Liwa, Lampung (ANTARA News) - Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga Kabupaten Waykanan, Lampung, berupaya menggerakan industri rumahan bagi ibu-ibu daerah itu salah satunya ialah dengan membuat dudul atau dodol labu.

"Dulu Waykanan telah mengembangkan makanan khas tersebut, bahkan sekitar 2002, sudah ada perajin yang berani memasarkannya dengan nama setempat, hal itu yang akan kami dorong supaya tumbuh kembali," ujar Wakil Ketua III PKK Kabupaten Waykanan, Farida Aryani, Minggu, di Blambanganumpu yang berada sekitar 200 km utara kota Bandarlampung.

Tahun 2001, ujar Farida saat dihubungi melalui telepon genggamnya dari Liwa, Lampung Barat, Pemerintah Kabupaten Waykanan sudah memagangkan tiga orang untuk membuat usaha dodol labu, di Garut, Jawa Barat.

"Segala yang baik perlu direpetisi, termasuk usaha rumah tangga yang telah dilakukan sebelumnya, adapun PKK Waykanan saat ini siap untuk membina, selain itu lembaga kami juga sudah melakukan studi ke Garut untuk membuat dodol," kata dia.

Bahan membuat dodol labu ialah labu kuning atau dalam bahasa Lampung disebut labu jawa.

"Ke depan kami akan mengajak Dinas Pertanian Peternakan dan Perikanan Kabupaten Waykanan untuk mengembangkan tabu jawa," jelas dia.

Menurut Farida, labu jawa baik untuk kesehatan dan juga bisa sebagai pengganti tepung.

"Pengembangan tabu jawa sekaligus membuat kebijakan keanekaragaman pangan akan terjadi di daerah ini," ujar dia.

Adapun bagi masyarakat Lampung sendiri, kata dia menambahkan, dodol merupakan makanan yang tidak boleh dihilangkan sehingga merupakan celah penjualan yang bisa dimasuki.

"Pada acara adat, masyarakat Lampung biasa menggunakan dodol dan wajik sebagai salah satu syarat wajib, tentu hal itu berkaitan dengan kebudayaan, artinya, apa yang akan dilakukan PKK juga berdampak pada bertahannya kebudayaan yang ada di masyarakat," terang dia.

Rasa dodol labu manis dan gurih, per kilogram, pada waktu itu harganya mencapai Rp20 ribu per kilogram. Waktu pembuatan sekitar 12 jam untuk setiap 10 kilogram dengan menggunakan alat tradisional, demikian Farida Aryani. (ANT-049)





Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2011