Jakarta (ANTARA) - Pemerintah dan PT Pertamina (Persero) dinilai cukup bijak dalam mengambil keputusan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertamax menjadi Rp12.500 per liter, namun di sisi lain mempertahankan harga Pertalite tetap Rp7.650 per liter.

Dengan keputusan tersebut, dampak kenaikan BBM diperkirakan minim karena konsumen Pertamax adalah kalangan menengah atas.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menilai keputusan menaikkan harga Pertamax lebih kepada pertimbangan agar tidak berdampak terlalu besar terhadap masyarakat, khususnya kelompok bawah. Bagi sekelompok konsumen, kenaikan harga Pertamax bisa mendorong peralihan (shifting) ke Pertalite. Tapi kelompok masyarakat yang benar-benar mampu tidak akan beralih.

"Mereka lebih sayang dengan mobil mewah mereka," kata Piter dalam keterangan di Jakarta, Jumat.

Menurut Piter, untuk mengantisipasi terjadinya shifting, hanya ada satu yang perlu disiapkan yakni memastikan pasokan Pertalite mencukupi. Peralihan konsumsi, kata Piter, tidak perlu dilawan karena nanti pada waktunya konsumen akan kembali lagi ke Pertamax.

"Jadikan orang miskin naik kelas ke orang kaya," katanya.

Kenaikan harga Pertamax ini hampir tidak ada dampaknya ke inflasi karena Pertamax bukan masuk kantong perhitungan inflasi. Akan tetapi efek berikutnya tetap ada. Kenaikan harga Pertamax bisa saja mempengaruhi kenaikan harga barang-barang lain walaupun diperkirakan tidak besar.

Baca juga: Pertamina jual pertamax Rp12.500 per liter

Pengamat Ekonomi Energi UGM Fahmy Radhi mengatakan penetapan harga Pertamax mestinya ditentukan oleh mekanisme pasar. Karena itu, harga yang ideal adalah sesuai dengan harga keekonomian. Saat ini harga Pertamax harus dinaikkan, mengingat harga minyak dunia sempat mencapai 130 dolar AS per barel. Jika tidak dinaikkan beban Pertamina semakin berat.

"Kenaikan harga Pertamax Rp12.500 pada 1 April sudah tepat,” ujarnya.

Dia mengakui kenaikan harga Pertamax memang memicu inflasi, tetapi kontribusinya kecil. Pasalnya, proporsi konsumen hanya sekitar 14 persen. Selain itu, konsumen Pertamax adalah golongan menengah atas yang menggunakan mobil mahal.

“Mereka juga tidak akan migrasi ke Pertalite yang harganya lebih murah karena tidak proper dengan mesin mobil yang rata-rata bagus,” katanya.

Fahmy mengapresiasi sikap pemerintah dan Pertamina yang tidak menaikkan harga Pertalite yang proporsi konsumen mencapai 76 persen. Kenaikan harga Pertalite akan menyulut inflasi dan menurunkan daya beli rakyat.

“Penetapan Pertalite sebagai BBM penugasan juga sangat tepat agar pemerintah dapat memberikan subsidi pada saat tidak menaikkan harga Pertalite,” ujarnya.

Per 1 April 2022 harga Pertamax resmi dinaikkan dari semula Rp9.000 menjadi Rp12.500 per liter untuk wilayah Jawa, Sumatera, serta Bali dan Nusatenggara. Untuk wilayah Kalimantan dan Indonesia Timur harga Pertamax naik menjadi Rp12.750 per liter. 

Baca juga: Pertamina: Harga Pertamax naik untuk tekan beban keuangan perseroan
 

Pewarta: Faisal Yunianto
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2022