Jakarta (ANTARA News) - Perusahaan umum (Perum) Pegadaian telah menghentikan produk gadai saham yang diluncurkan pada awal Juli 2007 karena pasar keuangan yang masih bergejolak dan tidak menentu.

"Kita telah hentikan, melihat pasar saat ini seperti ini, nanti bila pasar kembali membaik mungkin kita akan kembali membuka gadai saham," kata Direktur Utama Perum Pegadaian Chandra Purnama di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, jumlah saham yang digadaikan di Perum Pegadaian mencapai Rp146 miliar dan saat ini pihaknya tengah menyelesaikan portofolio saham yang masih digadai.

"Portofolio saham kita selesaikan, kita restrukturisasi, apabila ada yang keberatan kita usahakan dengan dicicil misalnya," katanya.

Ia menambahkan, terkait kemungkinan gadai sukuk (surat utang syariah), obligasi atau surat utang negara, pihaknya masih belum berani untuk mengeluarkan produk yang berkenaan dengan surat utang. "Kita harus mengerti benar-benar dulu tentang itu, baru kemudian kita bisa masuk ke sana," katanya.

Perum Pegadaian mengeluarkan produk gadai saham pada 2 Juli 2007 merespon pasar saham yang saat itu sedang tumbuh pesat.

Pada 2007 tersebut, Direktur Utama Perum Pegadaian saat itu, Deddy Kusdedy mengatakan, pihaknya menyediakan dana Rp500 miliar untuk gadai saham. Sebab pasar saham saat itu sedang berkembang.

"Prospek gadai efek ini saya hanya melihat dari kapitalisasi market kapitalisasi saham, kurang lebih mencapai Rp25 triliun, kalau saya hanya mengambil market lima persen saja, berartikan Rp1,2 triliun. Kami optimistis karena marketnya ada," katanya saat itu.

Perum Pegadaianpun menerima 20 saham blue chip untuk digadaikan, yaitu,Telkom (TLKM), BCA (BBCA), BRI (BBRI), Tambang Batubara Bukit Asam (PTBA), Bank Mandiri (BMRI), Perusahaan Gas Negara (PGAS), Indosat (ISAT), Bank Danamon (BDMN), Bumi Resources (BUMI), Bakrie and Brothers (BNBR).

Selain itu United Tractors (UNTR), Anntam (ANTM), Indofood Sukses Makmur (INDF), Kalbe Farma (KLBF), Medco Energi Internasional (MEDC), Bakrieland Development (ELTY), Bank NIaga (BNGA), Bank Internasional Indonesia (BNII), Astra Internasional (ASII), dan Bakrie Telecom (BTEL).

Sejak Semester II 2008, efek krisis keuangan di AS terasa di Indonesia. Bursa saham turun tajam. Harga-harga saham jatuh. Saham menjadi kurang kompetitif. Hal ini membuat banyak investor pasar finansial yang merugi. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009