Bandung (ANTARA) - Umat Muslim Indonesia masih menjalankan ibadah puasa di Bulan Suci Ramadhan 1443 Hijriah dalam suasana pandemi COVID-19.

Namun warga masih bisa melakukan aktivitas di luar rumah dengan catatan tetap menerapkan protokol kesehatan seperti memakai masker dan menjaga jarak.

Salah satu aktivitas di luar rumah saat Bulan Suci Ramadhan ialah ngabuburit atau kegiatan menunggu azan Maghrib menjelang berbuka puasa pada waktu bulan Ramadhan.

Ngabuburit bisa dilakukan dengan melakukan wisata religi yakni dengan mengunjungi empat masjid ikonik yang ada di wilayah Jawa Barat (Jabar).

Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Jabar Benny Bachtiar menuturkan tidak ada salahnya jika wisatawan (traveler) mengunjungi empat rekomendasi destinasi wisata religi di Jabar, sekaligus mempelajari syiar Islam di Tanah Priangan selama Bulan Suci Ramadhan ini.

Asalkan wisata tetap menjalankan protokol kesehatan seperti memakai masker selama mengunjungi destinasi wisata religi.

Berikut adalah empat objek wisata religi masjid ikonik di Jabar yang bisa dikunjungi saat ngabuburit.

Objek wisata religi pertama ialah Masjid Raya Bandung Provinsi Jawa Barat yang berada di Kawasan Alun-alun Bandung.

Di Masjid Raya Bandung terdapat dua menara kembar setinggi 81 meter yang menjulang menjadi pemandangan menakjubkan yang pertama kali terlihat dari Masjid Raya Bandung.

Lalu masjid ini juga menjadi salah satu ikon dari Kota Bandung yang cukup terkemuka.

Baca juga: Kang Emil survei lokasi desain masjid Islamic Centre Surabaya

Kubah nyungcung

Masjid yang pertama kali dibangun pada tahun 1810, sebelumnya bernama Masjid Agung yang dibangun bersamaan dengan dipindahkannya pusat Kota Bandung dari Krapyak.

Pada mulanya bentuk bangunan masjid ini berbentuk panggung tradisional yang sederhana, bercorak Sunda dengan kolam besar untuk mengambil air wudhu.

Seiring dengan perkembangan zaman, masjid yang memiliki luas 8.573 meter persegi ini telah mengalami belasan kali renovasi.

Pada momentum Konferensi Asia Afrika pada tahun 1955, Masjid Agung Bandung mengalami perombakan besar-besaran.

Atas rancangan Presiden RI pertama, Soekarno, Masjid Agung Bandung mengalami perubahan total seperti bagian kubah yang sebelumnya berbentuk nyungcung menjadi kubah persegi empat bergaya timur tengah seperti bawang.

Model kubah nyungcung bentukan Soekarno itu hanya bertahan kurang lebih 15 tahun, setelah rusak akibat tiupan angin kencang.

Perombakan wajah Masjid Raya Bandung terus dilakukan sampai pada 2001 saat kepemimpinan Gubernur Jawa Barat HR Nuriana.

Selain itu, Gubernur Jawa Barat M Ridwan Kamil yang saat itu menjabat sebagai Wali Kota Bandung pun punya andil dalam mengubah wajah Masjid Raya Bandung.

Salah satunya dengan menjadikan lahan alun-alun menjadi lapangan rumput sintetis.

Baca juga: Khofifah minta Ridwan Kamil arsiteki masjid di Islamic Center Surabaya

Masjid Cipta Rasa

Terkait pelaksanaan Shalat Tarawih, Masjid Raya Bandung akhirnya kembali menggelar salat Tarawih berjamaah pada Ramadhan 1443 Hijriah ini pada Sabtu 2 April 2022 setelah sebelumnya sempat terhenti selama dua tahun akibat pandemi COVID-19,

Pengurus DKM Masjid Raya Bandung tetap menerapkan protokol kesehatan (prokes) ketat bagi para jemaah untuk mencegah potensi penularan COVID-19.

Ketua Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Masjid Raya Bandung KH Hasyim Ashari mengatakan saat ini ibadah salat Tarawih sudah memungkinkan untuk kembali digelar.

Akan tetapi para jamaah harus tetap menerapkan protokol kesehatan COVID-19 ketat.

Objek wisata religi yang kedua ialah Masjid Agung Sang Cipta Rasa yang berada di sebelah barat alun-alun Sangkalabuwana, Kota Cirebon.

Masjid Agung Sang Cipta Rasa menjadi salah satu saksi bisu perjuangan Wali Sanga dalam menyebarkan Islam di Tanah Jawa.

Dilansir dari laman disbudpar.jabarprov.go.id, masjid ini dibangun pada tahun 1498 M oleh Wali Sanga atas prakarsa Sunan Gunung Jati pada tahun 1480.

Sementara untuk proses pembangunannya pun dipimpin oleh Sunan Kalijaga dengan arsitek Raden Sepat (dari Majapahit) bersama dengan 200 orang pembantunya (tukang) yang berasal dari Demak.

Baca juga: Penataan Alun Alun Karawang-Jabar diintegrasikan dengan Masjid Agung

Adzan pitu

Hasilnya bangunan masjid ini cukup unik karena ada akulturasi budaya dengan gaya bangunan Hindu.

Menurut cerita rakyat yang ada hingga saat ini, masjid ini dibangun dalam waktu satu malam sehingga bisa digunakan untuk Shalat Subuh keesokan harinya.

Jika ditilik dari sisi lain, masjid yang menjadi destinasi wisata ikonik di Cirebon ini juga merupakan wujud rasa cinta Sunan Gunung Jati kepada istrinya, Nyi Mas Pakungwati.

Oleh karena itu, hal inilah yang membuat masjid ini pada awalnya dinamai Masjid Pakungwati, namun diganti pada tahun 1970 menjadi Masjid Sang Cipta Rasa yang berasal dari pengejawantahan kepercayaan dan rasa.

Saat ini bangunan masjid tersebut masih orisinal dan tiang-tiang penyanggah masih terbuat dari kayu.

Bangunan masjid dibagi menjadi dua, ruang utama dan serambi dan untuk masuk ke ruang utama, jamaah atau pengunjung harus menundukkan kepala karena pintu masuk ke ruang utama dibuat begitu kecil.

Dan salah satu kekhasan dari Masjid Sang Cipta Rasa ini, adalah adzan pitu atau adzan yang dikumandangkan oleh tujuh muazin.

Untuk saat ini, hanya di waktu Shalat Jumat tradisi adzan pitu dilakukan.

Adzan Pitu yang menjadi simbol perlawanan terhadap sosok Menjagan Wulu yang dengki dengan penyebaran Islam itu, tetap dipertahankan hingga kini dan menjadi identitas Masjid Agung Sang Cipta Rasa.

Baca juga: Masjid Raya Jawa Barat ditargetkan rampung dua tahun lagi

Masjid Kubah Mas

Objek wisata religi yang ketiga adalah
Masjid Kubah Mas Depok yang terletak di Jalan Raya Meruyung, Meruyung, Kecamatan Limo, Kota Depok.

Sebenarnya bangunan tersebut sebenarnya bernama Masjid Dian Al Mahri.

Dilansir dari laman disbudpar.jabarprov.go.id, penyebutan Kubah Emas diambil dari bentuk atap masjid yang memang dilapisi emas murni.

Masjid Jami Dian Al-Mahri ini dibangun pada tahun 2001 dan rampung pada 2006 oleh pengusaha asal Banten, Hj Dian Djuriah Maimun Al-Rasyid. Masjid ini dapat menampung kurang lebih 20.000 jamaah dan disebut sebagai masjid termegah di Asia Tenggara.

Di bagian interior masjid ini memiliki pilar-pilar kokoh yang menjulang tinggi.

Pendiri masjid ini merepresentasikan bangunan megah di dalam masjid sebagai bukti kebesaran Allah SWT.

Pengunjung yang datang, biasanya tak hanya menjalani ibadah, namun juga mengabadikan foto-foto di halaman Masjid Kubah Emas.

Selain itu jumlah pengunjung akan lebih membludak ketika momen-momen tertentu seperti Idul Fitri, Idul Adha, atau Maulid Nabi Muhammad SAW.

Banyak wisatawan dari dalam dan luar kota yang berkunjung ke masjid seluas 8.000 meter persegi ini.

Baca juga: Rindu beribadah di masjid

Masjid Agung Al-Imam

Objek wisata religi yang keempat adalah Masjid Agung Al-Imam Majalengka yang berada di sebelah barat Alun-alun Majalengka.

Tiga kata mewakili masjid ini yakni antik, megah dan luas.

Masjid terbesar di 'Kota Kuda' ini, memiliki desain yang estetik.

Masjid Agung Al-Imam dilengkapi dengan empat menara yang menjulang di setiap sisinya.

Tampak dari luar, masjid ini dilengkapi ornamen yang detail dan indah. Hamparan rumput sintetis di pinggir masjid juga menjadi spot rehat yang menarik usai melaksanakan ibadah dalam masjid.

Masjid Al Imam ini merupakan wakaf atau peninggalan dari Kiai Imam Syafari, kakek dari pahlawan nasional KH Abdul Halim.

Pada awalnya masjid ini dibangun secara sederhana dengan bentuk panggung yang di bawahnya terdapat kolam kecil.

Renovasi masjid ini pun dilakukan secara bertahap, hingga akhirnya pada masa Bupati Majalengka ke-6 R.M.A.A Salmon Salam Sura Adi Ningrat pada 1888 masjid ini mulai dirombak secara menyeluruh.

Terakhir masjid ini direnovasi lagi pada masa Bupati Majalengka Karna Sobahi pada 2019 hingga tampak seperti saat ini.*

Baca juga: 99 miniatur masjid dunia akan dibangun di Jabar

Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022