Kami minum air dengan katak mati di dalamnya,
London (ANTARA) - Prajurit wajib militer (wamil) pro Rusia yang dikirim ke garis depan di wilayah Donbas, Ukraina, bertempur tanpa dilatih sebelumnya, juga tidak dibekali logistik dan senjata yang layak, menurut sejumlah sumber di provinsi separatis itu kepada Reuters.

Informasi tentang kondisi wamil itu menjadi indikasi betapa rapuhnya sumber daya militer yang dikerahkan Kremlin, setelah lebih dari sebulan berperang serta menghadapi masalah logistik dan perlawanan sengit tentara Ukraina.

Salah satunya adalah seorang mahasiswa yang menjalani wamil pada akhir Februari. Dia mengatakan seorang rekan sesama petempur memberi tahu dirinya untuk bersiap menahan serangan jarak dekat pasukan Ukraina di Donbas barat daya tapi "saya bahkan tak tahu cara menembak dengan senjata otomatis."

Si mahasiswa dan pasukan membalas serangan dan menghindari penangkapan, tapi dia lalu terluka dalam pertempuran berikutnya. Dia tidak mengatakan di mana pertempuran itu berlangsung.

Baca juga: Presiden Ukraina minta dukungan lewat video di acara Grammy

Meskipun informasi tentang kondisi dan mental buruk wamil di Donbas sudah beredar di media sosial dan beberapa media lokal, Reuters berhasil mengumpulkan gambaran lengkap tentang kondisi wamil tersebut.

Selain si mahasiswa tadi, Reuters berbicara dengan tiga istri dari prajurit wamil yang memiliki kontak dengan pasangan mereka lewat ponsel, seseorang yang kenal dengan wamil, dan seorang sumber yang dekat dengan pemimpin pemberontak pro Rusia dan membantu mengatur pasokan di Donbas.

Reuters memastikan identitas sang mahasiswa, juga sumber dan wamil yang berhubungan dengan mereka. Kantor berita itu tidak bisa secara independen memastikan tentang apa yang terjadi pada wamil setelah dikirim ke medan tempur.

Keenam sumber meminta agar nama mereka dirahasiakan dengan alasan takut ditindak karena berbicara dengan media asing.

Pasukan Donbas bertempur bersama pasukan Rusia tapi bukan bagian dari mereka. Kedua pihak memiliki aturan berbeda tentang tentara mana yang mereka kirim ke pertempuran.

Sejumlah wamil di Donbas telah dikirim ke garis depan dengan senapan Mosin, yang dikembangkan pada akhir abad ke-19 dan tidak lagi diproduksi sejak puluhan tahun lalu, menurut tiga orang sumber yang melihat para wamil di wilayah separatis memakai senjata itu.

Gambar-gambar beredar di media sosial, yang tidak bisa diverifikasi Reuters secara independen, juga memperlihatkan para petempur Donbas dengan senapan Mosin.

Sang mahasiswa mengatakan dirinya terpaksa minum dari kolam berbau busuk karena kehabisan bekal. Dua sumber lain yang berhubungan dengan para wamil juga mengatakan bahwa mereka harus meminum air mentah.

Beberapa wamil Donbas diberi misi sangat berbahaya: menjadi umpan tembakan musuh agar pasukan lain bisa mengetahui posisi tentara Ukraina dan mengebom mereka, menurut seorang sumber dan kesaksian video dari tawanan perang yang dirilis pasukan Ukraina.

Saat dimintai komentarnya tentang kondisi wamil di Donbas, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan pertanyaan itu adalah untuk Republik Rakyat Donetsk (DNR), entitas separatis yang memproklamasikan kemerdekaan di Donbas.

Baca juga: Citra satelit perlihatkan kuburan massal di Bucha Ukraina

Kementerian pertahanan Rusia tidak menanggapi permintaan untuk berkomentar.

Juru bicara DNR, setelah melihat pertanyaan Reuters, mengatakan tak akan ada tanggapan pada Jumat. Dia tidak mengatakan kapan DNR akan memberi jawaban. Pesan-pesan yang dikirim ke juru bicara lainnya tidak dibalas.

Setelah dipaksa berangkat ke garis depan dekat pelabuhan Mariupol, medan pertempuran paling sengit selama perang, sekelompok wamil Donbas berisi 135 orang meletakkan senjata dan menolak bertempur, menurut Veronika, istri seorang wamil yang ada di kelompok itu.

Marina, pasangan wamil yang lain, mengatakan dia menjalin kontak dengan seorang teman dalam kelompok itu.

"Kami menolak (bertempur)," kata temannya lewat pesan teks ke Marina, yang dilihat oleh Reuters.

Para wamil itu kemudian ditahan di ruang bawah tanah oleh komandan mereka sebagai hukuman, kata Veronika dan Marina.

Para komandan mengancam mereka secara lisan dengan aksi balasan tapi kemudian mengizinkan mereka keluar dari ruang tersebut, menarik mereka dari garis depan dan menempatkan mereka di rumah-rumah yang ditinggalkan pemiliknya, kata Veronika.

Baik Kremlin maupun otoritas separatis tidak membalas pertanyaan Reuters tentang insiden tersebut.

Panggilan Tugas

Semua pihak yang bertikai dalam perang di Ukraina masing-masing memiliki sistem wajib militer, sebuah keharusan bagi para pemuda untuk menjalankan tugas militer berdasarkan undang-undang.

Pemerintah Ukraina telah menetapkan mobilisasi umum, yang mengerahkan para wamil dan pasukan cadangan ke pertempuran.

Rusia mengatakan mereka tidak mengirim wamil ke Ukraina, meskipun diketahui ada sejumlah kecil wamil yang "salah kirim" ke pertempuran.

Baca juga: Rudal Rusia hantam "infrastruktur penting" di Odesa Ukraina

Otoritas separatis Donetsk mengumumkan pada akhir Februari mereka berencana untuk merekrut semua laki-laki yang usianya pantas untuk bertempur.

Petugas perekrutan militer disebar ke berbagai tempat di Donetsk dan memerintahkan warga laki-laki untuk melapor, sedangkan polisi meminta orang-orang di jalan untuk melapor ke kantor perekrutan setempat, menurut wartawan Reuters yang berada di sana pada akhir Februari. Siapa pun yang menolak diancam dengan hukuman.

Reuters tidak bisa memastikan berapa banyak orang yang telah dipanggil, atau berapa proporsi wamil dalam pasukan Donbas.

Tak seorang pun dari kelima wamil pernah bertempur atau berlatih tempur, dan empat orang dari mereka tak dilatih sebelum dikirim ke pertempuran, menurut wamil yang terluka, tiga istri wamil, dan rekan seorang wamil.

"Dia tak pernah jadi tentara," kata seorang pasangan wamil. "Dia bahkan tidak tahu cara memegang senjata otomatis."

Dua dari ketiga istri mengatakan pasangan mereka dikirim ke garis depan di mana pertempuran sengit berlangsung.

"Saya lagi perang," bunyi pesan teks yang dilihat Reuters, yang menurut Marina dikirim oleh suaminya.

Marina mengatakan dia mengetahui dari pesan-pesan suaminya bahwa pasukannya, yang bertempur di wilayah Donbas, diperintahkan untuk menarik perhatian musuh agar menembak ke arah mereka.

Pasukan Ukraina pada 12 Maret merilis sebuah video yang memperlihatkan seorang tawanan perang. Dia mengaku bernama Ruslan Khalilov, pegawai negeri sipil dari Donbass dan dikirim tanpa latihan ke Mariupol di mana perannya adalah sebagai "pemancing tembakan" sebelum pengeboman dilakukan.

Seseorang di Donbas yang mengenal Khalilov memastikan identitasnya kepada Reuters bahwa dia dikirim sebagai wamil dan tidak pernah dilatih secara militer. Reuters memastikan bahwa orang tersebut memang mengenal Khalilov.

"Rumah Jagal"

Sang mahasiswa wamil mengatakan kepada Reuters bahwa sehari setelah melapor dia ditempatkan di unit mortir lalu dikirim untuk bertempur. "Kami tak diajari apa pun," katanya lewat aplikasi pesan.

"Sebelumnya saya hanya melihat mortir di film-film. Tentu saja, saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan dengan itu."

Dia bilang sebelum berangkat, unitnya sudah sering diserang oleh pasukan Ukraina. "Banyak yang tewas," tulisnya. "Saya benci perang. Saya tak menginginkannya, mengutuknya. Kenapa mereka mengirim saya ke rumah jagal?"

Semua informasi yang dihimpun Reuters menyebutkan adanya kelangkaan pasokan yang akut. Sejumlah sumber mengatakan hanya ada sedikit atau bahkan tidak ada air minum, jatah lapangan seseorang dibagi-bagi dengan beberapa temannya, dan anggota pasukan harus memulung makanan.

"Kami minum air dengan katak mati di dalamnya," kata si mahasiswa.

"Pasokan bagi prajurit sekarang adalah bencana," kata sumber yang dekat dengan pemimpin separatis Donetsk.

Baca juga: Draf perjanjian damai siap dibahas oleh presiden Ukraina dan Rusia

Senapan PD II

Sumber yang sama juga mengatakan bahwa sejumlah wamil dibekali senapan Mosin dari stok cadangan Perang Dunia Kedua.

Si mahasiswa mengatakan dia telah melihat rekan-rekannya memakai senapan itu: "Seperti bertempur dengan senjata Perang Dunia Kedua."

Seorang prajurit di angkatan bersenjata Rusia yang bertempur di dekat Mariupol mengatakan kepada Reuters dia telah melihat prajurit dari pasukan separatis Donetsk menenteng senapan Mosin.

Sebuah video yang diunggah ke media sosial pada Selasa oleh wartawan militer Rusia Semyon Pegov memperlihatkan seorang pria yang mengaku wamil dari Donbas dan mengacungkan senapan Mosin.

Segera setelah para wamil direkrut pada akhir Februari, banyak para istri, ibu dan saudari mereka mulai menulis petisi ke pemimpin separatis, ke kantor perekrutan, dan ke Kremlin, menjelaskan kondisi mereka dan meminta bantuan.

"Kembalikan laki-laki kami," tulis sebuah petisi yang ditujukan kepada Presiden Rusia Vladimir Putin, yang dilihat oleh Reuters.

Ketiga istri wamil yang berbicara dengan Reuters mengaku belum menerima jawaban apa pun.

Pada 11 Maret, sekitar 100 perempuan berkumpul di luar kantor separatis di Donetsk untuk meminta jawaban.

Dua perempuan yang mengikuti aksi itu mengatakan Alexander Malkovsky, kepala kantor perekrutan DNR, keluar dan memberi tahu mereka bahwa laki-laki berusia 18-27 tahun akan dikecualikan dari wamil.

Reuters tidak bisa memastikan apakah aturan itu sudah diterapkan, sedangkan Malkovsky tidak bisa dihubungi.

Dua dari istri wamil mengatakan sejak aksi itu mereka mengetahui dari pasangan mereka bahwa kondisi telah diperbaiki: beberapa pasukan ditarik dari garis depan dan mereka diizinkan tidur di rumah kosong, bukan parit.

Sumber: Reuters

Baca juga: Rusia: Rekaman di Bucha Ukraina "dipesan" AS
Baca juga: Kabar Ukraina: Dari ledakan di Odesa hingga "pembantaian" di Bucha

Penerjemah: Anton Santoso
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2022