Rendahnya kemampuan menyerap air hujan dan tingginya aliran permukaan sehingga berpotensi terjadi banjir tidak lepas dari kondisi ekosistem yang telah mengalami perubahan
Bengkulu (ANTARA) - Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi mengingatkan Provinsi Bengkulu soal rendahnya tutupan hutan dan tentunya meningkatkan potensi bencana ekologi di 2024 ini.

"Rendahnya kemampuan menyerap air hujan dan tingginya aliran permukaan sehingga berpotensi terjadi banjir tidak lepas dari kondisi ekosistem yang telah mengalami perubahan. Terutama perubahan tutupan hutan dan banyaknya areal terbuka," kata Direktur Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi Adi Junedi di Bengkulu, Jumat.
 
TIM Geographic Information System (GIS) KKI Warsi pun melakukan analisis citra satelit sentinel, dipadukan dengan pengamatan dari google earth, citra spot 6, SAS Planet untuk mengetahui kondisi tutupan hutan dan perubahan permukaan lahan berupa lahan terbuka di Provinsi Bengkulu.

Baca juga: Kemarin, pengelolaan hutan Indonesia hingga pemulangan pekerja migran
 
Hal itu, kata dia, dilakukan untuk melihat dan membangun kewaspadaan semua pihak dalam melakukan mitigasi dan adaptasi terhadap bencana ekologi.
 
Dari analisis, menurut dia diketahui tutupan hutan di Bengkulu tinggal 645.116 hektare atau 32 persen dari luas wilayah Bengkulu. Dibandingkan dengan 2022, tutupan hutan Bengkulu berkurang sebanyak 8.306 hektare.
 
"Perubahan tutupan hutan akan berpengaruh pada berkurangnya kemampuan bumi dalam menyerap air hujan, sehingga curah hujan berpotensi menjadi aliran permukaan," kata Adi Junedi.
 
Tidak hanya berkurang, kawasan hutan dan lahan di Bengkulu juga terlihat di citra sentinel yang mengindikasikan adanya lahan terbuka. Dari analisis yang dilakukan, kata Adi terdapat 142.466 hektare lahan terbuka.

Baca juga: KLHK perkuat kesatuan pengelolaan hutan guna dongkrak nilai ekonomi
 
Selain dalam kawasan hutan, areal terbuka juga terpantau dalam berbagai pemanfaatan lahan lainnya, seperti pembukaan lahan di kawasan tambang, terpantau seluas, 3.719 hektare, perkebunan sawit seluas 12.719 hektare, dan perusahaan kehutanan 4.053 hektare.
 
Adanya areal terbuka di Bengkulu itu, menurut dia, tidak hanya terjadi pada kawasan yang diizinkan, namun juga terjadi pada kawasan konservasi. Dari analisis yang dilakukan, kawasan terbuka dalam kawasan hutan terpantau seluas 35.044 hektare, dan seluas 7.633 hektare bukaan terpantau berada di hutan lindung dan 6.533 hektare berada di kawasan taman nasional.
 
“Kondisi lahan yang terbuka baik dalam taman nasional, perkebunan, area pengguna lain menjadi penyebab berkurangnya kemampuan tanah dalam penyerapan air, sehingga air akan meluncur menjadi aliran permukaan. Kondisi ini lah yang menyebabkan banjir dan longsor,” ujarnya.
 
Oleh karena itu menurut Adi perlu kesadaran bersama dalam mencegah penurunan luasan hutan, dan juga meminimalkan areal terbuka hutan dan tambang agar terhindar dari bencana ekologi.

Baca juga: AS kagumi praktik pengelolaan hutan di Indonesia

Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2024