Jakarta (ANTARA News) - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Abdul Hafiz Anshary menyatakan, dirinya tidak akan menuntut Mabes Polri atas kekeliruan status hukumnya dalam kasus pemilu legislatif di Halmahera Utara.

Menurutnya, KPU hanya membutuhkan klarifikasi dari pihak Polri dan hal itu sudah dilakukan oleh mereka.

"Klarifikasi telah disampaikan bahwa status sebagai terlapor. Jadi, kami nggak tak sampai berpikir ke arah sana. Yang penting di-clear-kan sehingga tak merugikan pihak tertentu," kata Hafidz di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis.

Kendati demikian, dia menilai bahwa kasus ini bisa menjadi preseden buruk bagi KPU karena bukan hanya dia saja yang dilaporkan ke polisi, namun empat anggota KPU lainnya dan masalah yang dilaporkan adalah persoalan yang sudah selesai di Mahkamah Konstitusi.

"Kasus ini terjadi dua tahun lalu, dan selesai di MK. Tapi dibongkar lagi, mendapat ruang untuk dipersoalkan. Ini akan sulit nantinya," tukas Hafiz.

Dia menegaskan, jika kasus ini diberi ruang, maka kasus-kasus yang lain bisa menyusul, dimana pihak yang kalah di MK bisa melaporkannya ke polisi.

"Ini menyangkut kelembagaan KPU, menyangkut hasil-hasil pemilu. Kalau ini diberi ruang, bisa jadi yang lain bisa digugat, seperti pemilu, pilkada, juga pilpres," tegasnya.

Sementara itu, Wakil Ketua DPR Pramono Anung meminta Komisi III DPR RI mendalami kasus yang melibatkan Ketua KPU karena penjelasan Mabes Polri bahwa ada salah ketik dalam Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dinilai meragukan.

"Menurut saya bukan salah ketik. Ya, kalau salah ketik 'tersangka' itu jadi 'tersungkur' atau 'tersingkir'. Nah, ini antara kata 'tersangka' dengan kata 'saksi' dua hal yang berbeda," katanya.

Dia menyatakan, kasus salah ketik SPDP bisa disebabkan beberapa faktor, seperti salah dalam men-judgement, atau ada pertimbangan-pertimbangan lain.

"Saya tidak tahu mana yang benar. Ini tugas Komisi III untuk mendalami," tukas Pramono.(zul)

Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011