Siapa pun presiden terpilih nanti harus peduli lingkungan karena kita tidak bisa hidup tanpa air bersih. Udara yang sehat dihasilkan dari hutan yang baik,
Kalbar (ANTARA) - Suasana pagi itu tak seperti biasa di Dusun Sungai Utik. Pukul 06.30 WIB, warga yang biasanya sudah berangkat ke ladang, tampak berduyun-duyun menuju Rumah Budaya Tirta Gelong Meligai.

Rumah budaya yang dibangun tahun 2019 dan berjarak 50 meter dari rumah betang itu dijadikan sebagai Tempat Pemungutan Suara (TPS) 001 Dusun Sungai Utik, Desa Batu Lintang, Kecamatan Embaloh Hulu, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.

Pemilihan presiden dan wakil presiden, anggota DPR RI, anggota DPD RI, anggota DPRD provinsi, serta anggota DPRD kabupaten/kota digelar pada 14 Februari 2024, dengan 204.807.222 orang tercatat di daftar pemilih tetap (DPT), termasuk warga di Dusun Utik.

Sehari sebelumnya, pada Selasa 13 Februari 2024, petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) Dusun Sungai Utik mengumpulkan warga untuk menyosialisasikan tata cara memilih pada Pemilu 2024 sekaligus membagikan undangan memilih.

Sosialisasi itu digelar di ruai atau salah satu bagian rumah panjang atau rumah betang yang kerap digunakan sebagai ruang publik, tempat berkumpul dan berdialog serta menggelar berbagai acara adat Dayak Iban Sungai Utik.

Ketua KPPS 001 Sungai Utik, Alexander Ajong, menjelaskan tata cara pencoblosan dalam bahasa Dayak Iban kepada peserta.

Tercatat ada 205 orang terdata pada daftar pemilih tetap (DPT), namun yang menggunakan hak suara sebanyak 195 orang karena ada yang sudah meninggal dunia dan ada pindah lokasi memilih.

Ajong juga menjelaskan bahwa pemilih difabel dan buta aksara dapat meminta pendamping di bilik suara untuk membantu menyalurkan hak suaranya.

Saat hari pemilihan, dari 195 pemilih yang terdaftar di DPT Sungai Utik, sebanyak 173 orang menggunakan hak pilihnya, kemudian dua orang tercatat sebagai pemilih tambahan.

Dari hasil penghitungan suara di TPS 001 itu, pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar meraih empat suara, pasangan nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka meraih 125 suara, dan pasangan nomor urut 3 Ganjar Pranowo-M. Mahfud Md meraih 46 suara.

 

Infrastruktur dasar

Tingkat partisipasi warga Sungai Utik yang cukup tinggi pada Pemilu 2024 menunjukkan kesadaran dan rasa tanggung jawab mereka sebagai warga negara.

Kepala Desa Sungai Utik, Raymundus Remang, pun berkisah bahwa pada pemilu kepala daerah (pilkada) 2015, warga Sungai Utik menyurati Bupati Kapuas Hulu dan menyatakan mereka tidak akan terlibat dalam pilkada.

Keputusan warga itu bukan tanpa alasan. Kondisi infrastruktur dasar, terutama penerangan yang disediakan Pemerintah kala itu, belum dinikmati warga Sungai Utik.

Sebelum tahun 2016, mereka menggunakan penerangan seadanya yang kurang mampu mendukung aktivitas belajar bagi anak-anak terutama pada malam hari.

Sejak 1996 masyarakat Sungai Utik sudah mengajukan usulan pembangunan jaringan penerangan ke Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu, namun hingga 2015 belum juga dipenuhi.

Setelah menyampaikan surat pernyataan itu, pemerintah daerah pun merespons aspirasi warga Sungai Utik dan warga pun mencabut keputusan mereka. Akhirnya warga ikut memilih kepala daerah Kabupaten Kapuas Hulu pada Desember 2015.

“Kami baru menikmati penerangan tahun 2016. Meskipun listrik belum menyala 24 jam, itu sudah cukup membantu anak-anak belajar dan ibu-ibu menganyam serta menenun pada malam hari,” kata Remang.

Untuk infrastruktur jalan, Sungai Utik termasuk beruntung karena dusun itu dilintasi jalan beraspal yang biasa disebut jalan lintas utara yang menghubungkan Kalbar dengan Malaysia melalui Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Badau.

Lewat jalan lintas utara ini, perjalanan dari ibu kota Kabupaten Kapuas Hulu, Putussibau, menuju Dusun Sungai Utik dapat ditempuh 1 jam menggunakan kendaraan roda empat.


Peduli lingkungan

Sungai Utik dihuni masyarakat adat Dayak Iban, komunitas yang tetap konsisten menjaga alam, budaya dan wilayah adatnya.

Tuai Rumah Panjang atau Ketua Adat Dayak Iban Sungai Utik, Bandi, atau lebih dikenal dengan Apay Janggut, yang turut menyalurkan hak suaranya, berpesan kepada presiden terpilih untuk lebih peduli lingkungan.

“Siapa pun presiden terpilih nanti harus peduli lingkungan karena kita tidak bisa hidup tanpa air bersih. Udara yang sehat dihasilkan dari hutan yang baik,” kata Apay Janggut usai mencoblos.

Ia berpesan kepada pemimpin negara dan anggota legislatif terpilih agar menerbitkan peraturan dan perundang-undangan yang memihak lingkungan.

Memelihara lingkungan, menurut dia, sama artinya memastikan kehidupan yang baik bagi anak cucu.

Konsistensi masyarakat adat Dayak Iban Sungai Utik menjaga hutan adat, membuat komunitas ini meraih penghargaan nasional dan internasional.

Penghargaan terakhir yang diterima Apay Janggut sebagai tokoh pelestari hutan Sungai Utik adalah Gulbenkian Prize for Humanity dari Yayasan Calouste Portugal pada Juli 2023.

Pada 2020 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menetapkan Hutan Adat Menua Sungai Utik masyarakat hukum adat Dayak Iban Menua Sungai Utik Ketemenggungan Jalai Lintang seluas 9.480 hektare (ha).

Masyarakat adat Dayak Iban Sungai Utik  mengatur hutan mereka menurut hukum adat. Dari bentang hutan adat itu, seluas 6.000 ha sebagai hutan lindung dan seluas 3.480 ha untuk lahan bercocok tanam dengan sistem rotasi tradisional.

Pembagian kawasan hutan menurut hukum adat Dayak Iban terbagi menjadi tiga bagian besar, yaitu kampung taroh, yakni kawasan hutan yang tidak boleh diladangi, tidak boleh diambil kayunya. Lokasinya terletak jauh ke hulu di sebelah utara rumah betang.

Kedua adalah kampung galan, yaitu kawasan hutan produksi terbatas di mana masyarakat dapat mengambil tanaman obat-obatan, kayu bakar, kayu pembuat sampan dengan pengawasan adat yang ketat lengkap dengan sanksinya. Hak pemanfaatan hanya bagi masyarakat kampung setempat.

Ketiga yaitu kampung embor kerja, yaitu kawasan produksi berkelanjutan yang dikelola dengan prinsip keadilan dan kelestarian menurut (hukum) adat setempat.

Di kawasan ini terdapat pula tanah mali dan tanah bertuah yang tidak dijadikan kawasan produksi sehingga masyarakat kampung menghindari penebangan kayu pada kawasan kawasan tersebut. Tanah mali dan bertuah dalam kawasan ini hanya dijadikan sumber bibit kayu dan tumbuhan lainnya. Pohon di bawah diameter 30 cm harus dibiarkan dan tidak diganggu.

Sistem tata kelola ini menghasilkan makanan, obat-obatan, bahan baku untuk menenun, menganyam, hingga air bersih untuk keperluan warga secara berkelanjutan.

Masyarakat Adat Dayak Iban Sungai Utik, memanen padi di ladang mereka yang berada dalam wilayah hutan adat zona tradisional. ANTARA/Helti Marini Sipayung

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024