Palangka Raya (ANTARA News) - Universitas Palangka Raya (UNPAR) diharapkan membuka program studi muatan lokal (prodi mulok) sebagai salah satu solusi mengatasi lunturnya penggunaan bahasa Dayak di kalangan generasi muda daerah tersebut.

Budayawan Kalimantan Tengah (Kalteng), JJ Kusni Sulang di Palangka Raya, Minggu menyatakan prodi mulok itu penting sebagai upaya menggairahkan masyarakat menggunakan bahasa Dayak dalam kehidupan sehari-hari di masa mendatang.

"Dulu, di Unpar ada jurusan bahasa Dayak tapi dihapus. Ini artinya budaya lokal masih kurang, padahal budaya lokal saya pikir bisa dikatakan budaya kampung halaman," kata Kusni.

Ia mengharapkan wacana pembukaan Prodi tersebut dapat segera diwujudkan, sehingga bisa mencetak guru lulusan Bahasa Dayak agar mulok yang diajarkan di sekolah bisa lebih optimal.

Sebenarnya pelajaran mulok di sekolah sudah lama diajarkan, namun belum fokus dan terarah khusus Bahasa Dayak dan sempat terhenti, tapi sekarang sudah digalakkan kembali.

Kusni mengatakan, budaya lokal bisa merupakan kekuatan besar untuk membangun budaya nasional dan masalah identitasnya tidak lepas dari budaya lokal, sebab kebudayaan tidak hanya satu tapi majemuk.

Pengaruh budaya luar sejak dulu tidak bisa dielakkan, karena merupakan hasil akulturasi. Hanya yang diperlukan sekarang bagaimana kesadaran terhadap budaya untuk bisa menyaringnya.

Menurut dia, ada kecendrungan masyarakat larut dalam modernisasi di era globilasi ini tanpa tahu apa artinya dan yang berkutat hanya tradisional serta bersikap acuh tak acuh terhadap kebudayaan.

"Saya kira sebaiknya dikembangkan yakni pendekatan pasca tradisi sehingga kita bisa mendapat satu kebudayaan yang membawa kita berdiri di kampung halaman yang memandang secara luas cakupan Indonesia dan dunia," ujarnya.

Konsep itu sebenarnya dalam budaya Dayak, namun tidak digali. Bahkan ada temuan baru di tiga museum yang berbeda, Belanda, Jerman dan Inggris. Ternyata Dayak mempunyai aksara dan akan diseminarkan di Pontianak, Kalimantan Barat pada November mendatang, katanya.  (ANT-174/S019)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011