Berlin (ANTARA News) - Penderitaan yang dialami para tahanan di penjara Guantanamo Bay milik AS atas tuduhan terlibat aksi teror dihidupkan kembali dalam film kuat yang penayangan perdana dunianya berlangsung di Festival Film Brlin, Selasa. "The Road to Guantanamo" arahan sutradara Inggris, Michael Winterbottom dan Mat Whitecross, mendokumentasikan mimpi buruk yang menimpa sekelompok pemuda Muslim Inggris yang ditahan di Afghanistan, menyusul pemboman AS dan kemudian dikirim ke penjara Amerika di Kuba tersebut. "Kami akan memperlihatkan kepada dunia apa yang sedang terjadi di Guantanamo," kata Shafiq Rasul, salah satu dari Muslim Inggris yang disekap di penjara itu, dalam jumpa pers yang dipadati wartawan seusai penayangan. "Kami ingin penjara itu ditutup," katanya, seperti dilaporkan DPA. "Penjara itu bertentangan dengan hak azasi manusia." Hadirnya Shafiq rasul pada rilis film itu dengan seorang tahanan lain, Ruhel Ahmed, membuat suasana jumpa pers diliputi suasana mencekam. "Film itu berupaya menuturkan kisah yang mereka alami," kata Winterbottom kepada para wartawan, dengan film itu memerinci penganiayaan dan penghinaan yang dilakukan para serdadu dan penyidik Amerika setelah mereka disangka sebagai pejuang Taliban. Terperangkap Shafiq Rasul, Ruhel Ahmed dan dua temannya pergi ke Pakistan untuk menghadiri acara pernikahan tak lama setelah serangan teroris pada 11 September 2001 atas AS sebelum memutuskan untuk mengunjungi Afghanistan guna menyaksikan kehidupan yang sesungguhnya di sana di bawah Taliban dan untuk membantu rakyat Afghanistan dengan proyek-proyek kemanusiaan. Salah satu dari mereka hilang dalam serangan pemboman AS, sedangkan tiga orang lainnya terpaksa mendekam selama dua tahun di Guantanamo tanpa kontak apapun dengan dunia luar, sebelum akhirnya mereka di dibebaskan menyusul apa yang disebut Shafiq Rasul sebagai hasil kesepakatan dengan London. "Mereka orang biasa yang betul-betul terperangkap dalam peristiwa tersebut," kata Winterbottom, yang bersikeras bahwa "The Road to Guantanamo" bukanlah film anti-Amerika, dan menambahkan film itu sungguh-sunguh ingin menempatkan wajah kemanusian tentang mereka yang disekap di Guantanmo. Namun begitu, Festival Film Berlin tak pernah berusaha menjauhkan diri dari menjelajahi isu-isu politis kontemporer. Sekalipun berbagai mimpi buruk terus menghantui mereka setelah pembebasan mereka, kedua pria merasa yakin bahwa mereka harus terus maju dan meninggalkan Guantanmo di belakang mereka. Setelah beberapa waktu, anda harus memulai kehidupan anda," kata Shafiq Rasul. "Anda harus menempatkannya di balik pikiran anda." (*)

Copyright © ANTARA 2006