Jakarta (ANTARA) - Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mencanangkan 21 Maret sebagai Hari Hutan Internasional (International Day of Forest/IDF) pada Tahun 2012.

Untuk Tahun 2022, Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) menyatakan Hari Hutan Internasional dirayakan dengan upaya meningkatkan kesadaran akan pentingnya semua jenis hutan.

Tema untuk setiap Hari Hutan Internasional dipilih oleh Kemitraan Global Kolaboratif untuk Hutan.

Pada agenda Kepresidenan G-20 Indonesia, juga mendorong program Indonesia untuk mencapai pembangunan ekonomi berkelanjutan.

Lalu, Tahun 2045 Indonesia menargetkan untuk memasukkan pengelolaan hutan lestari.

Melalui taklimat medianya, FAO menyatakan Tema Hari Hutan Internasional Tahun 2022 ini adalah "Hutan dan Produksi-Konsumsi Berkelanjutan".

Tema itu mengacu pada pengelolaan hutan yang lestari dan cara mengelola sumber daya hutan, yang menjadi kunci dalam memerangi perubahan iklim.

Ketika seseorang minum segelas air, menulis di buku catatan, minum obat saat sakit atau membangun rumah, kita tidak selalu menghubungkannya dengan hutan. Namun banyak aspek lain dari kehidupan kita terkait dengan hutan dan jasa lingkungan yang disediakan oleh hutan dalam satu dan lain hal.

FAO dalam narasinya menyatakan kayu membantu menyediakan makanan dan air bersih di banyak dapur, membuat furnitur dan peralatan kayu yang tak terhitung jumlahnya.

Itu menggantikan bahan yang berbahaya seperti plastik, membuat serat untuk pakaian dan melalui teknologi, menjadi bagian kedokteran atau transportasi luar angkasa.

Kepala Perwakilan FAO di Indonesia dan Timor Leste, Rajendra Aryal menyatakan bahwa pengelolaan hutan yang lestari juga berkontribusi pada kemakmuran dan kesejahteraan untuk generasi sekarang dan masa depan.

Hutan memainkan peran penting dalam pengentasan kemiskinan dan dalam pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).

"Sangat penting untuk memroduksi dan mengonsumsi kayu dengan cara yang lebih ramah lingkungan bagi bumi dan penghuninya. Mari kita lindungi sumber daya yang mudah diperbarui ini dengan pengelolaan hutan yang berkelanjutan," katanya.
Sejumlah kantong semar (Nepenthes clipeata) tumbuh subur di hutan alam Semenanjung Kampar, Provinsi Riau, Minggu (20/12/2020). Pemerintah Indonesia kini berupaya untuk melestarikan kantong semar sebagai flora endemik yang dilindungi karena terancam punah akibat aktivitas perambahan. ANTARA FOTO/FB Anggoro/hp. (ANTARA FOTO/FB ANGGORO) (ANTARA FOTO/FB ANGGORO/FB ANGGORO)

Tindakan kolektif

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya menyatakan penyelenggaraan G20 merupakan momentum untuk mewujudkan tindakan kolektif yang lebih berani untuk mengatasi tiga krisis planet, yaitu krisis iklim, hilangnya keanekaragaman hayati dan kelebihan populasi manusia.

"Ketiganya saling berkaitan dan telah menyebabkan berbagai permasalahan di planet bumi saat ini," katanya saat menyambut kehadiran delegasi negara-negara anggota G20 dalam pembukaan Planery G20 Environment Deputies Meeting and Climate Sustainability Working Group (1st EDM-CSWG) di Yogyakarta, Selasa (22/3/2022).

Adopsi Pakta Iklim Glasgow dan keputusan lainnya selama Pertemuan Konferensi Para Pihak (COP-26) ke-26 UNFCCC Tahun 2021, kata dia, menekankan kebutuhan mendesak untuk meningkatkan upaya pengurangan emisi secara kolektif melalui aksi percepatan dan implementasi langkah-langkah mitigasi domestik.

Selain itu, juga peran penting untuk melindungi, melestarikan dan memulihkan alam dan ekosistem dalam memberikan manfaat untuk adaptasi dan mitigasi iklim sambil memastikan perlindungan sosial dan lingkungan.

Oleh karena itu, Kepresidenan G20 Indonesia ini bertujuan untuk menangkap topik-topik mendesak tentang proses dan perkembangan global untuk memberikan tindakan nyata, dengan mempertimbangkan warisan dan pekerjaan dari Kepresidenan G20 sebelumnya pada Pertemuan Deputi Lingkungan dan Kelompok Kerja Keberlanjutan Iklim (EDM CSWG).

Topik-topik itu menjadi jalinan isu prioritas pada G20 EDM-CSWG yang meliputi, pertama, mendukung pemulihan yang lebih berkelanjutan (supporting a more sustainable recovery) untuk memromosikan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dengan memaksimalkan manfaat tambahan dari program pemulihan Pasca-COVID-19 dan pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan.

Kedua, meningkatkan tindakan berbasis darat dan laut untuk mendukung perlindungan lingkungan dan tujuan iklim (enhancing land- and sea-based actions to support environment protection and climate objectives) yang menekankan pentingnya kontribusi ekosistem yang unik untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, serta ekonomi biru.

Sedangkan ketiga, meningkatkan mobilisasi sumber daya untuk mendukung tujuan perlindungan lingkungan dan iklim (enhancing resource mobilization to support environment protection and climate objectives), untuk mendukung implementasi mekanisme pembiayaan yang inovatif dan mobilisasi pendanaan untuk alam, dengan melekatkan pada pentingnya dan peran sektor swasta.
Seorang pengunjung menikmati pemandangan laut di Desa Wisata Sungai Kupah di Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, Rabu (9/3/2022). . ANTARA FOTO/Jessica Helena Wuysang/aww. (JESSICA HELENA WUYSANG/JESSICA HELENA WUYSANG/JESSICA HELENA WUYSANG)

Dukungan

Rajendra Aryal menegaskan bahwa FAO mendukung Indonesia untuk memastikan bahwa kayu Indonesia diproduksi secara berkelanjutan di bawah perlindungan hukum.

Terlebih, hutan adalah rumah bagi sekitar 80 persen keanekaragaman hayati terestrial dunia, dengan lebih dari 60 ribu spesies pohon.

Sekitar 1,6 miliar orang bergantung langsung pada hutan untuk makanan, tempat tinggal, energi, obat-obatan dan pendapatan.

Hanya saja, terlepas dari semua manfaat ekologi, ekonomi, sosial dan kesehatan yang tidak ternilai ini, diakui bahwa deforestasi global terus berlanjut pada tingkat yang mengkhawatirkan.

Dunia kehilangan 10 juta hektare hutan per tahun atau setara lebih dari setengah luas Sulawesi, dan degradasi lahan mempengaruhi hampir dua miliar hektare, wilayah yang lebih luas dari Amerika Selatan.

Hilangnya hutan dan degradasi dari fungsi hutan menimbulkan berbagai macam masalah seperti pemanasan global, dan diperkirakan bahwa lebih dari delapan persen tanaman hutan dan lima persen hewan hutan dan burung berada pada "risiko yang sangat besar" untuk punah.

Pemerintah Indonesia, kata dia, telah menunjukkan upaya luar biasa untuk mengurangi deforestasi.

Upaya ini perlu diapresiasi dengan mendukung pemerintah Indonesia menegakkan hukum untuk melindungi hutan dan komunitas hutan sebagai aspek fundamental dalam mengelola hutan lestari.

Dalam laporan terakhir, deforestasi di Indonesia adalah yang terendah dalam enam tahun.

Pada 2019, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah merehabilitasi sekitar 400 ribu hektare hutan dan selama pandemi, KLHK berencana menambah jumlah bibit yang akan ditanam tahun 2022 ini.

Spirit Hari Hutan Internasional dalam Kepresidenan G20 Indonesia pada 2022 ini adalah pembuktian bahwa Indonesia terus berkomitmen untuk menjaga salah satu kekayaan besarnya, yakni hutan lestari.

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2022