halal) berbasis kopontren.

Kata Teten, kopontren Al-Ittifaq menjalankan ekosistem korporatisasi pertanian yang memiliki nilai tambah. Mulai dari produksi, distribusi, hingga pemasaran produk dengan prinsip dan nilai syariah yang mendukung terciptanya rantai nilai halal berbasis koperasi pondok pesantren.

Kopontren tersebut telah membangun pula rantai pasok dari 37 pondok di Jawa Barat dan 26 pondok di tiga provinsi, yakni Lampung, Yogyakarta, Solo di Jawa Tengah, serta Jawa Timur.

Baca juga: Teten kembangkan korporatisasi petani pisang Cavendish di Aceh

Adanya rantai pasok itu memberdayakan 270 petani dengan menghasilkan 126 varietas komoditas unggulan yang didistribusikan ke pelbagai pasar modern secara offline maupun online.

Dalam pelaksanaannya, ucap Menkop, kopontren Al-Ittifaq menjadi pionir dalam melakukan kerja sama bisnis terkait permintaan barang berupa produk pertanian. Kemudian, dijalankan dengan menyusun pola tanam untuk setiap pondok pesantren yang tergabung dalam korporatisasi pertanian.

"Berikutnya, melakukan pendampingan produksi dan monitoring budidaya mulai dari penanaman, panen, hingga pasca panen yang bekerjasama JICA (Japan International Cooperation Agency) dan PUM Netherlands (lembaga non pemerintah Belanda yang konsen terhadap pengembangan UMKM serta kewirausahaan),” sebut Menteri Teten.

Dari sisi distribusi, telah dirancang jalur distribusi hasil produk pertanian melalui warehouse dan pusat distribusi untuk dilakukan sortir serta grading hasil produksi para petani sebelum pengiriman kepada pemesan.

Meninjau dari segi pembiayaan, kopontren Al-Ittifaq dinyatakan sudah bermitra dengan Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi, Usaha Mikro Kecil dan Menengah (LPDB-KUMKM) dan telah mendapatkan pembiayaan sebesar Rp6,3 miliar pada tahun 2020 dan Rp6,8 miliar pada tahun lalu.

"Pembiayaan dana bergulir ini diperuntukkan sebagai modal kerja agribisnis dan investasi pembangunan green house," ucapnya.

Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2022