Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi VI DPR RI Nevi Zuairina, menyatakan, PLN perlu menjadi pelopor dari ekosistem kelistrikan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) sehingga layak digencarkan sosialisasi terkait penerapan gaya hidup dengan menggunakan peralatan berbasis listrik dalam kehidupan sehari-hari.

"Ketika PLN sebagai perusahaan negara yang merupakan penyedia listrik terbesar di Indonesia menjadi pelopor dalam ekosistem kelistrikan seperti kendaraan listrik (EV/electric vehicle) dan kompor induksi, maka akan terjadi penciptaan permintaan yang secara bersamaan dapat sebagai pengalihan konsumsi energi berbasis impor menjadi energi berbasis domestik," kata Nevi dalam keterangan di Jakarta, Sabtu.

Untuk itu, ujar dia, PLN mesti melakukan peningkatan permintaan, efisiensi, perbaikan bisnis proses, tata kelola perusahaan yang baik dan manajemen hutang untuk memperkuat keuangan perusahaan.

Menurut Nevi, Komisi VI DPR RI sudah mendukung PT PLN untuk menghadapi dan mengatasi tantangan sistem kelistrikan Tahun 2022 terkait Oversupply pada sistem Jawa-Bali dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap.

Dengan begitu, ujar dia, perlu ada kemudahan masyarakat untuk memperoleh peralatan-peralatan yang mendorong ekosistem kendaraan listrik berbasis baterai dan penggunaan kompor induksi yang merupakan peralatan yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

"Saya sangat mendukung kepada PLN agar terus mencari peluang pasar baru, seperti di sektor pertanian, peternakan, perkebunan, dan perikanan serta kelautan melalui program electrifying agriculture dan electrifying marine," katanya.

Ia berpendapat bahwa hal ini merupakan sebuah terobosan teknologi yang akan mengurangi penggunaan energi berbasis fosil sehingga kondisi kejadian kelangkaan energi seperti solar dan mahalnya BBM lain seperti pertamax ke atas dapat dihindari.

Terkait dengan EBT, PT PLN (Persero) kini menerapkan sistem digital pada pembangkit listrik guna menjawab tantangan intermitten atau ketidakstabilan Energi Baru Terbarukan yang masih bergantung pada kondisi alam dan cuaca.

Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan ketidakstabilan energi baru terbarukan memberikan tekanan terhadap sistem pembangkit listrik, sehingga diperlukan sistem digital untuk mengatasi tekanan itu.

"Dengan masuknya era energi baru terbarukan berbasis alam, angin kencang listrik naik, angin sepoi-sepoi listrik turun, kami harus mengimbangi itu, tentu saja kami harus membangun sistem digital. Untuk itu, selama dua tahun ini kami fokus melakukan digitalisasi," ujar Darmawan dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR RI di Jakarta, Senin (28/3).

Darmawan menjelaskan bahwa dulu fluktuasi listrik hanya terjadi pada permintaan saja, yaitu siang konsumsi listrik naik, sore turun, malam hari naik lagi, dan tengah malam konsumsi listrik turun.

Ketika masuknya pembangkit EBT, seperti listrik tenaga surya dan angin yang bersifat intermitten, membuat perseroan kian sering mengatur pengoperasian pembangkit listrik saat PLTS memproduksi listrik, maka pembangkit energi fosil yang dimiliki PLN akan diturunkan, lalu saat jam 2 siang produksi listrik PLTS turun, maka pembangkit energi fosil dipacu untuk menghasilkan listrik.

"Di pembangkit ada 5.000 sensor, dari 5.000 sensor itu harus dibangun suatu expert system, ini kepanasan, tekanan kurang, dan lain-lain langsung dilakukan koreksi. Tanpa adanya digitalisasi pembangkit tersebut, pembangkitnya menjadi kurang efisien," jelas Darmawan.

Baca juga: PLN akan manjakan pemilik mobil listrik dengan layanan 'home charging'
Baca juga: Menteri Airlangga: PLN punya pasar besar untuk kendaraan listrik
Baca juga: PLN pakai bahan bakar biomassa di 28 PLTU

 

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2022