Pontianak (ANTARA News) - Gubernur Kalimantan Barat Cornelis mengharapkan pemerintah pusat meninjau kembali MoU tapal batas wilayah negara Indonesia dan Malaysia yang dibuat pada 1978, karena pihaknya menemukan bukti-bukti baru tentang letak tapal batas yang sebenarnya.

"Polemik tapal batas negara kita dengan negara tetangga sudah sering terjadi, dan karena itu kita harapkan pemerintah pusat dan tim tapal batas Indonesia-Malaysia bisa meninjau kembali MoU itu," kata gubernur di Pontianak, Jumat malam.

Menurut dia, bahkan bila perlu menolak hasil pengukuran bersama yang telah dibuat sebelumnya, karena hasil pengukuran pada 1978 tidak relevan dengan bukti-bukti baru yang berhasil dihimpun pihak Indonesia.

Ia mengatakan bukti-bukti baru tersebut termasuk beberapa peta lama, baik dari peninggalan Kerajaan Sambas, dan peta yang dibuat berdasarkan kesepakatan Inggris dan Belanda pada zaman penjajahan, di mana ada lima peta yang saat ini dipegang pemerintah provinsi.

Menurut Cornelis, tidak ada pergeseran patok batas negara seperti yang diributkan media massa, akhir-akhir ini.

Namun, kata dia, pergeseran tersebut baru diketahui setelah Pemprov Kalbar mencocokkan peta yang dibuat berdasarkan tim batas Indonesia-Malaysia pada 1978 dengan peta peninggalan Kerajaan Sambas serta peta yang dibuat Inggris dan Belanda. "Terlihat jelas terjadi pergeseran batas negara yang dilakukan pihak Malaysia," katanya.

Pergeseran batas negara tersebut, menurut dia tidak hanya terjadi di Camar Bulan, tetapi juga di Gosong Niger, dan Tanjung Datu.

"Berdasarkan peta yang kita miliki, ada beberapa wilayah Indonesia di Camar Bulan, Gosong Niger, dan Tanjung Datu yang masuk wilayah Malaysia. Ini yang sekarang kita harapkan bisa diselesaikan, karena jelas Indonesia mengalami kerugian dalam hal ini," kata Cornelis.

Ia juga mempertanyakan kenapa saat pembuatan MoU batas negara pada 1978, tim yang melakukan pengukuran tidak berpedoman pada peta lama, baik dari Kerajaan Sambas, maupun peta yang dibuat berdasarkan kesepakatan pembagian wilayah jajahan Inggris dan Belanda.

Cornelis juga mengatakan dari berbagai permasalahan yang terjadi di wilayah perbatasan di Kalbar, termasuk di Dusun Camar Bulan, Kabupaten Sambas, diharapkan pemerintah pusat bisa segera melakukan peninjauan kembali, dan menolak hasil pengukuran bersama garis batas Negara Indonesia dengan Malaysia yang dibuat pada 1978, serta memperbaharui peta-peta yang telah diukur bersama yang tidak sesuai dengan peta asli peninggalan pemerintah Inggris dan Belanda.

"Kami selaku pemerintah provinsi dan instansi terkait akan bekerja sama untuk tetap melakukan tindakan penguasaan efektif di OBP Tanjung Datu, Peraiaran Gosong Niger, dan Camar Bulan sebagai wilayah NKRI yang selama ini menjadi polemik dengan Malaysia, agar kasus Simpadan dan Ligitan tidak terulang kembali," katanya.

Cornelis juga mengatakan sebagai landasan hukum untuk pembatalan dari hasil pengukuran tim perbatasan Indonesia dan Malaysia yang dilakukan pada 1975, pihaknya akan mengajukan beberapa referensi dan bahan-bahan yang diperlukan kepada pemerintah pusat.

"Yang jelas, kita akan bersikeras agar wilayah NKRI tetap terjaga dengan baik, dan tidak dicaplok oleh negara lain," katanya.

Mendapatkan informasi baru tersebut, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Abdul Hakam Naja mengatakan pihaknya akan segera mengundang Kementerian Pertahanan, Kementerian Luar Negeri, dan TNI serta beberapa Kementerian lain, dan pihak lainnya untuk membahas masalah tersebut.

"Kami rasa informasi yang diberikan Gubernur Kalbar itu sangat menarik untuk ditindaklanjuti. Kalau ada peta peninggalan kerajaan serta peta dari peningalan Inggris dan Belanda, kenapa tim yang melakukan penetapan batas negara tahun 1978 tidak berpatokan dengan peta-peta itu, dan ini yang akan kita bahas lebih jelas," kata Hakam. (ANT-171/M008)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011