Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan Indonesia bersama negara-negara besar dunia sedang mencari jalan keluar dari disrupsi ganda atau multiple disruption yang sedang melanda dunia saat ini.

"Disrupsi yang terjadi di antaranya berada di sektor kesehatan, ekonomi, digitalisasi, dan lingkungan," kata Airlangga dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Selasa.

Pemulihan dunia pasca pandemi akan sulit terwujud apabila masih terdapat kesenjangan antarnegara dalam sektor-sektor tersebut, sehingga Indonesia dalam Presidensi G20 mengusung tema “Recover Together, Recover Stronger".

Menurut dia, Indonesia berupaya untuk menghadirkan penyampaian nyata yang dapat di replikasi di negara lain, sehingga melalui tiga agenda utama Presidensi G20, Indonesia mengarahkan kerja sama kelompok negara-negara besar untuk menciptakan hasil yang konkret.

Agenda utama yang pertama yaitu reformasi arsitektur kesehatan global yang dapat diwujudkan dengan penyelarasan standar protokol kesehatan global, serta pembentukan Joint Finance and Health Task Force guna mengembangkan mekanisme pembiayaan yang inovatif dan cepat untuk pencegahan dan kesiapsiagaan menghadapi penyakit menular di masa depan.

”Kami akan mendorong transfer teknologi produksi vaksin agar vaksin terdistribusi merata ke seluruh negara di dunia. Kita telah berkomitmen untuk memenuhi deklarasi KTT G20 Roma untuk mencapai target vaksinasi sekurang-kurangnya 70 persen dari populasi dunia pada pertengahan 2022 ini,” jelas Airlangga.

Selanjutnya, kata dia, agenda yang kedua adalah transformasi ekonomi berbasis digital, yang antara lain dilakukan dengan pengembangan literasi dan keterampilan digital yang lebih inklusif dan produktif.

Digitalisasi diumpamakan seperti dua sisi mata uang dengan satu sisi pertumbuhan yang cepat dan dapat membantu pemulihan ekonomi, sedangkan sisi lainnya menyebabkan ketimpangan-ketimpangan antar negara.

UNESCO mencatat baru 55 persen rumah tangga di dunia yang terkoneksi internet dan bahkan di negara berpendapatan rendah, persentasenya di bawah 20 persen.

Melihat situasi itu, Presidensi G20 Indonesia berupaya mendorong peningkatan infrastruktur digital yang dapat membantu negara tertinggal seperti pemanfaatan low earth orbit satellite, serta mendorong pelatihan keterampilan dan literasi digital, seperti yang dilakukan di Indonesia melalui program Kartu Prakerja.

Airlangga melanjutkan, agenda yang ketiga adalah mencapai kesepakatan global dalam mempercepat transisi energi yang lebih bersih dan hijau melalui perluasan akses energi yang tidak hanya adil namun juga terjangkau, baik dari sisi teknologi maupun pembiayaannya.

Presidensi Indonesia akan mendorong mobilisasi dana untuk transisi energi, serta menekankan pentingnya prinsip common but differentiated responsibilities atau serupa tetapi dengan tanggung jawab yang berbeda, sesuai kerangka Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB)

Selain itu Indonesia meningkatkan inklusifitas sekaligus memastikan koherensi dalam agenda yang dipromosikan oleh berbagai Working Group dan Engagement Group yang merupakan bagian dari G20, sebagai mandat dari presidensi sebelumnya seperti Seoul 2010 dan Cannes 2011.

Dalam konteks itu, sambung dia, peran kaum muda dan akademisi dalam upaya pemulihan global tak bisa dikesampingkan, sehingga melalui Engagement Group Youth20, Think20, atau Science20 dengan berbagai platform partisipasi dan kegiatan yang diselenggarakan, peran pelajar akan memiliki andil besar dalam menentukan arah kebijakan dan manfaat pemulihan.

”Generasi saya dan yang bekerja pada saat ini akan digantikan oleh para generasi muda. Oleh karena itu manfaatkan masa-masa investasi pengetahuan ini dengan sebaik-baiknya, dan tugas pemerintah adalah mempersiapkan peralihan generasi nanti berjalan sesuai yang diharapkan,” tutupnya.

Baca juga: Airlangga harap perguruan tinggi cetak sarjana cakap digital
Baca juga: Airlangga tegaskan pemerintah terus akselerasi pemulihan ekonomi
Baca juga: Genjot UMKM, pemerintah dorong aksi Bangga Buatan Indonesia

 

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2022