Jambi (ANTARA) - Komunitas Konservasi Indonesia Warsi (KKI-Warsi) mencatat konflik harimau Sumatera (phantera tigris Sumaterae) dengan manusia kembali terjadi pada Jumat 25 Maret 2022, seperti pada 2009 yang juga korbannya adalah pekerja di dalam hutan lahan bekas HPH PT PDIW di Kumpeh Ilir Kabupaten Muaro Jambi.

Wakil Direktur KKI Warsi, Adi Junedi di Jambi, Senin, mengatakan keberadaan harimau sumatera di lokasi hutan bekas HPH PT Putra Duta Indah Wood (PDIW), sangatlah memungkinkan dengan jatuhnya korban jiwa manusia yang diterkam dan sebagian potongan tubuhnya di makan oleh harimau.

Hal itu disebabkan lahan itu adalah daerah pelintasan si raja hutan dan termasuk bagian dalam kawasan konsentrasi habitat harimau yang berada di areal Taman Nasional Berbak Sembilang.

Areal Taman Nasional Berbak Sembilang yang secara lanskap menyatu dengan kawasan hutan produksi yang dibebani izin pada Putra Duta Indah Wood dan Pesona Belantara dan agak ke selatan lagi bersambung dengan hutan produksi yang sudah menjadi hutan tanaman Sinar Mas Forestry.

Baca juga: Seorang pekerja tewas diterkam harimau di Jambi

Baca juga: BKSDA Jambi pasang kamera perangkap tangkap harimau pemangsa hewan


"Jatuhnya korban jiwa di daerah ini, mengingatkan kita pada peristiwa tahun 2009 silam, dimana seekor harimau yang belakangan berhasil ditangkap dan diberi nama Salma juga memakan korban jiwa yang cukup banyak, 9 jiwa dimana kejadian waktu itu, yang dimangsa adalah pelaku pengambilan kayu di dalam hutan," kata Adi Junaedi.

Kalau kali ini baca kronologis yang terjadi dari dulu sampai saat ini adalah harimau memangsa pekerja penggarap lahan.

Hal ini tentu memprihatinkan mengingat ada kegiatan di dalam kawasan hutan yang statusnya HPH non aktif.

"Kawasan TN Berbak Sembilang dan hutan-hutan yang tersambung dalam lanskap itu, harusnya dipertahankan sebagai kawasan hutan dan hal ini sangat penting untuk mencegah konflik antara manusia dan satwa," kata Adi Junedi.

KKI Warsi kini hanya bisa menyerukan kepada pemerintah selaku pengelola kawasan untuk melakukan restorasi di wilayah tersebut. Hal ini penting mengingat wilayah itu adalah perlintasan satwa harimau ditambah lahan hutan gambut saat ini sudah semakan sempit sehingga kawasan yang masih tersisa sudah saatnya untuk dipulihkan dan dikembalikan fungsinya menjadi hutan.

"Ini tidak hanya untuk habitat satwa, akan tetapi juga penting untuk areal resapan gambut yang akan membantu tata hidrologi kawasan gambut di pesisir Jambi,” kata Adi.

Kawasan hutan Jambi sudah semakin sempit, berdasarkan analisis satelit Citra Sentinel 2 tahun 2021, tutupan hutan Jambi tinggal 896 ribu ha, atau hanya 18 persen dari luas Provinsi Jambi.

"Dengan kawasan hutan yang sedikit, akan menyebabkan Jambi selalu berada dalam ancaman bencana ekologis dan juga konflik dengan satwa akan terus terjadi dan untuk itulah penting adanya upaya pemulihan kawasan hutan, salah satunya adalah kawasan HTP non aktif Putra Duta dan Pesona Belantara," kata Adi Junedi.*

Baca juga: Puluhan jejak kaki harimau ditemukan BKSDA di Batanghari-Jambi

Baca juga: Polres Tebo olah tempat kejadian korban diduga diterkam harimau

Pewarta: Nanang Mairiadi
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022