Sanaa (ANTARA News) - Delapan orang, termasuk lima pemrotes, tewas Minggu dalam gelombang baru kekerasan di ibu kota negara itu, Sanaa, kata sejumlah petugas rumah sakit dan saksi, dan Presiden Ali Abudllah Saleh mengungkapkan harapannya China dan Rusia akan menghalangi upaya PBB mengakhiri kekuasaannya.

Kedua negara itu memveto resolusi yang disponsori Eropa terhadap Suriah pada bulan ini, namun diperkirakan tidak akan menjegal resolusi yang ditujukan pada Saleh yang akan dibahas di Dewan Keamanan PBB pekan ini, kata sejumlah diplomat di New York, lapor Reuters.

Pasukan keamanan Yaman melepaskan tembakan ke arah pemrotes, menewaskan sedikitnya lima orang di Sanaa, Minggu, kata beberapa petugas rumah sakit, sehingga kekerasan dalam dua hari ini mencapai 20.

Dua kakak-beradik dan keponakan mereka tewas dalam insiden terpisah di Sanaa ketika bom menghantam rumah mereka di daerah al-Qaa, kata saksi. Menurut mereka, bom itu meledak selama bentrokan antara pasukan keamanan dan gerilyawan anti-pemerintah.

Beberapa saksi mengatakan, pasukan keamanan menyerang pemrotes ketika mereka berusaha memasuki Jalan Zubayri, yang terletak antara daerah-daerah yang dikuasai pasukan pemerintah dan Jendral pembangkang Ali Mohsen.

Kekerasan di Yaman meningkat dalam dua hari terakhir. Sabtu, pasukan keamanan membunuh sedikitnya 12 orang, sementara gerilyawan Al-Qaida meledakkan sebuah pipa gas yang membuat ekspor gas negara itu terhenti.

Dewan Keamanan PBB sedang mempertimbangkan sebuah resolusi yang akan mendesak Saleh menyerahkan kekuasaan sesuai dengan rencana perdamaian Dewan Kerja Sama Teluk (GCC).

"Sejumlah negara sahabat, anggota tetap (Dewan Keamanan) seperti China dan Rusia, tidak akan mengambil sikap keras seperti beberapa anggota tetap lain," kata Salah dalam pernyataan yang disiarkan di televisi pemerintah Yaman.

Pemrotes yang menuntut pengunduran diri Saleh berharap Dewan Keamanan PBB segera mengambil tindakan yang menentukan untuk mengakhiri krisis politik di Yaman.

Demonstrasi di Yaman sejak akhir Januari yang menuntut pengunduran diri Saleh telah menewaskan ratusan orang.

Dengan jumlah kematian yang terus meningkat, Saleh, sekutu lama Washington dalam perang melawan Al-Qaida, kehilangan dukungan AS.

Pemerintah AS mengambil bagian dalam upaya-upaya untuk merundingkan pengunduran diri Saleh dan penyerahan kekuasaan sementara, menurut sebuah laporan di New York Times.

Para pejabat AS menganggap posisi Saleh tidak bisa lagi dipertahankan karena protes yang meluas dan ia harus meninggalkan kursi presiden, kata laporan itu.

Meski demikian, Washington memperingatkan bahwa jatuhnya Saleh selaku sekutu utama AS dalam perang melawan Al-Qaida akan menimbulkan "ancaman nyata" bagi AS.

Yaman adalah negara leluhur almarhum pemimpin Al-Qaida Osama bin Laden dan hingga kini masih menghadapi kekerasan separatis di wilayah utara dan selatan.

Yaman Utara dan Yaman Selatan secara resmi bersatu membentuk Republik Yaman pada 1990 namun banyak pihak di wilayah selatan, yang menjadi tempat sebagian besar minyak Yaman, mengatakan bahwa orang utara menggunakan penyatuan itu untuk menguasai sumber-sumber alam dan mendiskriminasi mereka.

Negara-negara Barat, khususnya AS, semakin khawatir atas ancaman ekstrimisme di Yaman, termasuk kegiatan Al-Qaida di Semenanjung Arab (AQAP).

Negara-negara Barat dan Arab Saudi, tetangga Yaman, khawatir negara itu akan gagal dan Al-Qaida memanfaatkan kekacauan yang terjadi untuk memperkuat cengkeraman mereka di negara Arab miskin itu dan mengubahnya menjadi tempat peluncuran untuk serangan-serangan lebih lanjut.

Yaman menjadi sorotan dunia ketika sayap regional Al-Qaida AQAP menyatakan mendalangi serangan bom gagal terhadap pesawat penumpang AS pada Hari Natal.

AQAP menyatakan pada akhir Desember 2009, mereka memberi tersangka warga Nigeria "alat yang secara teknis canggih" dan mengatakan kepada orang-orang AS bahwa serangan lebih lanjut akan dilakukan.

Para analis khawatir bahwa Yaman akan runtuh akibat pemberontakan Syiah di wilayah utara, gerakan separatis di wilayah selatan dan serangan-serangan Al-Qaida. Negara miskin itu berbatasan dengan Arab Saudi, negara pengekspor minyak terbesar dunia.

Selain separatisme, Yaman juga dilanda penculikan warga asing dalam beberapa tahun ini.  (M014)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011